Kerajinan tenun hampir tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Tenun itu memiliki cara dan motif tersendiri sebagai identitas daerah tersebut. Salah satunya di Indramayu, Jawa Barat.
Dalam agenda sarasehan pemajuan kebudayaan, Nurmaya seorang peneliti tenun di tiga tempat di tanah Jawa mengungkap keindahan motif tenun yang menjadi ciri khas di satu daerah. Diantaranya dia telah meneliti Tenun Baduy Luar Banten, Tenun Gedogan dari Juntinyuat, Indramayu dan Tenun Tuban, Jawa Timur.
Dari hasil penelitiannya sejak 2017, ketiga tenun itu memiliki perbedaan motif yang sangat mencolok. Untuk tenun gedogan Indramayu mayoritas terdapat songketan pada pangkal kain. Hal serupa juga terdapat pada tenun Baduy yang terdapat sedikit motif songketan namun lebih nyambung atau berjajar dengan lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau Indramayu memang ada sedikit songketannya tapi bentuknya lebih ke geometris kayak bentuk jajar genjang, segitiga yang menyerupai kue khas Indramayu," ujar Nurmaya, Jumat (8/9/2023).
Selain itu, pewarnaan pada kain tenun gedogan Indramayu juga lebih menggunakan warna komplementer atau disebut warna pantura. "Jadi dimana warna hijau itu pasti bertemu dengan warna merah itu disebut warna komplementer," jelasnya.
Tidak kalah menarik, tenun yang dihasilkan dari perajin di Tuban Jawa Timur. Dimana, kain yang dihasilkan menggunakan bahan baku hingga pewarna alam dari daerah sendiri.
"Mulai dari tanam kapas sendiri, memintal benang sendiri, menenun juga menggunakan benang kapas, dan menggunakan pewarna alam di Tuban. Tapi di Tuban motif nya tidak memakai songketan," jelas Maya akrab sapaan wanita asal Indramayu tersebut.
Sedangkan, produksi tenun di tiga daerah itu hampir semuanya menggunakan alat yang sama. Hanya dibedakan di beberapa komponen sebagai penentu ukuran kain atau pembuatan motifnya.
Namun, saat ini keberadaan tenun mulai terkikis zaman. Apalagi untuk tenun gedogan Indramayu yang kini sangat terancam punah. Karena, jumlah penenun sudah sangat berkurang.
"Yang paling besar itu di Indramayu, karena sekarang itu yang masih mau menenun dan melanjutkan itu tinggal dua. Itupun satunya sudah sering sakit," kata Maya.
Menurutnya, hal utama untuk berupaya menyelematkan tenun gedogan Indramayu harus dilakukan dengan cara riset. Terlebih untuk mencari motif-motif yang umumnya hanya diketahui oleh penenun.
"Motifnya itu tersimpan pada setiap ingatan si penenun. Ketika penenun 1 memiliki motif A B C itu belum tentu penenun dua punya motif sama, bisa jadi motifnya D E F," ungkapnya.
Dari motif-motif itu, jika sudah terkonfirmasi dan terealisasi itu bisa ditiru atau digunakan oleh penenun generasi berikutnya.
(dir/dir)