Minyak Makan Merah berbasis koperasi sedang dikembangkan pemerintah Indonesia. Minyak ini diharapkan jadi alternatif minyak goreng yang selama ini banyak digunakan masyarakat.
Minyak Makan Merah ini memiliki keunggulan dibanding minyak goreng (migor). Minyak Makan Merah disebut lebih sehat. Alasannya, minyak ini tidak melewati proses bleaching alias pemutihan. Sehingga kandungan vitamin A pada minyak ini tidak hilang.
Tak hanya itu, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan Minyak Makan Merah bakal lebih murah dibanding minyak goreng yang beredar saat ini. Alasannya proses pembuatannya lebih efisien.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Minyak Makan Merah sangat sehat dan juga karena diproduksinya lebih efisien insyaAllah bisa lebih murah," kata Teten di Gedung Sarinah, Jakarta Pusat, dikutip dari detikFinance, Senin (15/8/2022).
Teten memastikan produk Minyak Makan Merah akan diserap oleh pasar. Rencananya, piloting pengembangannya ditargetkan terealisasi Januari 2023.
"Sekarang para petani sawit senang karena mereka tidak lagi hanya menjual TBS-nya, tapi bisa mendapatkan niliai tambah dari mengolah sawitnya menjadi Minyak Makan Merah dan itu bisa didistribusikan ke masyarakat," tuturnya.
Sementara untuk memperkuat penyerapan oleh pasar, telah dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) tentang Kerja Sama Kemitraan Dalam Rangka Inovasi Teknologi Pengolahan Minyak Makan Merah antara Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Dinas Koperasi dan UKM Sumatera Utara (Diskopsu), Koperasi Produsen Sawit dan Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo).
Tujuan MoU itu untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dengan melakukan kemitraan, pemberian pendampingan dan konsultasi kelembagaan, inovasi teknologi dan produk, digitalisasi, kewirausahaan dan kepastian pemasaran atas hasil produk Minyak Makan Merah ke depannya.
"Teknologi produksi minyak makan merah ini sudah ada, petaninya sudah mau, pembiayaan pun sudah oke, bisnis modelnya sudah ada. Sekarang ini kepastian pasarnya. Perkembangannya Agustus DED (Detail Engineering Design) selesai, produksi mulai jalan, Januari 2023 KickOff," jelas Teten.
Minyak Makan Merah tak hanya untuk menggoreng. Simak di halaman selanjutnya.
Di Indonesia, dari 14,59 juta hektare luas perkebunan sawit, 6,04 juta hektar atau 41% dikelola oleh petani swadaya dan dari total produksi sebanyak 44,8 juta ton, 35% di antaranya atau 15,68 juta ton adalah hasil dari sawit rakyat.
Sebagai Functional Food, Minyak Makan Merah ini tidak hanya untuk menggoreng. Minyak Makan Merah bisa dikonsumsi sebagai minyak makan, suplemen atau emulsi anti-stunting, dan kosmetik alami.
Sementara itu, sebagai informasi, ekosistem usaha pengembangan Minyak Makan Merah dilakukan koperasi dengan kerja sama dan kolaborasi multipihak yang meliputi petani swadaya terkonsolidasi dalam wadah koperasi. Koperasi berperan sebagai aggregator sekaligus offtaker pertama hasil sawit rakyat (tandan buah segar/TBS) dengan Harga Pokok Produksi (HPP) terbaik.
KemenkopUKM melakukan pendampingan kelembagaan dan proses bisnis koperasi, pembiayaan modal kerja bagi Petani Sawit anggota Koperasi melalui KUR oleh Himbara, pembiayaan modal kerja bagi Koperasi untuk membeli TBS dari petani (offtaker pertama) oleh LPDB-KUKM.
"Sementara koperasi yang mengelola Pabrik CPO dan Pabrik Minyak Makan Merah, di mana pembiayaannya akan didukung oleh pembiayan modal investasi (mesin) oleh BPDPKS dan pembiayan modal kerja bagi Koperasi oleh LPDB-KUKM," terangnya.
Pabrik Minyak Makan Merah terdiri dari 12 komponen mesin dengan kandungan lokal (TKDN) 70%, dengan kebutuhan pembiayaan yaitu Rp 8,142 miliar untuk kapasitas 10 ton per hari, sedangkan untuk Pabrik CPO membutuhkan biaya Rp 15 miliar untuk kapasitas 50 ton perhari (5 ton per Jam).
"Diproyeksikan koperasi akan mendapat profit per hari sebesar Rp 17.813.000 atau Rp 5.343.900.000 per tahun dengan Payback Periode 4 tahun dan 3 bulan," sebutnya.