Sederet Problematika di Tengah Romantisnya Gaung 'Kenapa Bandung'

Sederet Problematika di Tengah Romantisnya Gaung 'Kenapa Bandung'

Cindy Marsella - detikJabar
Kamis, 09 Mei 2024 12:00 WIB
Kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Ir H Juanda, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (1/7/2023). Pada libur panjang Idul Adha 2023, PT Jasa Marga mencatat hingga Sabtu (1/7) pukul 09.00 pagi, sebanyak 2.410 kendaraan masuk ke Kota Bandung melalui Gerbang Tol Pasteur yang didominasi oleh plat nomor kendaraan dari luar Bandung. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww.
Ilustrasi kemacetan Kota Bandung. Foto: ANTARA FOTO/RAISAN AL FARISI
Bandung -

Sudah sedari lama, Bandung memiliki segudang harta karun istimewa yang menjadi incaran banyak kalangan. Entah hanya untuk sekadar menikmati udara sejuk, panorama alam yang memesona, hingga mengenal budaya dan kuliner khas. Kota Kembang selalu menjadi primadona turis lokal dan mancanegara.

Alhasil, segala rupa keistimewaan yang ditawarkan oleh Kota Kembang tentu membekas di hati dan benak para penikmatnya. Termasuk bagi Ardan Achsya, seorang content creator yang namanya tengah jadi perdebatan warganet usai dirinya mengunggah sebuah konten bertajuk 'Kenapa Bandung' di akun media sosial TikTok pribadinya.

Bukan tanpa sebab, sejumlah pernyataan Ardan dalam konten itu dinilai tidak selaras dengan realita yang terjadi di lapangan. Apalagi, tak sedikit dari warganet menantang si content creator itu untuk merasakan segudang permasalahan khas Kota Kembang yang tak berkesudahan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas, apakah perdebatan yang terjadi di dunia maya itu juga benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata? Berikut wawancara detikjabar bersama sejumlah warga lokal maupun para pendatang yang tengah merantau di Kota Kembang.

Suasana kemacetan di depan kawasan Bandung Creative Hub, Kamis (2/5/2024) sore.Suasana kemacetan di depan kawasan Bandung Creative Hub, Kamis (2/5/2024) sore. Foto: Cindy Marsella /detikJabar

Bandung Itu Tidak Romantis

Selain pergerakan masyarakat tidak se-hectic di Ibu Kota, dalam konten yang viral lainnya Ardan juga merasa Bandung merupakan kota yang romantis. Ia juga menilai bahwa Bandung memang sudah romantis sedari dulu tanpa perlu digembar-gemborkan olehnya.

ADVERTISEMENT

Namun, Klistjart Caca, salah seorang warga di Jalan Ahmad Yani Kota Bandung mengaku tidak sepenuhnya setuju terhadap pendapat Ardan. Menurutnya, Bandung memang akan terasa romantis jika seseorang bermukim pada wilayah tertentu, khususnya di pusat kota.

"Cuman kalau sebenarnya tinggalnya ke arah kota atau bahkan mepet-mepet kabupaten nih, pasti bakalan kerasa banget lah ya. Vibes-vibes-nya agak beda," ucap perempuan yang akrab disapa Caca itu.

Hal senada juga diutarakan oleh Aliya Ramadhani Putri, salah seorang mahasiswi asal Bekasi yang sudah tiga tahun merantau ke Kota Kembang. Meski sependapat bahwa Bandung adalah kota yang romantis, namun semuanya berubah ketika dirinya melihat permasalahan di lapangan, terutama dari segi transportasi.

"Tapi setelah lama tinggal kurang lebih tiga tahun, sudah melihat sisi Bandung yang lainnya. Kayak misalnya gue dari Nangor (Jatinangor, Sumedang) ke Bandung (dan sebaliknya), itu gue merasakan sebenarnya nggak romantis, cuy. Kayak, jalanan banyak yang bolong, sistem transportasi masih kurang terintegrasi," ucap mahasiswi yang akrab disapa Yaya itu.

Bukan hanya itu, Dzikri Muhammad Syihab, salah seorang mahasiswa asal Jambi yang hampir tiga tahun merantau di Bandung juga menuturkan ungkapan romantisme Bandung tercipta karena terbatasnya pengalaman seseorang. Sebab, mereka hanya melihat sebagian kecil dari Bandung yang menurutnya memang begitu indah.

"Yang terkenal vibes-vibes yang adem itu paling di pusat kota, terus kayak di jalan-jalan rumah Dilan (dan) Milea masih asri banget suasananya," ungkap Dzikri.

Lebih lanjut, pemuda yang juga setahun terakhir menekuni profesi sebagai travel content creator ini menuturkan mayoritas wisata alam di Bandung terletak di wilayah kabupaten. Alhasil agar tidak salah paham, Dzikri selalu memberikan informasi secara detail saat dirinya mengunjungi suatu tempat wisata. Mulai dari rute perjalanan, harga tiket masuk, dan lain sebagainya.

"Makanya, kalau buat para content creator termasuk aku sendiri kalau bikin konten itu harus sedetail mungkin. Karena, Bandung tuh memang seluas itu," ungkap Dzikri.

Bahkan, dari sudut pandang wisata yang menjadi potensi unggul di Bandung Raya juga tidak luput dari banyaknya problematika. Apalagi, Dzikri juga menerima banyak keluhan dari para pengikutnya maupun masyarakat sekitar karena mayoritas ruas jalan menuju objek wisata di wilayah Kabupaten Bandung masih terbatas.

"Mereka-mereka kan kebanyakan yang datang pakai mobil, aku sendiri sih ngeliatnya kecil banget jalan buat menuju ke tempat (wisata) itu. Penginnya sih, pemerintah bisa bikin akses jalan yang nyaman," ungkap Dzikri.

Secara terpisah, Miftah Abdul Jabar, salah seorang warga Bandung lainnya berpendapat jika pernyataan Ardan dalam konten tersebut sah-sah saja dilakukan. Tetapi, Ia mengingatkan Bandung tidak sepenuhnya romantis dan memiliki nilai-nilai filosofis bagi setiap insan manusia.

"Intinya, Bandung tidak berfilosofis itu, tidak seindah itu. Bandung tidak seindah film Dilan," tegas Miftah.

Problematika Bandung

Lebih lanjut, Miftah mengaku juga turut merasakan bahwa Bandung masih memiliki segudang permasalahan yang diungkapkan oleh warganet, yakni banjir. Bahkan, dirinya memiliki pengalaman kelam saat harus mendorong sepeda motornya akibat terendam oleh derasnya aliran banjir.

"(Kebetulan) hampir setiap hari (saya) lewat (daerah) Ciwastra, dan tiap hujan itu (selalu) banjir. Bahkan, pernah sampai motor saya tenggelam knalpotnya dan akhirnya mogok harus didorong," ungkapnya.

Persoalan berikutnya yang juga dikeluhkan oleh warga lokal maupun pendatang, yakni tak kunjung sembuhnya Bandung Raya dari penyakit macet. Terlebih lagi, kondisi kemacetan yang terjadi saat ini justru kian bertambah parah dengan berbagai faktor. Seperti volume jalan raya tidak sebanding dengan arus kendaraan, maupun belum terintegrasinya transportasi publik ke selu ruh wilayah.

"Gue dari Nangor (Jatinangor) ke Bandung naik Trans Metro Pasundan, tapi rutenya itu nggak coverage (seluruh wilayah Bandung) dan nggak sebanyak itu. Jadi, gua harus tetep nyambung pakai ojol, (dan) bahkan angkot pun jarang. Pokoknya, susah kalau tinggal di Bandung tapi nggak punya transportasi pribadi," ungkap Yaya.

Lebih lanjut, persoalan yang kerap muncul di lokasi wisata yaitu maraknya aksi pungli oleh oknum tidak bertanggung jawab, dengan mematok tiket parkir maupun masuk objek wisata yang selangit. Bagi Miftah, penting rasanya bagi pemerintah untuk mampu menuntaskan masalah tersebut.

"Banyak sekali (keberadaan) parkir ilegal, dan bahkan menarik (tarif) harga parkirnya tuh di atas rata-rata," ungkap Miftah.

Tak hanya sekadar macet atau banjir, menurut Putri Amalia Kunaefi, salah seorang mahasiswi asal Depok juga mengeluhkan minimnya penerangan lampu di jalanan Bandung Raya. Menurut Putri, hal tersebut justru menjadi faktor timbulnya masalah kriminalitas yang juga sempat ramai predikat Bandung sebagai Gotham City.

"(Terutama) ke sini-sini ke (wilayah) Bandung Timur, kalau orang bilang romantis (tetapi) menurut saya itu remang-remang. Karena minim banget, literally gelap banget," ucap Putri.

Alhasil, banyaknya persoalan yang dihadapi oleh masyarakat Bandung Raya di segala aspek perlu sesegera mungkin dituntaskan oleh pemerintah. Sebagai seorang pendatang, Putri berharap bahwa para pemangku kebijakan tidak hanya berfokus pada romantisasi semata, dan mengabaikan hal-hal yang jauh lebih krusial dampaknya bagi masyarakat.

"Buat pemerintah, jangan selalu berlindung di balik kata romantis karena banyak banget masalah di Bandung yang harus diselesaikan. Terutama, (yang berdampak) buat masyarakat Bandung itu sendiri," tegas Putri.

Warga dan perantau di Bandung berharap pemerintah mampu mengelola sampah yang masih semrawut. Terlebih lagi, hal ini juga perlu sinergitas seluruh pihak mulai dari pemerintah, warga lokal, maupun para pendatang untuk bergotong-royong menjaga lingkungan.

(sud/sud)


Hide Ads