Di sudut Jalan Pagarsih yang ramai dengan lalu lalang kendaraan, terdengar suara tambur yang bergema dari sebuah rumah sederhana. Di sanalah Agus Hendrik Priyatna menghabiskan sebagian besar waktunya, melatih anak-anak dan remaja memainkan seni barongsai.
Bagi Agus, barongsai bukan sekadar hiburan, tetapi warisan budaya yang harus dijaga marwahnya di tengah gempuran modernisasi dan kemajuan teknologi.
Menjadi pemilik klub Barongsai Long Wang Indonesia, Agus dengan penuh kesabaran melatih anak-anak untuk ikut melestarikan budaya Tionghoa tersebut. Tapi bukan hal mudah bagi Agus dalam mempertahankan klub barongsainya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat berbincang dengan detikJabar, Minggu (19/1/2025), Agus mengungkap kesulitan dalam mempertahankan klub barongsai adalah regenerasi. Sebab saat ini semakin sedikit anak-anak yang tertarik pada barongsai.
"Terus terang sekarang ini untuk generasi penerus di kebudayaan barongsai sudah mulai menurun," kata Agus yang juga merupakan Ketua Persatuan Liong Barongsai Seluruh Indonesia (PLBSI) Jawa Barat.
Agus mengungkap tantangan terbesar datang dari perubahan zaman, di mana anak-anak lebih tertarik pada gawai dan hiburan modern. Belum lagi, banyak orang tua yang skeptis dengan kebudayaan barongsai.
Hal itu membuat Agus sulit mencari regenerasi pemain barongsai. Karenanya, pemain barongsai mayoritas adalah orang-orang lama.
"Sulit untuk sekarang sulit dan di Jabar memang ada beberapa (klub) yang punya pemainnya masih usia belia. Selainnya ya itu yang sudah bekerja, yang senior-senior, untuk regenerasi di Bandung dan Jabar sulit," jelasnya.
Kini, tim barongsai binaan Agus terdiri dari lebih dari 30 anak-anak dan remaja. Mereka datang dari berbagai latar belakang, tanpa memandang etnis atau agama. Agus menegaskan, selain budaya, barongsai adalah olahraga.
Diketahui, barongsai telah diakui sebagai cabang olahraga oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) pada 2013 lalu. Bahkan di 2024 kemarin, barongsai untuk pertama kalinya dipertandingkan di ajang PON XXI Aceh-Sumut.
"Sebetulnya di sini Barongsai itu sudah masuk olahraga, sudah disahkan. Saya menekankan ke anak didik bahwa kita tidak boleh memandang ras, agama ataupun suku, kita harus berpegang teguh pada semboyan kita Bhinneka Tunggal Ika," tegas Agus.
"Upaya itu terus saya galakkan agar tertanam di anak-anak. Jangan sampai ada anggapan anak ini suku ini, dia suku itu, saya gak mau, semua sama," tandasnya.
(bba/orb)