Boboko dan Nyiru Menolak Punah di Tengah Modernisasi

Boboko dan Nyiru Menolak Punah di Tengah Modernisasi

Ikbal Selamet - detikJabar
Minggu, 12 Feb 2023 06:30 WIB
Warga Desa Sukasirna Kecamatan Campakamulya Cianjur memproduksi kerajinan tangan untuk peralatan dapur berupa boboko, aseupan hingga nyiru
Warga Desa Sukasirna Kecamatan Campakamulya Cianjur memproduksi kerajinan tangan untuk peralatan dapur berupa boboko, aseupan hingga nyiru (Foto: Ikbal Selamet/detikJabar).
Cianjur -

Boboko, aseupan, hingga nyiru merupakan kerajinan tangan berbahan bambu yang kerap digunakan untuk memproses beras menjadi nasi. Meskipun era sudah bergeser menuju lebih modern, alat-alat tradisional itu menolak punah, bahkan kini lebih banyak diminati.

Sekadar diketahui, nyiru atau nampan bambu merupakan alat untuk mengayak padi yang sudah ditumbuk atau digiling, bertujuan memisahkan bulir beras dengan ampas kulitnya.

Sementara itu, aseupan merupakan alat tradisional dari bambu untuk memasak nasi. Alat ini menjadi wadah beras yang dimasak menjadi nasi. Biasanya alat ini disimpan di dalam seeng atau dandang yang disimpan di atas tumpu api.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selanjutnya, boboko atau bakul merupakan tempat menyimpan nasi yang sudah matang. Bahkan di restoran tradisional pun kerap menyajikan nasi dengan boboko sebagai wadahnya.

Dede (54), perajin sekaligus pengepul boboko dan nyiru mengatakan, meskipun merupakan alat tradisional, penjualannya malah meningkat setiap tahunnya.

ADVERTISEMENT

"Meski sudah eranya modern, tapi peminat boboko, nyiru, aseupan, dan kerajinan tangan untuk peralatan dapur ini masih diminati," kata dia belum lama ini.

Warga Desa Sukasirna Kecamatan Campakamulya Cianjur memproduksi kerajinan tangan untuk peralatan dapur berupa boboko, aseupan hingga nyiruWarga Desa Sukasirna Kecamatan Campakamulya Cianjur memproduksi kerajinan tangan untuk peralatan dapur berupa boboko, aseupan hingga nyiru Foto: Ikbal Slamet

Bahkan, Dede mengungkapkan dirinya kewalahan memenuhi kebutuhan pasar. Setiap pekannya dia bisa menjual lebih kurang 50 kodi boboko, nyiru, hingga aseupan.

"Kalau saya kirim langsung ludes dibeli distributor di pasar induk Cianjur, Bandung, hingga Bogor. Jadi 50 kodi itu masih kurang. Permintaannya bahkan sampai 70 kodi lebih, tapi perajin di Desa Sukasari ini baru sanggup produksi 50 kodi sepekan," ungkap Dede.

Dia menuturkan permintaan pasar tidak hanya untuk boboko hingga nyiru dengan ukuran sedang atau besar, tetapi ada juga permintaan khusus boboko berukuran kecil.

"Biasanya kalau yang ukuran kecil ini untuk restoran atau rumah makan. Banyak juga yang pesan. Itu produksi khusus, tergantung pesanan," kata Dede.

"Jadi Boboko, nyiru, dan aseupan ini tidak akan punah, meski sekarang sudah eranya modern. Karena nasi yang dimasak secara tradisional dan disimpan di boboko itu lebih nikmat, dibandingkan yang disimpan di ricecooker," tambahnya.

Di sisi lain, Sekdes Sukasirna Kecamatan Campakamulya Sobarna mengatakan, saat ini tercatat ada sekitar 300 orang di desanya yang menjadi perajin boboko hingga nyiru.

"Di sini banyak, dan Alhamdulillah masih bertahan secara turun-temurun karena permintaan pasarnya juga masih ada, bahkan mengalami peningkatan. Jadi mereka membuat kerajinan tangan di sela waktu luang usai dari sawah. Ini jadi penghasilan tambahan warga. Kami juga berencana untuk terus mengembangkan produksi ini, sebagai ikon dari desa," kata dia.

(mso/mso)


Hide Ads