Sejarah Kerajaan Kalingga: Pendiri, Raja, Letak, Peninggalan, hingga Keruntuhan

Sejarah Kerajaan Kalingga: Pendiri, Raja, Letak, Peninggalan, hingga Keruntuhan

Dian Utoro Aji, Ulvia Nur Azizah - detikJateng
Rabu, 13 Nov 2024 13:55 WIB
Peta Kerajaan Kalingga
Peta Kerajaan Kalingga. Foto: Gunawan Kartapranata/Wikimedia Commons
Solo -

Di pesisir utara Jawa tersembunyi jejak-jejak masa lalu yang menggambarkan kemegahan sebuah kerajaan yang pernah berjaya, yaitu Kerajaan Kalingga. Kerajaan ini konon menjadi salah satu pusat peradaban pada masa Hindu klasik di Indonesia. Sejarah Kerajaan Kalingga pun masih menjadi bahan penelitian sampai saat ini.

Meski tidak sepopuler kerajaan-kerajaan besar lainnya seperti Majapahit atau Sriwijaya, Kalingga memiliki peran penting dalam perkembangan peradaban di Nusantara. Dengan pengaruh budaya Hindu yang kuat, kerajaan ini dikenal akan kejayaannya yang dicapai di bawah kepemimpinan seorang ratu yang legendaris.

Ingin tahu sejarah Kerajaan Kalingga secara mendalam, detikers? Mari simak penjelasan lengkap yang dihimpun detikJateng dari buku Ensiklopedia Sejarah Lengkap Indonesia dari Era Klasik Sampai Kontemporer oleh Adi Sudirman, Sejarah SMA/MA Kelas XI-Bahasa oleh H Purwanta dkk, Ensiklopedia Sejarah Kerajaan Nusantara Seri I oleh Aloysius Fernandi, serta Genealogi kerajaan Islam di Jawa oleh Peri Mardiono berikut ini!

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pendirian Kerajaan Kalingga

Kerajaan Kalingga, yang juga dikenal dengan nama Ho-ling atau Holing, didirikan pada sekitar abad ke-5 Masehi. Berdasarkan catatan sejarah, kerajaan ini merupakan kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang pertama kali muncul di pantai utara Jawa Tengah. Meskipun tidak ditemukan bukti yang jelas mengenai pendiriannya, ada beberapa sumber yang menyebutkan bahwa pendirinya adalah Dapunta Syailendra, yang berasal dari dinasti Syailendra.

Kerajaan ini diyakini berdiri hampir bersamaan dengan berdirinya Kedatuan Sriwijaya, Kerajaan Sunda, dan Kerajaan Galuh pada abad ke-6 Masehi. Kerajaan Kalingga memiliki hubungan erat dengan China dan India, yang tercermin dari pengaruh budaya dan agama yang masuk ke wilayah tersebut.

ADVERTISEMENT

Daftar Raja Kalingga

Kerajaan Kalingga memiliki sejumlah raja yang memimpin sebelum akhirnya Ratu Shima mengambil alih tahta dan membawa kerajaan ini ke puncak kejayaannya. Raja pertama yang tercatat dalam sejarah adalah Prabu Wasumurti yang memerintah dari tahun 594 hingga 605 M.

Setelah kematiannya, tahta dilanjutkan oleh Prabu Wasugeni, yang memerintah hingga tahun 632 M. Selama periode ini, beberapa nama raja tercatat memimpin kerajaan, termasuk Prabu Wasudewa, Prabu Wasukawi, dan Prabu Kirathasingha.

Pada tahun 674 M, Ratu Shima, yang juga dikenal dengan nama Dewi Wasuwari, menggantikan suaminya, Prabu Kirathasingha, setelah beliau wafat. Ratu Shima dikenal sebagai pemimpin yang sangat tegas dan bijaksana, yang membawa Kalingga ke masa kejayaan.

Berikut adalah daftar raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Kalingga:

  • Prabu Wasumurti (594-605 M)
  • Prabu Wasugeni (605-632 M)
  • Prabu Wasudewa (632-652 M)
  • Prabu Kirathasingha (632-648 M)
  • Prabu Wasukawi (652 M)
  • Prabu Kartikeyasingha (648-674 M)
  • Ratu Shima (674-695 M)

Letak Kerajaan Kalingga

Letak Kerajaan Kalingga diperkirakan berada di sekitar wilayah pantai utara Jawa Tengah, tepatnya di sekitar Kabupaten Jepara. Kerajaan ini juga sering disebut dengan nama Holing, yang berasal dari sebutan dalam bahasa Tiongkok. Wilayah kekuasaan Kerajaan Kalingga diperkirakan membentang antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara.

Meskipun demikian, letak pastinya masih belum dapat dipastikan dengan akurat karena kurangnya bukti sejarah yang jelas. Namun, berdasarkan sumber-sumber asing, terutama dari Tiongkok, wilayah Kalingga dikenal memiliki hubungan kuat dengan para pendeta yang datang ke Nusantara pada masa itu. Hal ini juga menunjukkan pengaruh budaya dan agama yang signifikan dari China.

Masa Kejayaan Kerajaan Kalingga

Pada masa kejayaannya, Kerajaan Kalingga dipimpin oleh Ratu Shima pada tahun 674 M. Ratu Shima dikenal sebagai pemimpin yang sangat tegas, adil, dan bijaksana. Pemerintahannya didasarkan pada hukum yang ketat, dengan peraturan yang harus dipatuhi oleh semua rakyatnya tanpa terkecuali.

Salah satu peraturan yang terkenal adalah hukuman potong tangan bagi siapa saja yang mencuri. Bahkan, Ratu Shima terkenal karena keberaniannya dalam menegakkan hukum, meskipun harus menghukum putranya sendiri yang melanggar aturan. Selain itu, Kerajaan Kalingga juga dikenal memiliki lembaga pendidikan yang maju, dengan banyak pendeta dari luar negeri yang datang untuk belajar agama Buddha di kerajaan ini.

Pada masa pemerintahan Ratu Shima, kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya, dengan rakyat yang hidup makmur dan tenteram. Keberhasilan ini juga didukung oleh hubungan internasional yang baik dengan negara-negara seperti China dan India.

Kerajaan Kalingga Menghadapi Keruntuhan

Kerajaan Kalingga mulai mengalami kemunduran setelah wafatnya Ratu Shima pada tahun 695 M. Kepemimpinan yang semakin lemah dan persaingan dagang dengan Kerajaan Sriwijaya menjadi faktor utama keruntuhan kerajaan ini.

Pada masa kejayaannya, Kalingga menguasai jalur perdagangan di pesisir utara Jawa, tetapi Sriwijaya yang sedang berkembang ingin menguasai seluruh jaringan perdagangan di Nusantara. Hal ini menyebabkan konflik antara kedua kerajaan, dan Sriwijaya akhirnya menyerang Kalingga.

Serangan Sriwijaya semakin melemahkan Kerajaan Kalingga, yang akhirnya kehilangan kekuasaannya. Pada sekitar tahun 755-742 M, kerajaan ini pindah ke Jawa bagian timur dan perlahan mengalami kehancuran.

Peninggalan Kerajaan Kalingga

Keberadaan Kerajaan Kalingga dapat kita deteksi melalui berbagai peninggalan berikut ini.

1. Prasasti Tukmas

Prasasti Tukmas ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang, Jawa Tengah. Prasasti ini menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Pada prasasti ini, terdapat tulisan yang menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Aliran sungai yang keluar dari sumber air tersebut diibaratkan sama dengan Sungai Gangga di India.

Selain tulisan, prasasti ini juga dihiasi dengan gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra, dan bunga teratai. Semua lambang ini menggambarkan hubungan antara manusia dengan dewa-dewa Hindu. Hal ini menunjukkan pengaruh Hindu yang kuat dalam kerajaan Kalingga, meskipun ada juga pendapat yang menyebutkan pengaruh Buddha di kerajaan tersebut.

2. Prasasti Sojomerto

Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini menggunakan aksara Kawi dan bahasa Melayu Kuno serta diperkirakan berasal dari abad ke-7 Masehi. Bahan yang digunakan untuk membuat prasasti ini adalah batu Andesit dengan ukuran yang cukup besar. Prasasti ini berisi tentang keluarga dari tokoh utama, Dapunta, termasuk ayahnya, Santanu, ibunya, Bhadrawati, dan istrinya, Sampula.

Prasasti ini juga mencatatkan Dapunta Syailendra sebagai tokoh penting yang kemudian menjadi cikal bakal raja-raja keturunan Wangsa Syailendra di Kerajaan Mataram Kuno. Meskipun Prasasti Sojomerto lebih terkait dengan sejarah awal Wangsa Syailendra, keberadaannya memberikan informasi tentang hubungan dinasti-dinasti yang ada pada masa itu di wilayah Jawa Tengah.

3. Candi Angin

Candi Angin ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Candi ini terletak di daerah yang sangat tinggi dan dinilai unik karena tidak roboh meskipun diterpa angin kencang, sehingga disebut dengan Candi Angin. Beberapa ahli memperkirakan bahwa candi ini lebih tua dari Candi Borobudur, bahkan ada yang menduga bahwa candi ini dibangun pada masa purba, jauh sebelum pengaruh Hindu-Buddha hadir di wilayah tersebut.

Candi Angin memiliki ciri khas yang berbeda dengan candi-candi Hindu atau Buddha yang dikenal pada umumnya. Keberadaannya menunjukkan bahwa kawasan pantai utara Jawa Tengah pada masa itu sudah berkembang dan berhubungan erat dengan kebudayaan Hindu Siwaisme. Hal ini juga memberi gambaran bahwa kerajaan Kalingga memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan agama Hindu di wilayah tersebut.

4. Candi Bubrah

Sama seperti Candi Angin, Candi Bubrah juga ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, di dekat Candi Angin. Meskipun candi ini kini hanya tersisa reruntuhan dengan tinggi mencapai 2 meter, Candi Bubrah memiliki nilai sejarah yang penting. Candi ini merupakan bagian dari kompleks percandian di sekitar Prambanan, meskipun saat ditemukan hanya tersisa bagian-bagian candi yang sebagian besar sudah rusak.

Candi Bubrah dikenal dengan adanya arca Buddha meskipun bentuknya sudah tidak utuh lagi. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini pernah menjadi pusat agama Buddha pada masa tersebut. Penemuan candi ini memperkuat bukti bahwa Kerajaan Kalingga memiliki pengaruh dalam penyebaran agama Hindu dan Buddha di Jawa Tengah pada masa itu.

5. Situs Puncak Sanga Likur

Peninggalan terakhir Kalingga adalah Situs Puncak Sanga Likur yang terletak di puncak Gunung Muria, tepatnya di Puncak Rahtawu, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Di situs ini ditemukan empat arca batu yang masing-masing bernama Arca Batara Guru, Narada, Togog, dan Wisnu. Keberadaan arca-arca ini memperlihatkan pengaruh kuat agama Hindu di wilayah Kalingga pada masa tersebut, meskipun jalan menuju puncak sangat terjal dan sulit.

Selain arca, di kawasan Puncak Sanga Likur juga ditemukan enam tempat pemujaan yang diberi nama tokoh pewayangan. Penemuan ini menunjukkan bahwa di puncak gunung tersebut pernah menjadi tempat yang sakral dan digunakan untuk upacara keagamaan. Balai Arkeologi Yogyakarta juga menemukan Prasasti Rahtawun di kawasan ini pada tahun 1990, yang semakin memperkuat bukti bahwa Gunung Muria merupakan situs penting bagi kerajaan Kalingga.

Itulah tadi penjelasan lengkap mengenai sejarah Kerajaan Kalingga yang sempat berjaya di wilayah Jawa Tengah. Semoga bermanfaat!




(par/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads