"Kondisi di sini (Lembang), seperti dilihat itu mendung dan hujan. Kalau seperti ini, kans untuk hilal bisa kita lihat kecil sekali. Bulannya tipis, hanya 2 dari 1.000 bagian yang tersinari matahari, ditambah kondisinya buruk," kata Agus Triono P J, peneliti Observatorium Bosscha saat ditemui, Jumat (28/2/2025).
Kendati demikian, Agus mengatakan pengamatan hilal awal Ramadan oleh peneliti menggunakan tiga teleskop bakal tetap dilaksanakan sampai matahari terbenam di pukul 18.29 WIB.
"Sampai bulan terbenam sekitar pukul 18.29 WIB, kami akan terus melakukan pengamatan. Setelah itu, baru kita yakin dapat atau enggak hilalnya," kata Agus.
Dari kriteria Mabims yang dipedomani oleh Kementerian Agama RI, ketinggian hilal mesti di atas 3 derajat. Kemudian sudut elongasi minimal 6,4 derajat. Kondisi tersebut salah satunya sudah terpenuhi berdasarkan pengamatan di Observatorium Bosscha.
"Dari ketinggian tidak masalah, karena sebagian besar wilayah di Indonesia termasuk di Lembang sudah memenuhi kriteria. Hanya dari elongasi itu belum, karena elongasi paling minim 6,4 derajat itu dia ada di sekitaran Aceh," kata Agus.
"Sementara di sebelah timurnya Aceh, di bawah kriteria semua. Sehingga itu yang mungkin itu akan menimbulkan potensi perbedaan bagaimana kita mengawali 1 Ramadan nanti," imbuhnya.
Apapun hasil pengamatan nanti, kata Agus, akan dilaporkan ke Kementerian Agama untuk dijadikan sebagai salah satu rujukan penentuan hilal 1 Ramadan 1446 Hijriah pada sidang Isbat.
"Apapun hasil pengamatan di (Observatorium) Bosscha hari ini akan kita laporkan ke kementerian untuk dijadikan rujukan sidang isbat. Kami di Bosscha bukan penentu 1 Ramadan, tapi kami hanya 1 titik pengamatan yang menyediakan data. Nanti data itu akan diolah dan didiskusikan di sidang isbat. Nah keputusannya (awal Ramadan) bersumber dari sidang Isbat," tutur Agus. (sud/sud)