Warga Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu, Jabar, menyebut istrinya dengan panggilan 'ewe'. Kata ewe, di daerah lainnya bermakna beda dengan yang ada di Lelea. Percakapan antarwarga Lelea yang membicarakan istrinya tentu akan sulit diterima bagi orang Sunda di daerah lain.
Perbedaan kata ewe di Indramayu dan daerah lainnya itu memang kerap mengundang kesalahpahaman. Hal itu pernah terjadi saat rombongan dari Lelea bertemu warga Bandung. Warga Lelea kala itu ada agenda berangkat ke Bandung. Awalnya obrolan mengalir begitu saja, termasuk para rombongan pria.
Ketika obrolan para pria menyebut 'ewe' soal istrinya. Pria Lela merasa seperti biasa. Namun, pria Bandung tampak kaget dan bingung dengan ucapan warga Lelea. Menurut Anggi Suprayogi (27) warga Tamansari, Kecamatan Lelea, yang menjadi saksi perbincangan itu menyebut, warga Lelea kala itu mengucapkan kalimat 'ewe inya diewe aing' (Istri kamu bersama istri saya).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kuwu di sini kan istrinya orang Bandung. Nah orang sini ada yang ngobrol sama orang Bandung, dan berkata ewe inya di ewe aing (istri kamu bersama istri saya). Orang Bandung kebingungan," kata Anggi belum lama ini.
Lelea memang disebut unik. Kecamatan yang menjunjung adat dan tradisi. Warga Lelea menyebut bahasa Sunda yang dipakai sehari-hari merupakan Sunda Kuno atau dikenal buhun. Sehingga tak heran, jika terdapat perbedaan di beberapa kosakata maupun logat dengan Bahasa Sunda di wilayah Jabar lainnya.
"Ya emang begitu, kalau nyebut istri tuh ya pakai ewe," kata Agus Suprayogi.
Hal senada juga ditegaskan Raidi, Kepala Desa Lelea menjelaskan, bahwa kata ewe memang lazim digunakan untuk menyebut istri. "Memang kata ewe ya artinya istri," kata Raidi.
Dijelaskan Raidi, bahwa sebutan bagi perempuan biasanya menggunakan kata Wewe. Dengan tambahan suku kata lainya yang akan menunjuk pada jenjang usia.
"Biasanya Wewe Kolot yang artinya perempuan tua. Ada juga Wewe Ngora atau perempuan muda dan Wewe Leutik untuk perempuan yang kecil," jelas Raidi.
Namun sebutan bagi perempuan kecil atau gadis yang belum menikah saat tradisi Ngarot. Dimana, anak perempuan bukan disebut Wewe Leutik melainkan dengan sebutan Cuene.
"Kalau wewe itu untuk sebutan sehari-hari. Sedangkan Cuene biasanya dipakai saat Ngarot. Sebenarnya sama aja," jelasnya.
Seperti diulas sebelumnya bahwa Bahasa Sunda yang digunakan warga sekitar Kecamatan Lelea itu sudah ada sejak tahun 1600-an silam. Dan Bahasa Sunda tersebut tergolong otentik atau bahasa kuno yang kerap disebut bahasa Buhun.
(sud/yum)