Eksistensi Paraji yang Menolak Punah di Bandung

Eksistensi Paraji yang Menolak Punah di Bandung

Rifat Alhamidi - detikJabar
Sabtu, 27 Jul 2024 07:30 WIB
Ilustrasi Dukun Bayi
Ilustrasi (Foto: Edi Wahyono/detikcom).
Bandung -

Proses persalinan kini tak bisa dilakukan secara sembarangan. Harus ada tenaga medis profesional seperti dokter kandungan ataupun bidan, supaya kelahiran sang buah hati berjalan dengan lancar.

Pemerintah Indonesia pun sudah mengeluarkan regulasi yang ketat untuk melindungi ibu dan sang buah hati dalam proses persalinannya. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran saat itu dibuat, lalu dikuatkan oleh Permenkes Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Pelayanan Kontrasepsi, dan Pelayanan Kesehatan Seksual.

Melalui regulasi tersebut, peran dukun beranak atau dalam istilah masyarakat Sunda disebut paraji perlahan tersingkirkan. Padahal, jauh sebelum Indonesia menerapkan modernisasi di dunia kesehatan, parajin kerap diandalkan saat proses persalinan terutama bagi kalangan masyarakat tradisional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak ayal, di zaman sekarang, keberadaan paraji sudah sulit untuk ditemui. Di wilayah pedesaan, terutama di Jawa Barat (Jabar), paraji mungkin masih jadi andalan masyarakat setempat. Tapi di wilayah perkotaan, perannya kini sudah tergantikan oleh dokter kandungan ataupun bidan.

Namun rupanya, profesi yang sekarang sepertinya mulai tersingkirkan ini masih tetap ada yang melestarikan. Namanya Acih Lasmini (64), seorang wanita yang sudah menekuni profesi paraji selama 24 tahun lamanya di perbatasan Kota dan Kabupaten Bandung, Jabar.

ADVERTISEMENT

Saat ditemui detikJabar belum lama ini di rumahnya di wilayah Ciburial, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Mak Acih, begitu ia akrab disapa, menceritakan lika-likunya menjadi paraji. Ia pun masih ingat, sudah 24 lamanya Mak Acih menjalani profesi ini.

"Sekarang sudah 24 tahun jadi paraji. Jadi emang turun temurun, dari uyut (nenek), ke pun biang (ibu) terus ke saya," katanya.

Jauh sebelum seperti sekarang, Mak Acih mengaku pernah menangani langsung persalinan ibu hamil. Berbekal ilmu dan pengetahuan sederhana dari orang tuanya, ia pun bisa cekatan dalam menolong seorang ibu hamil yang hendak melahirkan.

Namun, kondisinya sekarang berbeda. Berdasarkan regulasi yang ada, peran paraji seperti Mak Acih tidak bisa lagi langsung menangani persalinan secara mandiri. Paraji kemudian perannya bergeser untuk membantu bidan dalam proses persalinan seorang ibu hamil yang hendak melahirkan.

Praktis, tanpa kehadiran bidan, Mak Acih tidak bisa sembarangan membantu seorang ibu hamil saat persalinan. Perannya pun lalu berubah paling mentok untuk memandikan bayi yang baru lahir, memijit badan sang ibu sebelum maupun sesudah melahirkan supaya tak tegang, serta mengubur plasenta atau ari-ari bayi.

Meski demikian, Mak Acih tak tak pernah keberatan. Justru bagi wanita yang sudah menjalankan ibadah ke Tanah Suci ini, kehadiran bidan malah membuat mendapatkan ilmu tambahan tentang proses persalinan di dunia modern seperti sekarang.

"Dengan bidan itu Alhamdulillah, emak dapat ilmu baru. Sampai sekarang dengan bidan juga jadi deket. Malahan bangga, emak yang sekolahnya enggak tinggi, dapat ilmu gimana caranya persalinan dari bidan, alhamdulillah," ucap Mak Acih sembari melemparkan senyumnya.

Mak Acih, paraji atau dukun beranak yang masih eksis di Bandung.Mak Acih, paraji atau dukun beranak yang masih eksis di Bandung (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar).

Kehadiran paraji saat ini memang sudah terpinggirkan. Mak Acih pun masih ingat satu persatu koleganya, kecuali yang sudah meninggal dunia, akhirnya mundur dan tak melanjutkan lagi pekerjaan ini.

Namun menariknya, data Badan Pusat Statistik Jabar memperlihatkan gambaran berbeda. Meskipun tak banyak, paraji ternyata masih tetap menjadi andalan bagi warga di Tanah Pasundan untuk menjalani proses persalinan. Tapi tetap, paraji harus dalam pendampingan bidan ketika persalinan itu dilakukan.

Dalam data bertajuk Jawa Barat Dalam Angka misalnya. Dari jumlah kelahiran bayi sebanyak 982.671 pada 2023, wanita yang berumur 15-49 tahun yang pernah melahirkan ternyata menggunakan jasa paraji sebanyak 7,48 persen dalam persalinan.

Setahun sebelumnya, tepatnya pada 2022, dari 830.131 kelahiran bayi, wanita yang pernah melahirkan menggunakan jasa paraji sebanyak 6,43 persen. Sedangkan pada 2021, dari 883.570 kelahiran bayi, wanita yang pernah melahirkan menggunakan jasa paraji sebanyak 6,64 persen.

Ternyata, peran paraji itu masih ada di Kota Bandung maupun di Kabupaten Bandung. Pada data yang sama, wanita yang melahirkan menggunakan jasa paraji pada 2023 di Kota Bandung sebanyak 1,36 persen, sedangkan di Kabupaten Bandung mencapai 7,09 persen.

Sementara, pada 2022, jasa paraji gunakan wanita yang melahirkan di Kota Bandung mencapai 1,01 persen dan di Kabupaten Bandung 6,41 persen. Kemudian pada 2021, jasa paraji gunakan wanita yang melahirkan di Kota Bandung sebanyak 1,3 persen dan di Kabupaten Bandung 5,76 persen.

"Sebelumnya mah banyak emak paraji teh, sekarang mah udah enggak ada. Yang masih ada juga udah pada sepuh. Di kabupaten (Bandung) bahkan udah enggak ada, enggak tahu kalau di kota," ujar Mak Acih.

Menutup perbincangannya, Mak Acih mengaku tak pernah mematok tarif kepada ibu hamil yang ingin dibantu olehnya. Ia justru akan menerima berapa pun imbalan yang diberikan, tapi tak memaksakan harus ada bayaran atas jasa yang Mak Acih sediakan.

"Nggak, emak mah enggak narif. Seberapa dikasihnya, silakan, seikhlasnya. Mau itu dari bidan, atau dari pasien, sedikasihnya aja. Karena pesen dari ibu, orang kan ada yang punya, ada yang enggak kondisi ekonominya, itu pesennya. Sedikit juga enggak yang penting barokah," tutup Mak Acih mengakhiri perbincangan dengan detikJabar.




(ral/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads