Senja Kala Kerajinan Tenun Gedogan Khas Indramayu

Senja Kala Kerajinan Tenun Gedogan Khas Indramayu

Sudedi Rasmadi - detikJabar
Rabu, 02 Agu 2023 10:00 WIB
Sunarih salah satu perajin yang masih eksis memproduksi kain tenun gedogan
Sunarih salah satu perajin yang masih eksis memproduksi kain tenun gedogan (Foto: Sudedi Rasmadi/detikJabar)
Indramayu -

Tenun merupakan salah satu tradisi yang sudah ada sejak lama di Indonesia. Beragam motif dan teknik menenun berbeda dilahirkan dari penenun di berbagai daerah. Diantaranya di Kabupaten Indramayu.

Siang itu, suasana asri sangat terasa di permukiman warga yang berada di Desa Juntinkebon, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu. Terik matahari di musim kemarau ini tidak menghalangi aktivitas masyarakat yang mayoritas sebagai petani dan nelayan.

Di tengah heningnya suasana, terdengar jelas suara benturan benda dari balik tirai bambu di teras rumah. Ternyata suara 'dog-dog-dog' itu dihasilkan dari alat tenun yang sedang dioperasikan Sunarih (69). Konon, suara khas proses menenun kain itu dulu terdengar sangat ramai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Iya dulunya rame, sekarang paling tinggal 3 orang aja," kata Sunarih, Selasa (1/8/2023).

Duduk sambil selonjoran kaki menghadap alat tenun jadi salah satu aktivitas rutin Sunarih sejak masih remaja. Warisan tradisi ini sudah ada dari dulu. Seperti terlihat pada alat tenun yang digunakan Sunarih yang sudah lapuk.

ADVERTISEMENT
Sunarih salah satu perajin yang masih eksis memproduksi kain tenun gedoganSunarih salah satu perajin yang masih eksis memproduksi kain tenun gedogan Foto: Sudedi Rasmadi/detikJabar

Diwariskan dari orang tuanya dulu, Sunarih pun bisa membuat beragam jenis kain tenun gedogan. Mulai dari tapih, sewet, sampai selendang atau selempang.

Kala itu, kain tenun gedogan ini banyak digunakan warga terutama kaum perempuan untuk aktivitas sehari-hari. Ukuran kain yang memanjang memudahkan warga untuk menggendong ceting, mengikat perut pascalahiran hingga untuk menutup jenazah.

"Ukurannya sekitar dua sampai 3 meter, lebarnya paling seukuran jumlah sisir maksimal 50 sentimeter. Dulu kan banyak yang pakai kain ini," ujar Sunarih.

Selain untuk menghindari rasa malas, menenun kain bagi Sunarih juga bisa menambah uang jajannya. Hingga saat ini, kain tenun gedogan buatan Sunarih masih banyak diminati.

Namun seiring berjalan waktu, minat menjadi perajin tenun gedogan sangat minim. Sehingga tak heran, hanya beberapa orang tua eksis mempertahankan tradisi tersebut.

Di usianya kini, Sunarih tidak lagi mampu memproduksi lebih banyak. Untuk satu lembar kain, Sunarih membutuhkan waktu tiga sampai empat hari. Kecuali untuk pesanan.

"Ya dari pagi jam 7 sampai jam 9. Kalau ada pesanan aja kerjanya dipercepat. Tapi, harus seneng (mood) biar hasilnya bagus," ujarnya.

Dalam sebulan, Sunarih bisa menjual sekitar 4 lembar kain. Mayoritas pembeli atau pemesan dari luar daerah, bahkan sempat dari luar negeri.

"Selembar kain harganya sekitar Rp400 ribu. Pernah ada yang dari luar negeri juga ke sini beli kain," katanya.

(yum/yum)


Hide Ads