Salah Kaprah Kata Ewe

Salah Kaprah Kata Ewe

Tim detikJabar - detikJabar
Kamis, 08 Jun 2023 09:03 WIB
Ilustrasi contoh pantun Sunda lucu.
Ilustrasi. (Foto: Istimewa)
Bandung -

Kata ewe kerap disalahartikan. Kata ini kerap dinarasikan sebagai kata yang negatif, kotor, dan cenderung kasar.

Bagi orang Sunda, kata ewe secara umum bisa dikategorikan tabu untuk diucapkan. Padahal, kata ewe mengalami pergeseran makna dari yang sebenarnya. Salah kaprah soal kata ewe pun terus terjadi sampai sekarang.

Di Indramayu atau bagi orang suku Baduy di Banten misalnya, kata ewe masih dianggap biasa, maknanya masih seperti dulu. Lantas, apa yang terjadi dengan kata ewe sehingga bisa seperti sekarang pemaknaannya?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menyentuh ke tanah Indramayu, khususnya di Kecamatan Lelea, bahasa Sunda di sini tergolong unik karena masih memakai bahasa Sunda buhun alias kuno.

Contohnya adalah kata ewe. Ewe di sini bukan berarti berhubungan intim seperti yang ada dalam benak banyak orang. Kata ewe di sini dimaknai sebagai sebutan untuk seorang istri.

ADVERTISEMENT

Kata ini kerap mengundang tanya besar bagi pendatang atau ketika digunakan di daerah lain. Anggi Suprayogi (27), warga Tamansari, Kecamatan Lelea, mengungkap pengalamannya menggunakan kata ewe.

Suatu ketika, ada rombongan warga Lelea yang datang ke Bandung. Namun, di tengah obrolan dengan warga di sana, ada satu warga yang menyebut 'ewe inya diewe aing' (Istri kamu bersamai istri saya). Sontak kalimat yang dilontarkan itu membuat lawan bicara kebingungan.

"Kuwu di sini kan istrinya orang Bandung. Nah orang sini ada yang ngobrol sama orang Bandung dan berkata ewe inya di ewe aing (istri kamu bersama istri saya). Orang Bandung nya kebingungan," ujar Anggi.

Hal senada diungkapkan Raidi, Kepala Desa Lelea. Ia menjelaskan kata ewe memang lazim digunakan untuk menyebut istri. "Memang kata ewe ya artinya istri," kata Raidi.

Dijelaskan Raidi, bahwa sebutan bagi perempuan biasanya menggunakan kata wewe. Dengan tambahan suku kata lainnya yang akan menunjuk pada jenjang usia.

"Biasanya wewe kolot yang artinya perempuan tua. Ada juga wewe ngora atau perempuan muda dan wewe leutik untuk perempuan yang kecil," jelas Raidi.

Bergeser ke Banten, kata ewe juga lumrah dipakai, khususnya oleh orang suku Baduy. Di sini, kata ewe juga jauh dari kata cabul atau seronok.

Kata ewe digunakan untuk penyebutan perempuan yang telah memiliki suami. Sementara bagi perempuan yang belum memiliki suami adalah awewe.

"Dulu di Sunda terutama di suku Baduy Banten juga begitu (kata ewe menjadi kata yang lumrah/biasa), kata ewe digunakan untuk perempuan yang telah memiliki suami," ungkap praktisi budaya Sunda sekaligus tenaga pengajar di SMAN Jatinangor, Sumedang, Ari Andriansyah.

"Jadi pasangan suami-istri kalau di Baduy mah disebutnya ewe salaki. Perempuannya disebut ewe, sementara suaminya disebut salaki," ujar Ari.

Namun, entah sejak kapan dan apa penyebabnya, kata ewe pada akhirnya menjelma jadi kata yang diartikan berhubungan badan. Sehingga 'kesucian' kata ewebenar bergeser dan menjelma jadi negatif.

Salah kaprah ini terus-menerus terwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya. Bahkan, kata ewe juga tak hanya dikenal di kalangan orang Sunda, tapi juga nasional.

Sementara selain kata ewe, ada banyak kosakata unik yang masih lestari. Bahkan, pada perkembangannya, ada kosakata bahasa Sunda yang hanya dipakai di daerah tertentu.

Di Ciamis misalnya, ada kata kodol yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah tumpul. Kata kodol jarang dipakai di daerah lain. Secara umum, orang Sunda lebih banyak menyebut tumpul dengan kata mintul.

Contoh lain keunikan dan kekayaan Sunda adalah kata menit. Jika merujuk pada bahasa Indonesia, menit adalah satuan yang menggambarkan 60 detik. Namun di Kuningan, kata menit bergeser maknanya.

Di Kuningan, kata menit berarti pusing atau sakit kepala. Sama seperti kata kodol, kata menit juga jarang dipahami, bahkan sering disalahartikan oleh mereka yang bukan orang Kuningan.

Tak hanya Kosakata Sunda, ada juga kosakata yang perpaduan dari bahasa Sunda dan Jawa. Ini biasanya berkembang di Pantura atau kawasan perbatasan, misalnya Cirebon dan Indramayu.

Mari menjelajah keunikan kosakata unik yang ada di Jawa Barat!

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

(orb/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads