Puter Kayun, Ritual Kuno Banyuwangi Menolak Punah

Puter Kayun, Ritual Kuno Banyuwangi Menolak Punah

Eka Rimawati - detikJatim
Rabu, 09 Apr 2025 17:30 WIB
Ritual Puter kayun adalah salah satu ritual yang masih tetap dijalankan di Banyuwangi
Ritual Puter Kayun di Banyuwangi (Foto: Istimewa)
Banyuwangi -

Banyuwangi, menyimpan berbagai ritual adat yang masih digenggam erat masyarakatnya. Ritual Puter kayun adalah salah satu ritual yang masih tetap dijalankan di tengah degradasi budaya dan modernisasi, menolak punah.

Warga Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri, Banyuwangi tetap menjaga ritual kuno yang selalu dijalankan setiap tanggal 10 Syawal. Tampak seekor kuda menarik andong dengan hiasan dua ekor ular naga berkepala gatut kaca yang menjadi simbol kewibawaan dan kedigdayaan.

Seorang tokoh masyarakat didampingi seorang putri cantik duduk dengan anggun di pelana. Ritual ini dijalankan oleh masyarakat adat Boyolangu untuk menepati janji warga kepada para leluhur yang telah berjasa membuka jalan di kawasan utara Banyuwangi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam ritual ini, puluhan warga napak tilas dengan menempuh perjalanan dari Dusun Boyolangu hingga Watu Dodol sejauh 17,8 Km. Andong atau dokar menjadi simbol ritual adat yang wajib ada, di tahun-tahun sebelumnya andong bisa mencapai belasan. Namun, tahun ini hanya dua buah andong yang digunakan.

Ketua Adat Boyolangu Slamet Darmadi mengatakan, meski jumlah dokar terus berkurang hal itu tidak menganggu kekhidmatan prosesi ritual. Dokar hanyalah simbol sebab dulunya masyarakat Boyolangu banyak bekerja sebagai kusir.

ADVERTISEMENT

"Di Boyolangu dokarnya hanya tinggal 2 saja. Menurunnya jumlah dokar ini dikarenakan hampir punahnya profesi kusir di sini," terang Slamet, Rabu (9/4/2025).

Selain faktor minimnya jumlah dokar, minimnya biaya juga menjadi penyebab keberadaan dokar yang kian menyusut dalam ritual sakral tersebut.

Puter Kayun, Ritual kuno Banyuwangi Menolak PunahPuter Kayun di Banyuwangi/ Foto: Istimewa

"Di tahun 2023 itu sampai 17 dokar. Karena anggarannya minim jadi saat ini seadanya. Satu dokar itu harga sewanya Rp 750 ribu. Penyelenggaraan tahun ini anggarannya minim sehingga diputuskan tidak menyewa dari luar. Kita maksimalkan yang ada," tegasnya.

Tak mengurangi kekhidmatan ritual, ratusan warga berbondong-bondong mengiringi perjalanan dokar dengan mengendarai motor dan mobil.

"Meski begitu masyarakat tetap antusias dan khidmat menjalani ritual ini. Karena esensinya bukan berada pada dokar tapi napak tilasnya," terang Slamet.

Slamet menjelaskan ritual puter kayun merupakan tradisi napak tilas Masyarakat Boyolangu dengan cara beramai- ramai dari Kelurahan Boyolangu menuju Watudodol untuk menggelar selamatan.

Tradisi ini digelar setahun sekali tepatnya hari ke-10 bulan Syawal. Namun sejak 4 hari sebelumnya digelar rangkaian acara seperti khotmil Quran, selamatan kampung, ziarah makam leluhur, pawai budaya dan diakhiri dengan napak tilas atau Puter Kayun.

Napak tilas ini, kata Slamet, bertujuan untuk mengenang leluhur setempat yakni Buyut Jakso atau yang dikenal Ki Martojoyo yang disebut berjasa dalam membuka akses jalan Banyuwangi Utara.

"Puter Kayun ini merupakan puncak dari rangkain tradisi itu. Ini merupakan sebagai wujud rasa syukur masyarakat Boyolangu kepada Allah SWT atas rizki dan kesehatan yang diberikan selama ini serta mengenang jasa para leluhur," tegasnya.

Bagi Slamet, hal utama adalah menjaga kisah turun temurun sehingga generasi selanjutnya tidak melupakan jasa leluhur yang telah berikhtiar membuka jalan utara sehingga saat ini Banyuwangi memiliki akses jalan dari arah Situbondo dan sebaliknya. Hal itu pula yang turut memberi jalan ekonomi bagi masyarakat Banyuwangi hingga hari ini.




(erm/fat)


Hide Ads