BPJS Kesehatan Sukabumi memutuskan untuk mencabut status UHC Non-Cut Off PBPU/BP Pemda Kabupaten Sukabumi. Hal itu diperkuat dengan keluarnya surat bernomor 98V-02/0424.
Diketahui, UHC sendiri adalah Universal Health Coverage (UHC) yang merupakan sistem penjaminan kesehatan untuk warga yang dibiayai oleh pemerintah daerah. Keputusan tersebut mendapat tanggapan dari para buruh.
Ketua Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPTSK SPSI) Kabupaten Sukabumi, Mochammad Popon mengatakan, pihaknya merasa keberatan dengan keputusan BPJS Kesehatan Cabang Sukabumi yang mencabut status UHC Non Cut Off per 1 Mei 2024.
"Karena dampak dari pencabutan UHC non cut off tersebut, bagi masyarakat kurang mampu atau peserta JKN KIS yang menunggak tidak bisa langsung dilayani tapi harus menunggu beberapa waktu atau setidaknya minimal ngantri dalam masa tunggu 14 hari," kata Popon dalam keterangan tertulis yang diterima detikJabar, Minggu (12/5/2024).
Berdasarkan informasi yang diterimanya, pencabutan hak istimewa program UHC itu disebabkan karena persentase keaktifan peserta pada April 2024. Dari data BPJS, hanya 71,81 persen (dari jumlah penduduk semester I 2022), sementara standar UHC Non-Cut Off adalah 75 persen.
"Semestinya dibicarakan secara cermat dengan Pemerintah Kabupaten Sukabumi, jangan justru rakyat yang dikorbankan. Belum tercapainya persentase keaktifan peserta tersebut bukan semata disebabkan oleh lambannya Pemkab Sukabumi, tapi disebabkan karena tidak mampunya BPJS Kesehatan Cabang Sukabumi dalam menyosialisasikan Program JKN KIS kepada masyarakat," ujarnya.
"Kami melihat, BPJS Kesehatan Cabang Sukabumi masih dihinggapi mental birokrasi gaya lama saat fasilitas kesehatan belum bertransformasi dalam BPJS yang cenderung bermental birokrasi dan hanya menunggu meja tanpa melakukan terobosan ke lapangan," sambungnya.
Dia mengatakan, buruh menjadi kelompok yang rentan terdampak dalam kebijakan pencabutan UHC tersebut. Atas dasar itu, serikat buruh Kabupaten Sukabumi mendesak BPJS Kesehatan Cabang Sukabumi untuk mengembalikan status UHC non cut off bagi masyarakat Kabupaten Sukabumi. Pihaknya juga mengancam akan mengadakan unjuk rasa besar-besaran.
"Apabila dalam bulan Mei 2024 ini, ternyata BPJS Kesehatan belum juga mengembalikan status UHC non cut off, kami mendesak pimpinan atau Direksi BPJS Kesehatan di Jakarta untuk segera memecat Kepala BPJS Kesehatan Cabang Sukabumi karena dinilai tidak cakap untuk bekerja," kata dia.
"Dan apabila sampai akhir bulan Mei 2024 ini BPJS Kesehatan belum juga mengembalikan status UHC non cut off bagi masyarakat Kabupaten Sukabumi, SP TSK SPSI dengan penuh kesadaran akan mengadakan aksi unjuk easa di kantor BPJS Kesehatan Cabang Sukabumi," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, kabar mengenai pencabutan UHC non cut off itu membuat aparat desa kelimpungan. Nandang, Kepala Desa (Kades) Pasirpis, Kecamatan Surade mengaku khawatir dengan aturan tersebut.
Dia menyebut warga masih memerlukan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) untuk memproses layanan kesehatan gratis melalui KIS sementara layanan kesehatannya tidak bisa langsung diproses.
"Saya bingung. Ketika ada warga sakit, sedangkan warga yang benar-benar membutuhkan bagaimana. Biasanya mereka yang menggunakan KIS juga keperluan akomodasinya saja saya yang turun tangan. Ambulans enggak ada kadang pinjam mobil dulu, akhirnya saya yang biayai," kata Nandang.
Sekda Kabupaten Sukabumi, Ade Suryaman juga sempat menanggapi kebijakan BPJS Kesehatan. Dia menyebut Kabupaten Sukabumi sudah UHC yang artinya sudah menjamin layanan kesehatan warganya yang akan berobat ke rumah sakit.
"Sebetulnya begini, Kabupaten Sukabumi sudah UHC artinya apabila masyarakat yang ke rumah sakit terus bisa aktif sekaligus waktu itu juga. Kami sekarang di Cut Off dulu jadi misalnya ke rumah sakit itu BJPS-nya tidak bisa aktif hari itu juga, bisa 14 hari kemudian atau lebih bedanya di sana," kata Sekda Ade.
Menurut Ade, Cut-Off tidak hanya terjadi di Kabupaten Sukabumi namun juga di daerah lain termasuk di Jawa Barat. Layanan ini disebut Ade, hanya berlaku bagi KIS baru sementara pemegang yang lama tetap mendapatkan layanan seperti biasa.
"Ini se Indonesia banyak termasuk di Jabar. Kemarin ada beberapa puluh kabupaten-kota yang cut off karena tadi banyak yang tidak aktif. Intinya KIS ditanggung pemerintah daerah, kecuali yang mandiri, kan banyak yang asalnya mandiri berubah menjadi ditanggung," tuturnya.