Sebagai Kota Pahlawan, Surabaya tak hanya terkenal karena sejarah perjuangannya, tetapi juga karena kekayaan budaya yang khas. Beberapa bahkan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Warisan ini mencerminkan kekayaan sejarah, kreativitas, dan kearifan lokal masyarakat Kota Pahlawan. Mulai dari seni pertunjukan, kuliner legendaris, hingga tradisi pernikahan unik, semuanya menjadi identitas budaya yang masih dilestarikan hingga kini.
Warisan Budaya Tak Benda Asal Surabaya
Surabaya memiliki sejumlah warisan budaya tak benda yang telah diakui secara nasional. Berikut daftar Warisan Budaya Tak Benda asal Jawa Timur yang dirangkum dari berbagai sumber.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Ludruk (Ditetapkan WBTB pada 2014)
Ludruk merupakan seni pertunjukan teater tradisional khas Jawa Timur, dan Surabaya menjadi salah satu pusat perkembangannya. Pementasan Ludruk biasanya dibawakan oleh pemain laki-laki yang memerankan semua tokoh, termasuk perempuan. Ceritanya banyak mengangkat isu kehidupan sehari-hari dan kritik sosial dengan bahasa khas Suroboyoan yang jenaka.
Ciri khas Ludruk Surabaya adalah pembukaannya yang diawali dengan TariRemo ataubeskalan putri. Menurut Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI, Ludruk telah menjadi media komunikasi rakyat sejak masa kolonial dan terus eksis berkat komunitas-komunitas seni yang aktif menggelar pertunjukan.
![]() |
2. Rujak Cingur (Ditetapkan WBTB pada 2021)
Rujak cingur adalah kuliner khas Surabaya yang terbuat dari campuran irisan buah, sayuran, tahu, tempe, lontong, dan potongan cingur (bagian mulut sapi) yang disiram dengan saus petis dan bumbu kacang.
Makanan ini diyakini sudah dikenal sejak tahun 1938 dan hingga kini masih digemari warga lokal maupun wisatawan. Penetapan rujakcingur sebagaiWBTB menunjukkan bahwa kuliner juga menjadi bagian penting dari identitas budaya.
![]() |
3. Pecel Semanggi (Ditetapkan WBTB pada 2022)
Pecel Semanggi adalah sajian tradisional berbahan utama daun semanggi, sayuran rebus, dan siraman saus kental dari ketela rambat dan kacang tanah. Makanan ini telah eksis sejak tahun 1950-an dan umumnya dijual oleh ibu-ibu penjual keliling dengan tenggok di kepala.
Proses pembuatannya membutuhkan waktu sekitar 3-4 jam. Pecel Semanggi bukan hanya kuliner, tetapi juga menjadi simbol ketahanan pangan lokal karena memanfaatkan tanaman gulma yang diolah menjadi makanan bernilai ekonomi.
![]() |
4. Manten Pegon (Ditetapkan WBTB pada 2023)
Manten Pegon adalah tradisi pernikahan masyarakat Surabaya yang menggabungkan berbagai unsur budaya: Jawa, Arab, Eropa, dan Tionghoa. Tradisi ini muncul pada abad ke-19 sebagai cerminan pluralitas kota pelabuhan seperti Surabaya.
Dalam prosesi Manten Pegon, pengantin perempuan mengenakan busana panjang dan sanggul ala Eropa, sementara pengantin pria mengenakan jubah dan serban, menunjukkan pengaruh budaya Arab. Ritual ini mencerminkan harmonisasi budaya dalam kehidupan masyarakat Kota Pahlawan.
5. Tari Ngremo Surabayan (Ditetapkan WBTB pada 2023)
Tari Ngremo Surabayan merupakan varian dari Tari Remo dengan gaya khas Surabaya yang dikembangkan oleh maestro tari Munali Fatah sejak tahun 1938. Gerakan tari ini dinamis dan penuh ekspresi, sering dipentaskan sebagai tari pembuka dalam pertunjukan Ludruk atau acara adat.
Menurut Direktorat Pelindungan Kebudayaan, gaya Surabayan memiliki karakter gerak yang lebih ekspresif dan keras dibanding gaya lainnya, mencerminkan jiwa arek Suroboyo yang berani dan lugas.
![]() |
(irb/irb)