Regenerasi Melambat, Banyak Pemuda Tasik Ogah Jadi Petani

Regenerasi Petani di Priangan Timur

Regenerasi Melambat, Banyak Pemuda Tasik Ogah Jadi Petani

Deden Rahadian - detikJabar
Minggu, 12 Jan 2025 12:30 WIB
Ilustrasi Petani
Ilustrasi Petani. Foto: Kemenkeu
Tasikmalaya -

Minat kaum muda di Kabupaten Tasikmalaya menjadi petani semakin menurun. Saat ini mayoritas petani di Tasikmalaya berusia 50 tahun ke atas.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Desember tahun 2023, petani milenial yang berumur 19 sampai 39 tahun di Indonesia hanya 21,93 persen. Tercatat hanya 6,18 juta petani muda yang berkecimpung di sektor pertanian. Padahal, jumlah penduduk Indonesia di atas 200 juta orang.

Sementara itu, di Kabupaten Tasikmalaya, jumlah petani milenial hanya 3.400 orang, usianya berkisar dari 19-49 tahun. Jumlah ini hanya 17 persen dari total petani yang ada di Tasikmalaya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami akui bahwa minat kaum milenial di sektor pertanian di Kabupaten Tasikmalaya menurun. Kami sedih dan tersentuh ketika melihat kenyataan ini," kata Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Tasikmalaya, Tatang Wahyudin pada detikjabar, Rabu (8/1/25).

"Petani muda hanya 3.400 orang saja, angkanya kurang dari 17 persen dari jumlah petani keseluruhan. Angka ini sangat kecil dibanding jumlah penduduk Kabupaten Tasikmalaya yang mencapai 1,9 juta jiwa," kata Tatang Wahyudin.

ADVERTISEMENT

Ironisnya lagi, untuk saat ini di Kabupaten Tasikmalaya belum lahir petani milenial yang bergerai di bidang ketahanan pangan. Mayoritas petani milenial ini bergerak di bidang perkebunan kopi, sayuran serta peternakan.

"Saya sayangkan nggak ada petani muda yang bergerak di ketahanan pangan. Jadi sejauh ini baru yang sukses itu di bidang perkebunan kopi, peternakan sampai sayuran," kata Tatang Wahyudin.

Kepastian harga bisa menjadi faktor kaum muda, gen Z atau milenial terjun menjadi petani. Sebab, mereka memiliki gambara keuntungan.

"Yang saya lihat faktor utama menurunnya minat petani milenial itu belum adanya kepastian harga pangan. Mereka merasa bahwa pertanian tidak banyak menjanjikan dari segi ekonomi. Padahal kan kalau ditekuni dengan baik bisa menghasilkan," kata Tatang Wahyudin.

Selain itu, faktor risiko gagal panen, kurangnya permodalan, minimnya penggunaan teknologi hingga minimnya stimulan jika gagal panen turut mengurangi minat kaum milenial menjadi petani. Belum lagi, era sekarang ini banyak kaum muda yang memilih meninggalkan desa untuk bekerja di sektor industri.

"Ada faktor lain juga kaya ketakutan gagal panen, sampai minimnya penggunaan teknologi pertanian turut andil menurunkan minat petani dari kaum muda," tambah Tatang Wahyudin

Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya berupaya menarik minat petani milenial dengan berbagai cara, seperti edukasi, bantuan permodalan, melibatkan kaum milenial dalam kelompok tani, serta pemanfaatan teknologi mulai diterapkan. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya berupaya memohonkan keringanan terhadap perbankan untuk petani yang memiliki kredit jika alami gagal panen.

Tatang menyebut sejumlah petani milenial di Kabupaten Tasikmalaya meraih kesuksesan secara finansial. Petani kopi di Kecamatan Pageurageung, peternak itik di Rajapolah hingga petani sayuran di Cipatujah sudah merambah pasar ritel modern hingga perhotelan. Omzetnya mencapai puluhan juta per bulan.

"Bertani itu menjanjikan kok, banyak yang sukses. Omzet bulanannya menggiurkan, jauh dari penghasilan PNS atau sektor karyawan swasta. Ada yang bergerak di peternakan, perkebunan Kopi sampa sayuran yang masuk perhotelan juga," ucap Tatang Wahyudin.

Sementara itu, salah seorang pemuda Ibad mengaku tak pernah terbesit untuk bekerja di sektor pertanian. Ibad memiliki keinginan menjadi ASN dan pengusaha.

"Saya sendiri maunya jadi pengusaha atau jadi ASN. Kayaknya lebih menjanjikan jadi pengusaha atau yah kurang-kurangnya jadi ASN, terjamin kan. Tapi bukan berarti alergi juga kepertanian ya," ujar Ibad, kaum Muda di Kabupaten Tasikmalaya.

(sud/sud)


Hide Ads