Mengulas 7 Warisan Budaya Tak Benda Asal Cirebon: Empal Gentong-Azan Pitu

Mengulas 7 Warisan Budaya Tak Benda Asal Cirebon: Empal Gentong-Azan Pitu

Sudirman Wamad - detikJabar
Rabu, 16 Feb 2022 11:36 WIB
Masjid Agung Sang Cipta Rasa memiliki tradisi unik, yakni azan pitu saat salat Jumat. Sesuai namanya, azan pitu dikumandangkan serempak oleh tujuh muazin.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa memiliki tradisi unik, yakni 'azan pitu' saat salat Jumat. Sesuai namanya, azan pitu dikumandangkan serempak oleh tujuh muazin ((Foto: Sudirman Wamad))
Cirebon -

Pemprov Jawa Barat (Jabar) menetapkan daftar warisan budaya tak benda (WBTB) untuk tahun 2022. Sebanyak 37 warisan, mulai dari kesenian hingga upacara adat. Tujuh di antaranya berasal dari Cirebon.

Ketujuh WBTB yang berasal daei Cirebon itu adalah empal gentong, azan pitu atau azan tujuh, bubur suro, grebeg syawal atau garebek syawal, jamasan, maca babad, dan tari bedaya rimbe. Berikut ulasan ringkas tentang ketujuh WBTB asal Cirebon.

1. Empal Gentong

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Empal Gentong Paling Terkenal Nikmat di CirebonEmpal Gentong Paling Terkenal Nikmat di Cirebon Foto: Instagram

Empal gentong merupakan makanan khas Cirebon. Tak sulit untuk menemukan makanan khas yang berbahan dasar daging sapi atau kerbau ini. Dikutip dari laman disbudpar.cirebonkota.go.id, sejarah empal gentong bermula di Desa Battembat, Kecamatan Tengahtani, dan Desa Panembahan, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Jabar. Kisahnya bermula dari dua peternak kerbau dari dua desa itu. Jumlah kerbaunya sangat banyak pada periode 1950-an.

Singkatnya, daging kerbau yang melimpah membuat wanita di perkampungan itu berkreasi dalam menyajikan masakan. Sekitar 1957, terciptalah empal gentong. Daging kerbau yang dimasak, kemudian disimpan dalam gentong. Selang dua puluh tahunan, Desa Battembat berkembang hingga berdirinya tempat penjagalan. Hingga kini, penjagalan sapi masih aktif.

ADVERTISEMENT

Seiring dengan perkembangan zaman, empal gentong pun terus bertransformasi. Pada tahun 1980-an, daging yang digunakan semula dari kerbau diganti dengan sapi. Sebab, pemilik kerbau dalam jumlah banyak sudah tidak ada lagi. Sementara itu daging sapi digunakan karena daging sapi mudah didapat. Kondisi ini dikarenakan sapi bisa didatangkan dari daerah lain. Kini empal gentong menjadi makanan khas yang wajib dinikmati para pelancong saat berkunjung di Cirebon.

2. Azan Pitu

Masjid Agung Sang Cipta Rasa memiliki tradisi unik, yakni 'azan pitu' saat salat Jumat. Sesuai namanya, azan pitu dikumandangkan serempak oleh tujuh muazin.Masjid Agung Sang Cipta Rasa memiliki tradisi unik, yakni 'azan pitu' saat salat Jumat. Sesuai namanya, azan pitu dikumandangkan serempak oleh tujuh muazin. Foto: Sudirman Wamad

Azan pitu atau azan tujuh merupakan identitas Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. Sesuai namanya. azan pitu adalah tujuh muazin yang mengumandangkan azan sebelum salat. Saat ini, hanya di waktu salat Jumat tradisi azan pitu dilakukan.

detikcom pernah berbincang dengan seorang muzin azan pitu. azan pitu merupakan tradisi yang ada karena ikhtiar masyarakat Cirebon demi mendapatkan kesembuhan saat wabah penyakit menyerang. Tradisi ini ada sejak zaman Sunan Gunung Jati.

Saat itu Menjangan Wulu, seorang yang sakti mandraguna menebar racun di Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Muazin selalu terserang. Waktu itu hanya menggunakan satu muazin. Hingga akhirnya, disepakati menggunakan tujuh muazin untuk melawan racun.

Singkatnya, Menjangan Wulu geram karena banyak masyarakat Cirebon yang memeluk Islam. Menjangan Wulu. Menjangan Wulu geram melihat Masjid Agung Sang Cipta Rasa 'diserbu' masyarakat yang ingin beribadah.

Setelah azan dikumandang, terdengar suara ledakan yang kencang dari atap masjid. "Ledakan itu dari racun yang dibuat Menjangan Wulu. Akhirnya azan pitu terus dilanjutkan setiap salat lima waktu," kata kata Moh Ismail salah seorang pengurus DKM Masjid Agung Sang Cipta dan muazin beberapa waktu lalu.

Setelah serangan wabah penyakit yang ditimbulkan dari racun Menjangan Wulu tak lagi terjadi setiap salat lima waktu. Nyi Mas Pakung Wati menginstruksikan agar azan pitu dikumandangkan hanya saat salat Jumat.

3. Bubur Suro

5 Fakta Menarik Bubur Suro untuk Merayakan Tahun Baru Islam Bubur Suro untuk Merayakan Tahun Baru Islam Foto: detikcom

Bubur Suro adalah makanan khas untuk upacara syukuran atau selamatan. Upacara ini dilakukan setiap bulan Suro atau Muharam. Pembuatan bubur suro ini dilakukan di Bangsal Paseban Keraton Kanoman Cirebon.

Dikutip dari disbudpar.cirebonkota.go.id, bahan pokok bubur suro merupakan hasil bumi, seperti kacang-kacangan, umbi-umbian, kelapa, dan buah-buahan. Bahan pokok ini berasal dari masyarakat yang memberikannya secara sukarela.

Bubur suro terdiri dari bubur beras, santen kelapa, dan lauk-pauk. Lauk pauk tersebut di antaranya sambel goreng, dendeng daging sapi suwir, dendeng daging ayam suwir, ikan asin jambal asep, ikan asin ebi, oso (serundeng kuning), Kacang tanah goreng, buah delima pretel, buah jeruk gede suwir, daun kemangi, dan lain-lain. Untuk penyajian, bubur suro ditempatkan di takir (wadah yang terbuat dari daun klutuk berbentuk seperti perahu).

4. Grebeg Syawal

Tradisi Grebeg Syawal Keraton Kanoman CirebonTradisi Grebeg Syawal Keraton Kanoman Cirebon Foto: Sudirman Wamad

Tradisi grebeg syawal atau garebek syawal rutin digelar setiap tahun di kompleks pemakaman Sunan Gunung Jati, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon. Garebek syawal merupakan tradisi ziarah yang dilakukan keluarga keraton terhadap leluhurnya. Intinya, sultan dan keluarganya menggelar tahlilan dan doa bersama di ruangan pesarean Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung.

Sesuai menggelar tahlilan dan doa bersama, keluarga Keraton Kanoman Cirebon menggelar makan bersama di Pasanggrahan kompleks pemakaman Sunan Gunung Jati. Setelah itu, keluarga keraton bersedekah melalui surak atau saweran uang koin ke masyarakat atau peziarah lain.

Pangeran Kumisi Keraton Kanoman Cirebon Pangeran Besus Nugraha mengatakan garebek syawal merupakan pengingat kematian dan silahturahmi keluarga. "Kita tidak lupa dengan leluhur. Tradisi ini jangan sampai hilang karena perkembangan zaman. Tahun ini memang membatasi keluarga yang ingin ikut," kata Besus.

Besus juga menjelaskan tentang makna saweran atau sedekah yang dilakukan keluarga keraton. "Saweran itu simbol kesejahteraan keraton untuk masyarakat. Saling berbagi, bersedekah. Tradisi ini sudah dilakukan sejak zaman Sultan Kanoman I," kata Besus.

5. Jamasan

Jamasan Gerbong Maleman, Cara Kesultanan Cirebon Sambut Lailatul QadarJamasan Gerbong Maleman, Cara Kesultanan Cirebon Sambut Lailatul Qadar Foto: Istimewa

Jamasan Gerbong Maleman adalah tradisi tahunan yang dilakukan Kesultanan Kasepuhan saat menyambut lailatulkadar. Tradisi ini bagian dari persiapan saji maleman di komplek pemakaman Sunan Gunung Jati di Desa Astana, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon. Maleman berasal dari bahasa Jawa yang artinya malam. Saji maleman tradisi yang dilakukan pada malam ganjil, tepatnya pada 10 hari terakhir ramadan.

Keraton Kasepuhan Cirebon rutin menggelar tradisi ini. Pihak keluarga keraton akan menyalakan lilin, delepak dan ukup di makam Sunan Gunung Jati, hingga makam Sultan Sepuh.

Perlengkapan yang digunakan untuk saji maleman, di antaranya gerbong atau peti yang terbuat dari kayu, guci, mangkok keramik dan botol. Gerbong berfungsi sebagai pengangkut perlengkapan. Sementara itu, guci dan mangkok keramik usianya ratusan tahun.

6. Babad Cirebon atau Maca Babad

Tradisi maca babad atau babad Cirebon digelar setiap tahun. Tepatnya setiap 1 Muharam, bulan pertama tahun Hijriah. Tanggal 1 Muharam jauga ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Cirebon.

Tradisi pembacaan Babad Cirebon digelar di Bangsal Witana Keraton Kanoman Cirebon, pendopo atau bangunan yang menjadi tanda berdirinya Cirebon.

Sultan Kanoman XII Pangeran Raja Muhamad Emirudin melalui Jubir Kesultanan Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi Nurtina mengatakan pembacaan Babad Cirebon sebagai pengingat sejarah tentang berdirinya Cirebon. Arimbi menceritakan tentang perjalanan panjang berdirinya Cirebon pada abad ke-15. Pada abad tersebut, Cirebon masih menjadi bagian Kerajaan Pakuwan Pajajaran.

Saat itu wilayah Cirebon masih menjadi bagian Kerajaan Pakuwan Pajajaran. Pelabuhan Muara Jati yang saat ini menjadi bagian dari wilayah Gunung Jati Cirebon merupakan titik penyebaran Islam. Syahbandar Pelabuhan Muara Jati saat itu adalah Ki Gedeng Tapa.

Kesultanan Kanoman memperingati hari jadi Cirebon dengan ritual pembacaan Babad CirebonKesultanan Kanoman memperingati hari jadi Cirebon dengan ritual pembacaan Babad Cirebon Foto: Sudirman Wamad/detikcom

Ki Gedeng Tapa menyepekati aktivitas syiar Islam yang dilakukan Syekh Idofi Mahdi atau Syekh Nurjati. Singkat cerita, Syekh Nurjati menunjuk muridnya yakni Pangeran Walangsungsang untuk membabad alas tanah kebon pesisir, saat ini masuk dalam wilayah Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.

"Itu termasuk wilayah Keraton Kanoman. Babad alas tanah pesisir itu terjadi pada 1 Suro atau 1 Muharam. Babad alas tanah pesisir inilah yang mengawali lahirnya Cirebon. Titik nol-nya berada di bangunan Witana, yang memiliki makna tanah pembuka," kata Arimbi.

7. Tari Bedaya Rimbe

Bedaya Rimbe merupakan sebuah tarian kenegaraan dari kesultanan Kanoman Cirebon. Dikutip dari berbagai sumber, tarian ini kaya akan dakwah Islam dan mengadopsi berbagai perspektif Sunda dalam gerakannya.

Koreografinya merupakan Sultan Kanoman, yakni Sultan Kanoman VIII Pangeran Raja Adipati (PRA) Dzoelkarnaen. Hingga kini tari bedaya rimbe masih rutin dipentaskan saat acara-acara resmi.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Ramadhan Tiba, Bubur Suro Kembali Disajikan di Masjid Astana Sunan Bonang"
[Gambas:Video 20detik]
(sud/yum)


Hide Ads