Suara Petani Milenial Bandung di Tengah Meroketnya Harga Cabai

Suara Petani Milenial Bandung di Tengah Meroketnya Harga Cabai

Wisma Putra - detikJabar
Kamis, 09 Jan 2025 23:30 WIB
Petani Milenial Aap Abdul Fatah.
Petani Milenial Aap Abdul Fatah. (Foto: Wisma Putra/detikJabar)
Bandun -

Harga cabai, khususnya jenis cabai rawit merah sedang meroket. Seperti di Pasar Kosambi, Kota Bandung harga cabai mencapai Rp120 ribu, bahkan sempat alami kenaikan hingga Rp150 ribu.

Kenaikan harga cabai di pasaran disebabkan berbagai faktor, hal itu dibenarkan seorang Petani Milenial asal Jatinangor, Sumedang Aap Abdul Fatah.

"Naik turun harga cabai biasanya terjadi seperti hukum ekonomi, ketika produksi bayak akan turun dan produksi sedikit akan naik," kata Aap kepada detikJabar ditemui di kebunnya, Kamis (9/1/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aap menyebut, pemerintah harus ikut andil dalam mengontrol naik turunya harga cabai. Menurutnya ketika harga cabai naik, naiknya tidak masuk akal dan ketika turun, turunnya cukup memprihatinkan.

"Bisa gak pemerintah menetapkan (standar) harga cabai itu. Tidak tetap juga, harganya gak naik tinggi dan turunnya tidak terjun sekali," kritik Aap.

ADVERTISEMENT
Harga cabai rawit merah tembus Rp 130.000 per kilogram (kg), setara harga daging sapi. Harga cabai melonjak gara-gara gagal panen di berbagai sentra produksi.Harga cabai rawit merah tembus Rp 130.000 per kilogram (kg), setara harga daging sapi. Harga cabai melonjak gara-gara gagal panen di berbagai sentra produksi. Foto: Grandyos Zafna

Tak hanya di komoditas cabai, komoditas pertanian lainnya seperti yang saat ini digeluti Aap di pertanian melon, juga harganya fluktuatif.

"Contoh saja melon, awal saya main melon dulu tidak pernah kurang dari Rp30 ribu perkilogram, ketika banyak yang main melon, harganya jadi turun," kata Aap.

Tak hanya itu, Aap juga meminta kepada pemerintah agar mengatur penyerapan komoditas pertanian di pasaran. Jangan sampai ketika daerah di Jabar membutuhkan komoditas pertanian, padahal di wilayah Jabar jenis komoditas pertanian itu ada, malah mendatangkan dari wilayah luar Jawa Barat.

"Terus misal di Jawa Barat yang main melon hidroponik saya tahu di mana saja, jadi kebanyakan yang mensuplai ke sini dari Jawa (Jateng dan Jatim), seharusnya pemerintah bisa bikin aturan jangan sampai datangkan dari daerah lain, kalau bisa serap dulu yang dari lokal, supaya harga terkontrol, jadi harga bisa tetap, Ian berpengaruh ke petani juga," ungkapnya.

"Tidak hanya cabai saja, semua komoditas juga," tambah Aap menegaskan.

Sebagai petani, Aap juga menilai kenaikan harga cabai itu bisa disebabkan karena cuaca. "Contoh cuaca bisa juga, cuaca hujan dan jarang yang nanam, banyak yang gagal dan itu ngaruh ke harga," tuturnya.

Cabai Bisa Ditanam Secara Hidroponik

Menurut Aap, cabai bisa ditanam di green house, namun menurutnya tidak semua petani mau bertani dengan cara hidroponik apalagi petani konvensional dan itu harus jadi perhatian sebagai edukasi kepada petani.

"Cabai bisa, cuman perhitungannya kebanyakan petani cabai cara bertaninya konvensional, kalau lihat hidroponik bayangannya sudah takut duluan, pertama bikin green house nya mahal, kedua bayangannya, pupuk hidroponik nya juga mahal. Lalu ketakutannya harga tidak pasti, bisa saja harganya Rp30 ribu perkilogram tapi kontrakan dengan PT, bisa saja dan pasti ada yang mau," jelasnya.

"Kalau tidak ada kontrak dan ikut harga pasar pasti takut ketika panen harganya turun, naiknya enggak seberapa lama, tapi turunya bisa terus-terusan," tuturnya.

Aap menyebut, komoditas cabai bisa ditanam secara hidroponik asal harganya pasti dan dibukakan pasarnya oleh pemerintah.

"Bisa, asal harganya bisa diatur. Contoh saja paprika, harganya dalam arti bisa stabil dan kebanyakan yang mainnya kontrak. Cabai ada kontrak dari perusahaan-perusahaan, cuman jarang," pungkasnya.

(wip/yum)


Hide Ads