Angin sepoi menerpa wajah siang itu. Suara parau Inah memecah sunyi di Kampung Cikeyeup, Desa Cijulang, Kecamatan Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi. Perempuan 68 tahun itu meminta awak media untuk menunggu sekejap.
Cerita tentang Inah berawal dari kabar yang beredar, tentang seorang janda tua merawat cucu-cucunya dan bertahan hidup di sebuah rumah panggung yang hampir ambruk. Rumah itu berukuran 5 x 7 meter, dindingnya terbuat dari anyaman bambu, penyangga kayu yang sudah keropos, membuatnya tidak layak huni dan konon sering muncul ular berbisa.
"Sekarang sudah tidak layak. Sudah rusak dari atas, banyak yang ambruk. Lantainya juga ngenyod (goyang), gentengnya sudah pada jatuh," kata Inah kepada awak media saat ditemui di rumahnya, Jumat (28/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Inah memiliki dua orang anak dan lima cucu. Saat ini ia tinggal bersama dua cucunya yang masih duduk di bangku kelas 1 dan 6 SD. Karena kondisi rumah yang mengkhawatirkan setiap ada aktivitas di dalam rumah, bangunan itu bergoyang.
"Ya, pelan-pelan saja, pakai ampar (dilapisi tikar bekas) yang jelek-jelek biar tidak ambruk," keluhnya.
![]() |
Rumah itu dibangun pada tahun 1989, selama ini perbaikan hanya dilakukan seadanya. Kerusakan berat mulai terasa sejak tiga bulan terakhir ketika bambu penyangga genteng dan lantai mulai keropos.
"Tahun berapa pastinya sudah lupa karena tidak ada uang untuk memperbaiki. Terutama ini atapnya bocor, jadi ketika hujan harus naruh ember-ember di dalam rumah karena bocor. Bingung mau memperbaiki juga karena sudah tidak bisa kerja, sehari-hari saja kadang dikasih sama anak," tuturnya.
Lantai rumah yang terbuat dari anyaman bambu melengkung hingga hampir menyentuh tanah. Karena jarak yang dekat dengan tanah, tidak jarang Inah atau kedua cucunya sering menemukan hewan liar di dalam rumah mereka.
"Iya, ular pernah dua kali, satu di kamar ini dan satu di kamar itu. Kalau dibunuh tidak berani, cuma pakai garam saja untuk mengusirnya. Eh ular itu muncul lagi di kolong samping," ucapnya.
(sya/mso)