Sejarah Mahkota Binokasih Peninggalan Kerajaan Sumedang Larang

Sejarah Mahkota Binokasih Peninggalan Kerajaan Sumedang Larang

Nur Azis - detikJabar
Sabtu, 02 Jul 2022 19:00 WIB
Mahkota Binokasih.
Mahkota Binokasih. (Foto: Nur Azis/detikJabar)
Sumedang -

Dua pusaka peninggalan Kerajaan Sumedang Larang tersimpan di dalam Gedung Pusaka, Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang. Pusaka itu yakni Mahkota Binokasih dan mahkota permaisuri atau siger.

Informasi yang didapat detikJabar dari petugas museum, kedua mahkota tersebut merupakan peninggalan Kerajaan Sumedang Larang pada masa Prabu Geusan Ulun. Kedua mahkota tersebut berlapiskan emas.

Selain mahkota, pernak-pernik peninggalan lainnya pun tersimpan di sana, di antaranya ikat pinggang dan jepitan rambut. Semua tersimpan dalam sebuah tempat kedap udara yang dinamakan sukup.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dilansir dari Sejarah Kerajaan Sumedang Larang, Jurnal Patanjala Vol. 3, No. 1, pp. 161-166 (Euis Thresnawaty S, 2011), dipaparkan Mahkota Binokasih merupakan simbol kebesaran bagi kerajaan Sunda Padjadjaran sebelum runtuh saat terlibat peperangan dengan Kerajaan Banten pada ahun 1501 Saka atau 8 Mei 1579.

Dalam peperangan itu, Kerajaan Banten yang langsung dipimpin Maulana Hasanudin bersama putra mahkotanya, Pangeran Maulana Yusuf, mengalahkan Kerajaan Sunda Padjadjaran saat kerajaan dipimpin Raja Nilakendra.

ADVERTISEMENT

Namun, Kerajaan Sunda Padjadjaran ternyata belum sepenuhnya runtuh dan masih bertahan hingga 12 tahun lamanya. Tahun 1579 yang menjadi puncak keruntuhannya.

Kerajaan Padjadjaran saat itu dipimpin Raga Mulya atau Prabu Suryakencana (1567-1579). Kerajaannya tidak berkedudukan di Pakuan Padjadjaran, namun lokasinya di Pulasari, Pandeglang, atau Kadu Hejo, Kecamatan Menes di lereng Pulasari.

Pakuan Padjadjaran yang dibiarkan kosong membuat sistem pemerintahan di sana menjadi tidak menentu. Hal itu menimbulkan perpecahan wilayah bagi kerajaan-kerajaan daerah, seperti Cirebon, Banten dan Sumedang. Peristiwa itu disebut sebagai peristiwa "Burak Padjadjaran".

Mahkota Binokasih.Mahkota Binokasih. Foto: Nur Azis/detikJabar

Kerajaan Sumedang Larang pun menjadi kerajaan yang berdaulat dimana saat itu dipimpin Nyi Mas Ratu Inten Dewata atau Ratu Pucuk Umun dan suaminya, Pangeran Santri.

Pasca kekuasaan Ratu Pucuk Umun, Kerajaan Sumedang Larang dilanjutkan Raden Angkawijaya yang baru. Kemudian ia mendapat gelar Prabu Geusan Ulun setelah diangkat menjadi Raja Sumedang Larang.

Runtuhnya Kerajaan Sunda Padjadjaran membuat Kerajaan Sumedang Larang otomatis menjadi pewaris tahta kekuasaan. Hal itu ditandai dengan diserahkannya atribut kebesaran Kerajaan Sunda Padjadjaran kepada Kerajaan Sumedang Larang, berupa Mahkota Binokasih.

Mahkota tersebut diserahkan dari Prabu Raga Mulya atau dikenal juga dengan sebutan Prabu Surya Kencana atau Prabu Nusya Mulya sebagai pemegang kekuasaan terakhir Kerajaan Padjadjaran dengan mengutus empat kandaga lante atau empat bersaudara mantan Senapati Kerajaan Sunda Padjadjaran.

Keempat kandaga lante tersebut di antaranya, Sang Hyang Hawu (Mbah Jaya Prakosa), Batara Dipati Wiradijaya (Mbah Nanganan), Sang Hyang Kondang Hapa, dan Batara Pancar Buana (Mbah Terong Peot). Mahkota Binokasih merupakan mahkota yang dikenakan raja-raja Padjadjara secara turun-temurun.

Nonoman Karaton Sumedang Larang (KSL) yang juga Ketua Pengurus Yayasan Nazhir Wakaf Pangeran Sumedang (YNWPS), Rd. Lucky Djohari Soemawilaga mengatakan Mahkota Binokasih yang kini tersimpan di museum Prabu Geusan Ulun merupakan simbol legitimasi bagi kerajaan Sunda.

Lucky melanjutkan, Mahkota Binokasih berasal dari Kerajaan Galuh yang dibuat pada masa Prabu Bunisora. Mahkota tersebut disematkan pertama kali kepada Prabu Wastu Kencana.

"Prabu Wastu Kencana adalah Putra Mahkota dari Prabu Lingga Buana yang gugur di Bubat," ungkap Lucky kepada detikJabar beberapa waktu lalu.

Lucky memaparkan Mahkota Binokasih disematkan secara turun temurun dari suksesi raja-raja di Tatar Sunda. Raja-raja tersebut mulai dari Kerajaan Galuh, Kerajaan Sunda, hingga Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda digabungkan menjadi satu kerajaan oleh Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi. Namanya menjadi Kerajaan Sunda Padjadjaran.

"Lalu kerajaan Sunda Padjadjaran ini dipindahkan pusat kerajaannnya ke Pakuan Padjadjaran Bogor dan pada tanggal 22 April 1578 atas perintah Raja Padjadjaran terakhir Prabu Seda Surya Kencana memerintahkan kepada Senapati Kerajaan Padjadjaran di antaranya Eyang Jaya Prakosa, Eyang Nanganan, Eyang Kondang Hapa dan Eyang Terong Peot dan Senopati lainnya untuk menyerahkan Mahkota Binokasih ini ke Sumedang Larang," terangnya.

Mahkota Binokasih.Mahkota Binokasih. Foto: Nur Azis/detikJabar

Lucky menjelaskan dengan diterimanya Mahkota Binokasih oleh Sumedang Larang kala itu, maka secara otomatis Sumedang Larang memiliki tanggung jawab besar sebagai pewaris kekuasaan Kerajaan Sunda Padjadjaran. Pertama dari sisi kekuasaan yang meliputi seluruh wilayah ditatar Sunda kecuali Kesultanan Cirebon, Kesultanan Banten dan Batavia.

"Maka ada konsekuensi yang diterima oleh Sumedang Larang juga karena Mahkota itu sebagai simbol legitimasi kekuasaan Sunda, maka Sumedang Larang menjadi penerus kerajaan Sunda terakhir secara makna luasnya," katanya.

Raden Angkawijaya yang diangkat menjadi Raja Sumedang Larang sekaligus penerima Mahkota Binokasih kemudian diberi gelar Prabu Geusan Ulun yang artinya Raja yang harus Diabdi atau makna luasnya adalah raja yang harus diabdi seluruh masyarakat di tatar priangan.

"Dengan adanya pendekatan sejarah ini dan Mahkota Binokasih sebagai simbol legitimasi kekuasaan Sunda tertinggi berada di Sumedang, maka Sumedang oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dideklarasikan sebagai Puseur Budaya Sunda pada tahun 2009," terangnya.

Lucky menambahkan, Keraton Sumedang Larang saat ini menjadi sentral dalam pelestarian dan pengembangan budaya. Keraton Sumedang Larang menjadi motor penggerak dalam mewujudkan daya saing daerah berbasis kebudayaan.

"Harapan kedepan bisa meningkatkan kemajuan budaya Sunda itu sendiri dan peningkatan sektor pariwisata dan ekonomi," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(ors/ors)


Hide Ads