Resah Mahfud, Anaknya Dihantui Hukuman Mati di Arab Saudi

Resah Mahfud, Anaknya Dihantui Hukuman Mati di Arab Saudi

Irvan Maulana - detikJabar
Senin, 10 Mar 2025 11:30 WIB
Susanti, PMI asal Karawang yang terancam hukuman mati
Susanti, PMI asal Karawang yang terancam hukuman mati (Foto: Istimewa)
Karawang -

Susanti tengah dihantui ajal. Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Karawang tersebut divonis hukuman mati usai diduga membunuh anak majikannya di Arab Saudi.

Susanti pergi ke Arab Saudi pada tahun 2008. Di sana, dia bekerja sebagai asisten rumah tangga di kediaman majikan bernama Obaikd Al Otobi di Dawadimi, Riyadh.

Dalam perjalanannya, Susanti tertuduh membunuh anak majikannya bernama Khalid pada 20 November 2009. Proses hukum ditangani kepolisian Dawadimi dan Pengadilan Riyadh. Dalam prosesnya, Susanti divonis hukuman mati.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pemerintah sudah berupaya melakukan berbagai langkah untuk membebaskan anak saya. Salah satu upaya yang telah dilakukan dengan mengirimkan surat permohonan maaf dari Presiden Joko Widodo kepada keluarga korban, waktu itu," kata Mahfud ayah korban, saat dihubungi detikJabar, Minggu (9/3/2025).

Upaya pemerintah itu berbuah hasil. Dengan negosiasi, dan penundaan waktu hukuman mati dan pembayaran Diyat atau pembayaran harta yang dibayarkan oleh pelaku pembunuhan atau penganiayaan kepada korban atau keluarga korban sebagai bentuk permintaan maaf.

ADVERTISEMENT

"Hasil upaya dan surat dari Presiden itu, keluarga korban meminta dibayar Diyat sebesar SAR 2,7 juta atau senilai Rp120 miliar sebagai syarat pembebasan hukuman mati. Selain itu upaya pemerintah juga memberi waktu dengan penundaan hukuman mati menjadi 9 April 2025," kata dia.

Setelah itu, kata Mahfud, pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Riyadh, juga berkali-kali melakukan negosiasi dengan keluarga korban. Namun keluarga korban masih bersikeras dengan tuntutan diyat senilai Rp120 miliar.

"Pihak KBRI katanya sering melakukan negosiasi kepada keluarga korban agar memberikan pengampunan kepada anak saya, tapi pihak sana tetap bersikeras meminta uang sebesar Rp120 miliar jika ingin anak saya bebas," imbuhnya.

Mahfud mengatakan kini pemerintah baru berhasil mengumpulkan dana sekitar Rp2,7 miliar sebagai upaya untuk membayarkan diyat kepada keluarga korban. Namun jumlahnya masih jauh dari cukup.

"Upaya pengumpulan uang untuk membayar diyat sudah dilakukan, tapi baru mencapai Rp2,7 miliar, ini masih jauh dari cukup. Makanya saya mohon kepada pemerintah Kabupaten Karawang, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan bapak Presiden agar memperhatikan nasib anak saya, karena 9 April semakin dekat," ucap Mahfud.

Hingga saat ini, Mahfud masih belum memiliki optimisme anaknya bisa bebas dari hukuman mati. Sebab jumlah uanh yang dibutuhkan untuk mebayar diyat masih jauh dari cukup.

"Kami ingin pemerintah, dermawan, siapapun membantu kami untuk menyelamatkan anak kami," ujar dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Karawang, Rosmalia Dewi menuturkan, nasib Susanti sepenuhnya kewenangan kepada pemerintah pusat.

"Upaya membantu Susanti dari ancaman hukuman mati itu sudah menjadi bagian penyelesaian antar negara, ini kewenangan pemerintah pusat," kata Ros.

Kendati demikian, Ros mengaku, Kepala Dinas sebelumnya juga telah melakukan upaya melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang memberangkatkan Susanti. Sebab, kala itu, PJTKI diduga telah melakukan pemalsuan identitas Susanti.

"Walaupun penanganan kasus itu kini sedang ditangani pusat, kami selalu koordinasi ke pemerintah pusat dalam penyelesaian kasus yang menimpa Susanti di Arab Saudi. Bahkan, kepala dinas sebelumnya juga intens berkoordinasi dengan PJTKI karena diduga juga telah melakukan pelanggaran dengan pemalsuan identitas Susanti," imbuhnya.

Susanti yang telah divonis hukuman mati secara had pada tahun 2011 itu, telah hidup belasan tahun di dalam sel Kepolisian Dawadimi. Dia menanti keajaiban agar bisa pulang dan menghirup udara segar di kampung halaman.




(dir/dir)


Hide Ads