Jabar Hari Ini: Mahasiswa ITB Tewas Usai Diduga Lompat dari Apartemen

Jabar Hari Ini: Mahasiswa ITB Tewas Usai Diduga Lompat dari Apartemen

Tim detikJabar - detikJabar
Selasa, 19 Nov 2024 22:00 WIB
Ilustrasi Bunuh Diri
Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Bandung -

Sejumlah peristiwa mewarnai pemberitaan di Jawa Barat (Jabar) hari ini, Selasa (19/11/2024). Mulai dari kematian seorang mahasiswa ITB usia diduga melompat dari apartemen, hingga kos-kosan di Bandung jadi home industri tembakau sintetis. Berikut rangkuman Jabar Hari Ini:

1. Mahasiswa ITB Tewas Usai Diduga Lompat Dari Apartemen

Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi kepada siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Bagi Anda pembaca yang merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.

Seorang pria berinisial JA (18) ditemukan meninggal dunia dengan posisi tergeletak di salah satu halaman apartemen yang berada di Desa Cikeruh, Kecamatan Jatinangor, Sumedang. Pemuda yang berstatus sebagai mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) diduga mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, polisi mendapat laporan mengenai kondisi korban pada Selasa (19/11/2024) sekitar pukul 06.30 WIB. Korban diduga bunuh diri dengan melompat dari lantai 27 apartemen tersebut.

Dari hasil pengecekan sementara CCTV, polisi mendapatkan gerak-gerik mencurigakan sebelum korban meninggal dunia. Korban terlihat mondar-mandir keluar masuk kamar dan diduga sedang mencari lokasi untuk terjun bebas dari apartemen.

ADVERTISEMENT

"Setelah kami melakukan pengecekan dari CCTV kelihatan kalau korban itu mondar-mandir dari koridor B ke koridor C, balik lagi ke kamarnya diduga sementara sih mencari tempat yang baik untuk melakukan niat bunuh dirinya itu," ucap Kapolsek Jatinangor Kompol Rogers Thomas.

Jenazah korban kemudian dievakuasi ke RS Sartika Asih Bandung. Dari hasil penyelidikan sementara, korban sudah menempati apartemen itu sejak September 2024 dan menemukan kunci kamar di saku celana serta kartu mahasiswa ITB milik korban.

Sementara itu, ITB mengkonfirmasi kasus ini. ITB menyampaikan belasungkawa atas kejadian tersebut.

"ITB berbelasungkawa yang sedalam-dalamnya atas berpulangnya salah satu mahasiswa kami, dari Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, angkatan 2024," kata Humas ITB Naomi dalam keterangan tertulis yang diterima detikJabar.

"Kejadian ini meninggalkan duka cita yang mendalam bagi seluruh komunitas ITB," tambahnya.

Dalam kejadian ini, ITB telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan manajemen apartemen, Jatinangor, Sumedang. Saat ini, jenazah telah dibawa ke Rumah Sakit Sartika Asih Bandung untuk dilakukan pemeriksaan medis.

"Tim dari ITB turut hadir dalam proses pemeriksaan medis tersebut dan akan membantu serta mendampingi pihak berwenang dan keluarga selama proses penyelidikan," ujarnya.

ITB menghormati privasi keluarga korban dan tidak akan mengungkapkan detail peristiwa ini lebih lanjut tanpa persetujuan dari pihak keluarga dan pihak berwenang. "Kami juga mengimbau kepada seluruh pihak, termasuk media, untuk menjaga sensitivitas dalam membahas peristiwa ini demi menghormati keluarga mendiang," pungkasnya.

2. Anak dan Ayah di Cirebon Dipertemukan Setelah 31 Tahun Berpisah

Sebuah pertemuan penuh haru terjadi di sebuah desa Keduanan, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada Juni 2024. Radi (82), seorang ayah yang telah terpisah dari anaknya selama 31 tahun, akhirnya bisa memeluk kembali putranya, Yanto yang kini dikenal sebagai Pastor Robertus Belarius Asianto.

Kisah ini bermula pada tahun 1976, saat Radi merantau ke Ruteng, Nusa Tenggara Timur (NTT), bersama dua orang temannya untuk bekerja sebagai nelayan. Di sana, ia menikahi seorang wanita bernama Asiah asal Mojokerto, Jawa Timur. Setelah beberapa tahun menikah mereka akhirnya dikaruniai seorang anak pada tahun 1984 bernama Yanto.

Namun, takdir memisahkan mereka. Ketika Yanto duduk di kelas 3 SD, Radi harus kembali ke Cirebon. Kesulitan finansial membuat Radi tidak mampu kembali ke Ruteng untuk mencari anaknya.

"Seingat saya saat itu Yanto kelas 3 SD, terus saya pisah sama ibunya dan saya pulang ke Cirebon. Mau cari Yanto juga saya enggak punya uang jadi ya saya enggak bisa balik lagi kesana (NTT)," kata Radi saat ditemui detikJabar di kediamannya, Selasa (19/11/2024).

Sebagai gantinya, ia menitipkan sebuah foto berukuran 10R kepada pemerintah desa di Ruteng. Foto itu dia titipkan dengan harapan suatu hari bisa sampai ke tangan Yanto.

"Kebetulan saya pernah nitipin foto saya ke teman saya yang jadi kepala desa di sana namanya Pak Frans. Saya nitip pesan ke Pak Frans kalau anak saya (Yanto) udah cukup besar kasihkan foto ini supaya ingat terus sama bapaknya," bebernya.

Puluhan tahun pun kemudian berlalu. Yanto, yang sudah tumbuh dewasa kini ternyata bertugas sebagai seorang pastor di Atambua, NTT, dan memutuskan untuk mencari ayahnya setelah menyelesaikan studi S2 di Salatiga.

"Saya baru pertama kali ke Cirebon. Semuanya terasa asing, saya juga sempatin mumpung saya di Jawa buat cari-cari ayah saya," ungkap Yanto.

Keputusan Yanto untuk memulai pencarian berbuah hasil tak terduga ketika ia menemukan akun Instagram bernama Aiptu Hadi, seorang polisi RW yang aktif di Desa Keduanan, Kecamatan Depok, Cirebon. Akun tersebut juga memuat kontak yang tersambung dengan Aiptu Hadi.

Setelah bisa tersambung, dengan bantuan Hadi, Yanto akhirnya bisa menemukan dan bertemu kembali dengan ayahnya. Momen tersebut menjadi puncak dari perjalanan panjang seorang anak yang rindu akan kehangatan keluarga.

Setelah keduanya bisa bertemu, Radi mengaku tak dapat menahan air matanya saat melihat putra yang lama hilang kini berdiri di hadapannya.

"Saya sangat senang dan bangga. Anak saya sudah menjadi seorang pastor dan berpendidikan tinggi," ujar Radi dengan mata berkaca-kaca.

Di sisi lain, Yanto merasa bersyukur atas dukungan Hadi dalam pencariannya. "Tanpa bantuan mas Hadi, mungkin saya akan menemui banyak kesulitan dan bisa saja pencarian ini tidak berhasil," katanya penuh syukur.

Kisah ini adalah bukti bahwa kasih keluarga tak mengenal batas waktu dan jarak. Meskipun terpisah lebih dari tiga dekade, pertemuan ini mengingatkan kita akan pentingnya harapan, keberanian, dan bantuan sesama dalam mengatasi rintangan.

Ia berharap kisahnya bisa menginspirasi orang lain untuk tidak pernah menyerah dalam mencari cinta dan hubungan keluarga yang telah hilang. "Pertemuan ini adalah mukjizat bagi saya," tutup Yanto.

Sementara, bagi Aiptu Hadi, pertemuan itu tak hanya penuh haru. Tetapi juga menjadi saksi betapa cinta seorang anak kepada ayahnya tak pernah luntur meski terpisah waktu dan jarak.

"Ketika mendengar cerita dari keduanya, banyak kesamaan yang menguatkan bahwa mereka benar ayah dan anak," ujarnya.

Bagi Hadi, kejadian ini bukan sekadar tugas. Ia merasa bangga bisa menjadi jembatan yang mempertemukan keluarga yang telah lama terpisah.

"Saya merasa pekerjaan saya benar-benar berarti untuk masyarakat. Ini bentuk kecil dari pengabdian saya," kata Hadi.

Langkah sederhana Hadi, seperti mencantumkan nomor HP di Instagram dan membuat stiker informasi yang ditempel di berbagai tempat, menjadi bukti bahwa inovasi kecil dapat membawa dampak besar. Bahkan dalam menjalankan tugas, ia menggunakan uang pribadi untuk mencetak stiker yang berisi nama dan nomor kontaknya, kemudian membagikannya ke warga.

"Tujuannya supaya masyarakat lebih mudah menghubungi saya jika membutuhkan bantuan. Alhamdulillah, hasilnya terasa nyata," kata Hadi.

Hadi berharap apa yang ia lakukan bisa menjadi jembatan untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian. "Saya ingin masyarakat percaya bahwa polisi itu ada untuk mereka. Tugas saya bukan hanya soal hukum, tetapi juga soal kemanusiaan," ujarnya.

Kapolresta Cirebon Kombes Sumarni mengapresiasi kepala Aiptu Hadi yang sudah berhasil mempertemukan ayah dan anak yang telah terpisah selama 3 dekade lebih. "Polisi RW yang dibentuk ini dalam rangka membantu memberika solusi untuk memecahkan permasalahan masyarakat di Kabupaten Cirebon," pungkasnya.

3. Truk Oleng Lalu Terperosok Jurang di Jalan Emplak Pangandaran

Mobil truk terperosok ke dalam jurang di Jalan emplak, Pangandaran. Insiden itu terjadi pada Selasa (19/11/2024) subuh pukul 04.30 WIB.

Informasi yang diterima detikJabar, truk terperosok itu diduga akibat sopir yang mengantuk. Tepatnya, kejadian ini terjadi di Jalan Raya Nasional Kalipucang-Pangandaran blok Putrapinggan Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran.

Kanit Gakkum Sat Lantas Polres Pangandaran, Ipda Dimas Aditama mengatakan, kecelakaan tunggal bermula saat truk sejenis Mitsubishi yang dikemudikan ARY (21) asal Tasikmalaya melaju dari arah Banjar menuju Pangandaran.

"Namun, sesampainya lokasi TKP, truk oleng ke kiri jalan dan masuk ke dalam jurang sedalam sekitar 5 meter," kata Dimas kepada detikJabar saat dihubungi.

Karena terjadi pada waktu subuh, kecelakaan tunggal diduga akibat pengemudi truk atau sopir dalam kondisi ngantuk. "Jadi, karena ngantuk kemudian truk oleng dan masuk ke jurang," katanya.

Namun beruntung, saat kejadian tidak ada korban luka berat ataupun mengakibatkan hilangnya nyawa supir atau penumpang. "Korban sopir hanya alami luka memar di kening dan selanjutnya dievakuasi ke Puskesmas Pangandaran," ucap Dimas.

Sementara untuk mobil truk yang masuk ke jurang, kini ditangani oleh mobil derek milik warga sekitar Kecamatan Kalipucang. "Alhamdulillah siang ini sudah tertangani dan terangkat truknya," katanya

4. Petani Cirebon Diciduk Usai Jual Pupuk Subsidi Harga 'Selangit'

Polresta Cirebon mengungkap praktik penjualan ilegal pupuk bersubsidi di Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon. Seorang pria berinisial TR (45) diringkus setelah terbukti menjual pupuk subsidi kepada masyarakat yang tidak berhak dengan harga jauh di atas ketentuan.

Kapolresta Cirebon Kombes Sumarni, menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini bermula dari laporan masyarakat pada 14 November 2024. Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa pelaku membeli pupuk subsidi jenis urea dan pupuk NPK Phonska dari agen resmi dengan memanfaatkan data penerima subsidi.

Pupuk tersebut kemudian dijual kembali kepada pihak yang bukan penerima manfaat dengan harga Rp650 ribu per 100 kilogram, jauh melampaui harga eceran tertinggi (HET) yakni Rp450 ribu per 100 kilogram.

"Seharusnya, pupuk subsidi ini hanya diperuntukkan bagi petani penerima manfaat. Namun, pelaku memanfaatkan data subsidi untuk membeli dalam jumlah besar dan menjualnya kepada masyarakat umum," ujar Sumarni pada Selasa (19/11/2024).

Dalam operasi tersebut, polisi menyita barang bukti berupa 3,5 ton pupuk urea, 9 kuintal pupuk NPK Phonska, serta uang tunai sebesar Rp450 ribu. Pelaku mengakui bahwa dirinya telah menjalankan praktik ini selama dua bulan terakhir.

Ia menegaskan bahwa tindakan ini sangat merugikan petani kecil yang benar-benar membutuhkan pupuk subsidi untuk meningkatkan hasil panen mereka.

"Pupuk subsidi adalah program pemerintah untuk mendukung ketahanan pangan. Penyalahgunaan seperti ini mengganggu distribusi dan menyebabkan kerugian besar bagi petani," ujarnya.

Langkah ini sebagai upaya tidak adalagi penyalahgunaan distribusi pupuk subsidi. Pihaknya pun akan tetap melakukan koordinasi dengan Dinas Pertanian setempat dan kelompok tani.

"Jadi awalnya para petani pada saat curhat dan maka dari itu kami ditindaklanjuti, kesulitan pupuk dan harganya sangat mahal kata para petani," ungkapnya.

Sumarni mengimbau kepada masyarakat agar tidak menyalahgunaKan distribusi pupuk, karena pupuk dibutuhkan untuk ketahanan pangan sebagai prioritas program pemerintah saat ini.

"Modus pelaku untuk mendapatkan pupuk ini dengan cara membeli pupuk subsidi ke agen pake nama pelaku, istri sama ponakannya. Setelah itu pelaku ini menampung atai menimbun pupuk di salah satu gudang yang ada di Bunder," terangnya.

Dari hasil pengakuan pelaku, tindakan ilegalnya ini sudah dilakukan sejak dua tahun yang lalu. "Pelaku juga memang petani, tapi ya dia malah menyalahgunakan pupuk ilegal untuk mencari keuntungan lebih besar," tuturnya.

Tindakan pelaku melanggar sejumlah aturan, termasuk Pasal 110 dan Pasal 108 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, serta Pasal 6 ayat (1) huruf B dan Pasal 1 Sub 3E UU Darurat RI Nomor 7 Tahun 1995. Polisi juga merujuk pada Permendag Nomor 4 Tahun 2023 tentang distribusi pupuk bersubsidi sebagai dasar penanganan kasus ini.

5. Polisi Gerebek Indekos di Bandung Tempat Produksi Tembakau Sintetis

Sebuah kamar kos-kosan di Jalan Dago Pojok, Kecamatan Coblong, Kota Bandung digerebek anggota Sat Resnarkoba Polres Cimahi beberapa hari lalu.

Di dalam kamar kos-kosan dengan lorong gelap itu, ada dua pria muda yang menjalankan bisnis haram peracikan tembakau sintetis dengan omzet puluhan juta setiap bulannya.

Tersangkanya ialah Rafi Armansyah (28) dan Sandi Hermawan (23). Bisnis haram itu terbongkar saat Satnarkoba Polres Cimahi yang dipimpin Kasat Narkoba AKP Tanwin Nopiansyah mengamankan tersangka Sandi Hermawan terlebih dahulu di daerah Melong,KotaCimahi.

"Jadi penggerebekan kamar kos-kosan ini berawal dari penangkapan tersangka SH di Melong. Jadi ini merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya," kata Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto saat ditemui di lokasi penggerebekan, Selasa (19/11/2024).

Dari kamar tersebut, diamankan barang bukti tembakau sintetis sebanyak 1,5 kilogram. Satu kilogram di antaranya sudah siap edar lantaran telah diracik dengan cairan kimia sebagai bahan bakunya.

"Ada cairan sintetis 300 mili liter, yang bisa dibuat untuk 30 kilogram tembakau sintetis. Jadi ini ada barang bukti yang sudah siap edar, namun keburu kita amankan tersangkanya," kata Tri.

Mereka beroperasi selama satu tahun belakangan, dengan daerah peredaran meliputi Cimahi dan Bandung Barat dengan sistem tempel. Sementara yang didistribusikan dengan sistem pengiriman online sampai ke Ambon.

"Jadi mereka ini modus pembuatannya dengan meracik di dalam kamar, membeli bahan baku secara online. Lalu diracik di situ, kemudian dibungkus sesuai paket penjualannya," kata Tri.

Untuk setiap kilogramnya, dua tersangka itu mendapatkan upah sebesar Rp5 juta. Dalam sebulan, mereka bisa menjual tembakau sintetis itu hingga 10 kilogram dengan berbagai sistem penjualan.

"Mereka sehari-hari ada yang bekerja sebagai editor video, kemudian satu lagi buruh harian lepas. Bisa dibayangkan per kilogram dibayar Rp5 juta, kalau bisa menjual 10 kilogram bisa dapat Rp50 juta," kata Tri.

Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) dan atau 112 ayat (2) dan atau 113 ayat (2) UU 35 tahun 2009 tentang narkotika Jo Peraturan Menteri Kesehatan dengan ancaman pidana 6 tahun sampai seumur hidup dengan denda Rp1 miliar dan Rp10 miliar.

(ral/iqk)


Hide Ads