Sebagai wilayah pantai, Pangandaran tersohor akan kelapanya sejak era penjajahan. Kelapa Kopra, kala itu jadi primadona.
Kopra merupakan daging dari kelapa yang dikeringkan dan bisa menjadi baku untuk pembuatan minyak kelapa. Namun di balik masa keemasan kopra era penjajahan Jepang, ada cerita sadis yang terjadi.
Kisah mengenaskan itu terjadi kepada kepala desa di Pangandaran, tepatnya Kepala Desa Sidamulih, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran. Kala itu, sang kades memperjuangkan rakyatnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kekejaman yang dilakukan tentara Jepang itu terjadi tahun 1948. Bahkan, cerita kesadisan tersebut dimuat dalam koran bertajuk 'Getjoelikt Relaas van een door Jappen ontvoerde Copra Handelaar', koran berbahasa Belanda 'De Locomotief: Samarangsch Handels-en advertentie blad' yang terbit tanggal 27 Juli 1948.
Dilihat detikJabar pada Sabtu (18/2/2023), dalam surat kabar tersebut diceritakan soal penculikan pengusaha kopra di Pangandaran. Koran tersebut juga memuat cerita tragisnya tentara Jepang saat memutilasi Kades Sidamulih.
![]() |
Namun dalam koran tersebut tidak disebutkan nama kades Sidamulih yang tewas mengenaskan karena membela para pengusaha kopra Pangandaran.
Diceritakan jurnalis koran De Lecomotief menyebutkan jika awal mula penculikan pengusaha kopra dipicu karena adanya penolakan transaksi jual beli dengan tentara Jepang. Ia menuliskan jika perusahaan kopra mereka anti Jepang.
Awal mula penculikan terjadi pada tahun 1948, sewaktu keadaan Indonesia terjadi pemberontakan PKI wilayah Madiun. Pengusaha Kopra yang diculik merupakan 3 pria dan 1 wanita di antaranya merupakan pemilik pengusaha kopra di wilayah Sidamulih.
Saat itu penjajah Jepang tengah mengalami krisis bahan baku minyak goreng. Sementara kopra salah satu bahan baku yang menghasilkan minyak cukup melimpah.
Penolakan para pengusaha Kopra di Pangandaran membuat para penjajah marah. Bahkan warga tak bersalah yang sedang meronda ikut menjadi korban. Pada momen tersebut kebutuhan logistik tentara Jepang (Kempeitei) yang sembunyi di wilayah Langkaplancar mengalami krisis kebutuhan pokok.
Diculiknya pengusaha kopra supaya tentara Jepang mendapatkan distribusi kelapa kopra yang siap digunakan untuk minyak kelapa atau sawit.
Baca juga: Kepingan yang Hilang dari Inggit Garnasih |
Di saat itu diceritakan Kades Sidamulih menghalangi tentara Jepang dalam penculikan pengusaha kopra di Pangandaran. Kades tersebut bahkan berujung tewas.
Kesaksian para tawanan menyampaikan kepada jurnalis De Locomotief jika mereka berusaha diselamatkan kuwu atau kades dengan melakukan perlawanan.
Namun nahas, Kades tewas mengenaskan dengan cara dipenggal di sebuah wilayah di Bantarkalong, Pangandaran.
"Aku melihat jelas tubuh kepala desa dimutilasi dengan tega oleh mereka tentara Jepang," kata para tawanan kepada jurnalis De Locomotifef.
Kekejaman aksi mutilasi Kepala Desa Sidamulih dilakukan menggunakan samurai dan disiksa secara tak wajar. Kemudian para tentara Jepang itu membawa Kades ke sebuah tempat. Sampai saat ini tidak ada yang mengetahui keberadaan mayat Kades tersebut.
Para tawanan pengusaha kopra dibawa ke sebuah kamp di wilayah Langkaplancar untuk dilakukan integorasi. Jurnalis De Locomotief menuliskan, betapa hancurnya hati mereka yang diculik mengaku stres dan beranggapan sudah pasti tewas di tangan tentara.
Ketegangan terjadi saat para tahanan mengalami depresi bahkan sesekali teriak-teriak menanti waktu kapan dimutilasi. Sementara para tentara Jepang melakukan kekerasan terhadap para tahanan karena keterbatasan bahasa dan tidak menjawab pertanyaan para Kempeitei.
Selain itu, para tawanan dibawa ke suatu tempat dengan diperlakukan yang sama dengan tawanan lainnya oleh Kempeitei Jepang. Konon lokasi penahanan itu berada di sebuah kampung kampung Legok Pitjoeng (Legok Picung).
Empat hari berlalu para tawanan mulai resah terutama pemilik pengusaha kopra yang khawatir terhadap keluarganya. Para tawanan mulai kelaparan karena Jepang tidak memberikan hal yang layak pada mereka sehingga mereka pasrah dan tidak berharap apapun selain siap mati.
Baca juga: Menelisik Asal-usul Nama Tasikmalaya |
40 tentara yang menjaga para tawanan ternyata di hari kelima kabur tanpa sebab. Para tawanan menceritakan kaburnya penjaga tidak beralasan apapun.
"Kami hanya dijaga oleh 3 orang penjaga terakhir pasca hilangnya para penjaga dengan berlarian," sebut salah satu tawanan kepada jurnalis De Locomitef.
Sebuah keajaiban muncul setelah 6 jam berlalu penjaga kabur tanpa sebab. Ketiga tentara Jepang membuka pintu tawanan dengan bahasa Melayu yang terbata-bata, mereka pun dibolehkan kabur ke rumahnya masing-masing.
Pulangnya para tawanan Jepang
Tepat 9 Juli 1948 koran harian De Locomotief mengabarkan bebasnya para tawanan diantara lain 4 pengusaha kopra dan 1 warga yang sedang meronda.
Kepulangan mereka disambut baik para tawanan. Namun mereka kebingungan karena tidak tahu tepatnya lokasi keberadaan mereka. Lalu para tawanan menanyakan kepada warga setempat dan ditunjukan arahnya walaupun berjalan kaki puluhan kilometer.
Satu pesan para tawanan menyampaikan kepada jurnalis De Locomotief, jika para tawanan mendengar kalimat terakhir sebelum tentara Jepang melepaskan mereka 'Pergilah dan cari jalanmu sendiri'.
Lantas semua warga Sidamulih terkejut dengan kepulangan para tawanan, karena mereka beranggapan sudah di eksekusi mati. Namun sekelompok keluarga justru berduka cita saat mengetahui keluarga kepala Desa Sidamulih tewas mengenaskan.
(dir/dir)