Melihat Lebih Dekat Jembatan Mahakam yang Puluhan Kali Dihantam Tongkang

Melihat Lebih Dekat Jembatan Mahakam yang Puluhan Kali Dihantam Tongkang

Nadhifa Aurellia Wirawan - detikKalimantan
Sabtu, 10 Mei 2025 13:34 WIB
Bagi detikers yang pernah melintasi Samarinda, Ibu Kota Kalimantan Timur, hampir mustahil rasanya jika tak mengenal atau setidaknya melihat sekilas sebuah bentang besi raksasa yang menjulur di atas Sungai Mahakam. Itulah Jembatan Mahakam, jantung penghubung kota dan simbol denyut kehidupan di Pulau Borneo.
Melihat lebih dekat Jembatan Mahakam/Foto: Nadhifa Aurellia Wirawan/detikKalimantan
Samarinda -

Bagi detikers yang pernah melintasi Samarinda, Ibu Kota Kalimantan Timur, hampir mustahil rasanya jika tak mengenal atau setidaknya melihat sekilas sebuah bentang besi raksasa yang menjulur di atas Sungai Mahakam. Itulah Jembatan Mahakam, jantung penghubung kota dan simbol denyut kehidupan di Pulau Borneo.

Berdiri gagah sejak puluhan tahun silam, jembatan ini bukan hanya struktur baja yang menghubungkan dua sisi kota, tapi juga saksi bisu laju pembangunan dan geliat ekonomi yang terus bergulir dari waktu ke waktu. Dari kejauhan, jembatan ini memiliki bentuk seperti busur besar yang membelah langit Samarinda. Tapi siapa sangka, di balik kokohnya jembatan ini, tersimpan kisah panjang tentang ketangguhan, tantangan, dan harapan. Meski berkali-kali dihantam tongkang batu bara, bahkan hingga retak dan ditutup sementara, jembatan Mahakam tetap berdiri kokoh.

Melalui artikel ini, detikKalimantan akan mengajak detikers untuk menelusuri lebih dalam sejarah, fungsi, dan berbagai peristiwa penting yang terjadi di Jembatan Mahakam Samarinda.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Jembatan Mahakam Samarinda

Pembangunan Jembatan Mahakam dimulai pada 13 April 1982 yang ditandai dengan survei lokasi oleh Gubernur Kalimantan Timur saat itu, Ery Supardjan, bersama Menteri Pekerjaan Umum, Purnomosidi. Pemancangan tiang pertama dilakukan pada 6 Oktober 1983 oleh Gubernur Soewandi dan Ketua Bappeda Anwar Hanani, sekaligus menandai dimulainya konstruksi jembatan besar yang melintasi Sungai Mahakam itu.

Jembatan Mahakam kemudian diresmikan pada 1987 oleh Presiden Soeharto. Saat itu, jembatan ini menjadi jembatan terpanjang di Kalimantan Timur, bahkan di Pulau Kalimantan.

Sebelum ada jembatan, masyarakat mengandalkan feri atau perahu untuk menyeberang Sungai Mahakam, sungai besar yang membelah kota Samarinda dan menjadi urat nadi transportasi air, perdagangan, dan kehidupan masyarakat sekitar.

Dengan panjang sekitar 400 meter, kehadiran Jembatan Mahakam benar-benar menjadi saksi kemajuan Kota Samarinda. Jembatan ini tidak hanya mempersingkat waktu tempuh antar wilayah, tetapi juga menjadi pemicu percepatan pembangunan di wilayah sekitarnya. Warga dari daerah seberang kini bisa dengan mudah mengakses pusat kota. Begitu pula sebaliknya, arus barang dan jasa menjadi jauh lebih efisien.

Bentuk dan Konstruksi Jembatan Mahakam

Jembatan Mahakam memiliki ciri-ciri rangka baja berbentuk segitiga dan tulisan 'JEMBATAN MAHAKAM' berbentuk setengah lingkaran. Jembatan ini dibangun dengan biaya konstruksi Rp 7,2 miliar (US$ = Rp 1.640 pada tahun 1986) oleh kontraktor PT Hutama Karya (Persero) dengan panjang 400 meter, lebar 10 meter dan tinggi sekitar 5 meter di atas permukaan aspal.

Jembatan Mahakam didesain dengan struktur rangka baja lengkung yang saat itu dianggap modern dan kuat. Rangka melengkung di bagian tengah menjadi ciri khasnya, bentuk ini dirancang untuk memfasilitasi lalu lintas kapal-kapal besar yang melintasi sungai di bawahnya, terutama tongkang batu bara dan kapal pengangkut barang.

Jembatan ini juga dilengkapi dengan jalur pejalan kaki di kedua sisinya, meskipun kini fungsi itu banyak tergantikan oleh kendaraan bermotor. Meski sudah berusia lebih dari tiga dekade, sebagian besar struktur utamanya masih kokoh. Pemerintah telah beberapa kali melakukan perawatan berkala, terutama setelah jembatan mengalami benturan atau kerusakan akibat aktivitas di sungai.

Penghubung Pusat Peradaban

Secara geografis, Jembatan Mahakam menghubungkan pusat kota Samarinda di bagian selatan dengan daerah Samarinda Seberang di bagian utara. Di balik fungsi transportasi, wilayah yang dihubungkan jembatan ini memiliki sejarah panjang sebagai pusat kehidupan sosial dan budaya.

Samarinda Seberang merupakan kawasan tua yang dulu menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di Kalimantan Timur. Di sana berdiri Masjid Shiratal Mustaqiem, salah satu masjid tertua di Kalimantan. Selain itu, wilayah ini juga menjadi rumah bagi komunitas keturunan Bugis dan Banjar yang telah menetap sejak berabad-abad lalu.

Dengan keberadaan jembatan ini, akses ke berbagai layanan publik, seperti rumah sakit, sekolah, dan pusat perdagangan menjadi lebih mudah. Pemerintah Kota Samarinda bahkan mencanangkan pengembangan wilayah seberang sebagai penyangga kawasan industri dan logistik, terutama karena posisinya yang strategis mengarah ke jalur-jalur distribusi regional.

Berulang Kali Dihantam Tongkang Batu Bara

Jembatan Mahakam sudah berkali-kali mengalami insiden tertabrak tongkang batu bara, yaitu jenis kapal besar pengangkut hasil tambang yang lalu-lalang setiap hari di Sungai Mahakam. Aktivitas transportasi sungai ini memang menjadi salah satu denyut utama ekonomi Kalimantan Timur, tapi juga membawa risiko serius bagi jembatan.

Tercatat sejak tahun 2005 hingga 2025, jembatan ini telah lebih dari 20 kali dihantam tongkang. Beberapa di antaranya bahkan menyebabkan kerusakan yang cukup signifikan. Salah satu insiden yang paling membekas terjadi pada Juli 2014, ketika bagian sisi bawah jembatan mengalami keretakan akibat tabrakan keras. Jembatan sempat ditutup sebagian untuk perbaikan, dan lalu lintas terpaksa dialihkan ke Jembatan Mahkota II yang baru dibangun.

Pada Maret 2022, sebuah tongkang kembali menabrak bagian tiang jembatan, sehingga menyebabkan kemiringan ringan yang kembali memicu kekhawatiran warga. Pemerintah daerah dan Ditjen Perhubungan Darat turun tangan melakukan inspeksi teknis.

Terakhir, pada Sabtu, 26 April 2025 sekitar pukul 23.30 WITA, Jembatan Mahakam kembali tertabrak kapal tongkang bermuatan batu bara. Ini merupakan kali ke-23 jembatan tersebut ditabrak oleh tongkang, yang memicu keprihatinan mendalam terkait keselamatan infrastruktur vital ini.

Banyak pihak mendesak agar jalur lalu lintas sungai diatur lebih ketat, termasuk pengawasan GPS dan radar tongkang, serta penempatan pandu kapal profesional saat melintasi bawah jembatan. Pemerintah daerah sendiri telah berulang kali mengajukan revisi tata kelola pelayaran sungai, namun implementasinya masih belum maksimal.

Jembatan Mahakam IV: Si Kembar yang Menjadi Solusi

Seiring dengan meningkatnya volume kendaraan dan pertumbuhan ekonomi di Samarinda, Jembatan Mahakam I mulai mengalami overkapasitas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menginisiasi pembangunan Jembatan Mahakam IV, yang juga dikenal sebagai Jembatan Kembar.

Pembangunan jembatan ini dimulai pada tahun 2012 dengan skema pembiayaan kontrak tahun jamak (multi-year contract). Total anggaran yang dialokasikan mencapai Rp 640 miliar lebih.

Jembatan Mahakam IV memiliki panjang bentang utama 220 meter, lebar 16,9 meter, dan tinggi clearance vertikal sepanjang 22 meter.

Pembangunan jembatan ini sempat mengalami kendala dan terhambat dana, sehingga baru tersambung pada awal tahun 2019 dan resmi selesai pembangunannya pada akhir 2019. Jembatan ini dibuka untuk uji coba selama satu bulan mulai 2 Januari 2020, ditandai dengan dinyalakannya lampu tematik oleh Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor.

Jembatan Mahakam IV menjadi alternatif yang akan menunjang masyarakat Samarinda Seberang, Palaran, dan Loa Janan Ilir menuju pusat kota. Jembatan ini melengkapi tiga jembatan besar di Samarinda yang membentang di Sungai Mahakam. Sebelumnya sudah ada Jembatan Mahakam, Jembatan Mahulu, dan Jembatan Mahkota II.

Jembatan Mahakam bukan sekadar besi dan baut yang menyambung dua sisi kota, melainkan juga sebagai simbol harapan, penghubung sejarah, dan denyut ekonomi Kalimantan Timur. Dari generasi ke generasi, jembatan ini menjadi saksi perubahan dan pembangunan. Namun usianya yang menua dan ancaman dari tongkang batu bara yang terus menghantam, menjadi catatan penting bagi semua pihak.

Semoga jembatan ini tetap kokoh berdiri, bukan hanya secara fisik, tapi juga sebagai jantung yang terus memompa kehidupan di Samarinda dan sekitarnya.

Itulah sekilas tentang Jembatan Mahakam Samarinda. Semoga bermanfaat!




(sun/mud)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads