Asa Perajin Boboko Cirebon Bertahan Meski Digerus Zaman

Asa Perajin Boboko Cirebon Bertahan Meski Digerus Zaman

Devteo Mahardika - detikJabar
Jumat, 25 Okt 2024 13:00 WIB
Hasil kerajinan boboko karya warga Kampung Pagar Gunung
Hasil kerajinan boboko karya warga Kampung Pagar Gunung. Foto: Devteo Mahardika/detikJabar
Cirebon -

Pagar Gunung merupakan sebuah kampung di Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Majalengka. Sekadar diketahui, untuk bisa mencapai kampung yang satu ini membutuhkan perjuangan mengingat harus mampu menembus jalan yang terjal.

Berlokasi di kaki bukit terdapat sebuah komunitas perajin tradisional yang hingga kini tetap mempertahankan warisan leluhur, yakni membuat boboko atau tempat nasi dari anyaman bambu. Di tengah modernisasi dan perubahan zaman, para perajin di kampung ini tetap teguh mempertahankan keahlian turun-temurun yang menjadi identitas budaya mereka.

Hal itu juga dapat terlihat dari entitas kampung tersebut di mana dibangunkan gapura dengan simbol boboko saat masuk menuju kampung tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Boboko dikenal sebagai wadah tradisional untuk menyimpan nasi, yang mampu menjaga nasi tetap hangat dan tidak mudah basi. Meskipun fungsinya kini mulai tergeser oleh rice cooker (penanak nasi) dan plastik, para prajin di Kampung Pagar Gunung tetap memproduksi boboko dengan penuh dedikasi. Mereka tidak hanya membuat produk fungsional, tetapi juga karya seni yang memiliki nilai estetis dan filosofis.

"Proses membuat boboko itu tidak mudah. Kami harus memilih bambu yang tepat, memotong, merendam, lalu menganyam dengan pola tertentu," kata Karman (58), salah satu perajin di kampung itu, Kamis (24/10/2024).

ADVERTISEMENT

Ia menjelaskan bahwa selain memerlukan keterampilan tangan, kesabaran dan ketelitian menjadi kunci utama dalam setiap tahapan pembuatan.

Dalam satu hari, seorang perajin dapat menghasilkan 10 hingga 15 boboko, tergantung tingkat kesulitan pola dan ukuran.

"Kami menjaga kualitas. Setiap anyaman harus rapat dan rapi agar boboko bisa tahan lama dan tetap menjaga nasi dalam kondisi baik," tambah Karman.

Bertahan dengan Semangat Gotong Royong

Masyarakat Kampung Pagar Gunung bekerja dengan sistem gotong royong. Beberapa warga bertugas mencari dan mempersiapkan bambu, sementara yang lain fokus pada proses penganyaman.

Selain itu, kelompok ibu-ibu di kampung ini juga ikut membantu dengan membuat hiasan tambahan untuk boboko agar terlihat lebih menarik dan bernilai jual tinggi.

"Boboko sekarang bukan hanya untuk kebutuhan rumah tangga, tapi juga dijadikan suvenir dan dekorasi," ujar Siti (45), salah satu perajin perempuan.

Ia menambahkan bahwa pesanan sering datang dari kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung, terutama menjelang acara adat atau pernikahan.

Namun, tantangan tetap ada. Perubahan gaya hidup masyarakat dan bahan-bahan modern membuat boboko mulai tergeser.

"Kadang kami kesulitan bersaing dengan produk plastik atau impor yang lebih murah, sekarang aja buat dijualnya agak susah," ungkap Siti.

Untuk hasil satu karya boboko mereka menjual seharga Rp5.000 sampai Rp8.000 ke distributor yang menampung hasil karya mereka. Mengenai omzet, mereka tidak dapat menentukan secara pasti mengingat anyaman boboko sudah mulai tergeser oleh produk tempat nasi yang berbaham plastik.

"Kalau omzet sih ya enggak bisa pastiin soalnya penjualan lagi enggak sehat," paparnya.

Melalui kerajinan boboko, masyarakat Kampung Pagar Gunung bukan hanya mempertahankan tradisi, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi warganya. Dengan kualitas produk yang terjaga dan kreativitas dalam berinovasi, mereka berharap bisa terus eksis di tengah gempuran zaman.

"Selama kami masih punya bambu dan semangat gotong royong, boboko tidak akan pernah hilang," tutup Siti di akhir perbincangan dengan senyum.

(sud/sud)


Hide Ads