Kawin Kontrak di Cianjur yang Bikin Turis Kaya di Cianjur Tergiur

Jabar Sepekan

Kawin Kontrak di Cianjur yang Bikin Turis Kaya di Cianjur Tergiur

Tim detikJabar - detikJabar
Senin, 22 Apr 2024 08:30 WIB
Ilustrasi kawin kontrak di Cianjur
Ilustrasi kawin kontrak di Cianjur (Foto: Rifkianto Nugroho/kolase detikJabar)
Cianjur -

Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus kawin kontrak, kembali terkuak di Cianjur. Semua bermula saat gadis belasan tahun merasa dijebak oleh dua perempuan berinisial RN (21) dan LR (54) yang berperan sebagai muncikari.

Para gadis yang menjadi korban dijajakan pada pria asal Timur Tengah dengan tarif puluhan juta rupiah, kemudian dipotong 50 persen oleh kedua pelaku.

"Berawal dari salah satu korban yang melapor, setelah kami telusuri ternyata ada dua pelaku yang terlibat dalam kasus TPPO dengan modus kawin kontrak. Keduanya yakni RN dan LR ini perempuan," ujar Kasatreskrim Polres Cianjur, AKP Tono Listianto.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari hasil pemeriksaan, kedua pelaku diketahui sudah melakukan praktik kawin kontrak tersebut sejak 2019. RN bertugas mencari gadis yang akan dijajakan pada pria hidung belang dari luar negeri.

Sedangkan LR, betugas mencari calon 'pembeli' atau pria yang mencari pasangan untuk dikawin kontrak. Keduanya diketahui menikahkan gadis-gadis dari Kota Santri ke pria lokal, India, Singapura, dan paling banyak dari Timur Tengah.

ADVERTISEMENT

"Kebanyakan pria yang ditawari untuk kawin kontrak ini ialah wisatawan asing asal Timur Tengah. Biasanya pria tersebut wisatawan yang berkunjung ke kawasan Puncak. Ada juga yang dari Singapura dan India," kata Tono.

"Selain pria asing, ada juga pria lokal dari Jakarta hingga Makasar," tambahnya.

RN dan LR bahkan menawarkan para gadis kepada pria hidung belang dengan memberikan daftar nama dan foto. Seolah memiliki daftar atau katalog untuk dipilih para pelanggannya, kemudian gadis tersebut akan dibawa atau dipertemukan.

Menurut Tono, kawin kontrak tersebut rata-rata dilakukan di vila yang disewa oleh para pria hidung belang. Tapi rupanya, praktik kawin kontrak tersebut merupakan settingan, sebab penghulu, orangtua wali, dan saksi merupakan tim dari pelaku.

"Dipersiapkan selayaknya pernikahan, ada wali dari gadisnya, saksi, dan penghulu. Dilakukan juga ijab kabul. Tapi semuanya settingan, wali dan saksi itu bukan asli tapi wali dan saksi bohongan, bukan orangtua ada wali sah dari perempuan tersebut," ucapnya.

Dia menyebut tidak sedikit para korban yang dijebak oleh pelaku. Mereka tidak tahu akan dinikahkan dengan cara kawin kontrak. Mahar dari prianya pun beragam, mulai dari Rp30 juta hingga Rp100 juta. Uang tersebut nantinya dibagi dua antara korban dan pelaku.

Uang mahar kemudian langsung diambil setelah ijab kabul dan dibagi dua. Khusus untuk korban, uangnya itu juga dipotong bayar saksi, wali, dan penghulu palsu. Setelah Ijab kabul dan uang mahar dibagi, korban akan langsung dibawa oleh sang pria untuk tinggal selama waktu yang disepakati.

Sementara itu di lain sisi, LR mengaku dirinya memiliki akses ke para pria yang memiliki banyak uang dan ingin kawin kontrak.

"Saya mempertemukan saja, ada yang cari kemudian dikenalkan. Kalau nerima uangnya berapa tergantung dari maharnya. Tidak semua maharnya puluhan juta, kadang ada yang di bawah Rp20 juta juga," kata dia.

Dia menuturkan untuk waktu pernikahan, tergantung pada kesepakatan antara pasangan. "Saya mah tidak menjanjikan nikahnya berapa lama, tergantung keduanya saja," tutur LR.

Atas perbuatannya, RN dan LR dijerat dengan Pasal 2, Pasal 10, dan pasal 12 Undang-undang RI Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.

Mirisnya, kasus ini bukan kali pertama terjadi. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Cianjur mencatat selama tiga tahun terakhir, terdapat tiga kasus TPPO berkedok kawin kontrak. Korbannya pun rata-rata merupakan gadis berusia belasan tahun.

Ketua Harian P2TP2A Kabupaten Cianjur Lidya Indayani Umar, mengatakan kasus TPPO modus kawin kontrak jadi fenomena gunung es di Cianjur.

"Jadi seperti fenomena gunung es, dipermukaan atau yang lapor itu hanya sedikit. Sedangkan praktiknya di lapangan kemungkinan sangat banyak," ucap dia.

"Usianya beragam, ada yang 17 sampai 19 tahun. Bahkan ada yang masih status pelajar. Ini memang jadi fenomena yang memprihatinkan," tambahnya.

Menurut Lidya, banyak gadis yang terjebak dalam praktik tindak pidana perdagangan orang terselubung itu lantaran faktor ekonomi.

Lidya yang juga Ketua Harian DPP Perkumpulan Pengacara Peduli perempuan Anak dan Keluarga (P4AK) itu menyebut, bagi gadis dari keluarga kalangan tidak mampu, pernikahan dengan pria asing diharapkan dapat membantu perekonomian keluarga.

"Jadi awalnya dijebak seolah pernikahannya akan dilangsungkan secara benar, tapi faktanya ternyata kawin kontrak. Tujuan utamanya karena adanya mahar yang besar dan harapan jaminan hidup untuk keluarga," kata dia.

Namun untuk gadis dari kalangan keluarga sederhana atau ekonomi berkecukupan, mereka menjadi korban kawin kontrak demi gaya hidup.

Hal tersebut kemudian dibenarkan oleh Bunga (bukan nama sebenarnya), gadis korban kawin kontrak. Iming-iming mahar dan jaminan hidup, menjadi alat bagi para pelaku menggaet gadis muda Cianjur agar mau melakukan kawin kontrak.

Bunga mengaku, mulanya diajak oleh temannya untuk mengikuti praktik kawin kontrak. Gadis muda itu dijanjikan akan mendapatkan uang dalam jumlah besar dari mahar hingga uang bulanan.

"Mulanya ngobrol dengan teman, dia punya uang banyak bisa beli barang-barang mahal. Ketika ditanya darimana, dia mengaku dari hasil kawin kontrak, kemudian mengajak saya," kata dia saat diwawancari detikJabar, belum lama ini.

Tergiur dengan iming-iming uang, ditambah kondisi ekonomi keluarga yang lemah, membuatnya tak butuh waktu lama untuk menyetujui ajakan temannya itu.

"Apalagi kan katanya ini bukan seperti jadi perempuan di tempat prostitusi, karena kan statusnya kawin kontrak," ucap dia.

Menurutnya sekali kawin kontrak, dirinya bisa mendapat uang jutaan Rupiah. Masa kawin kontrak pun biasanya hanya beberapa pekan, tergantung lamanya warga asing yang kebanyakan asal Timur Tengah itu berlibur di Cianjur.

"Kalau dari sana nya dikasih bayaran untuk kawin kontrak sampai belasan juta, minimal Rp15 juta. Tapi dibagi dua dengan perantara dan timnya dari penghulu hingga saksi," kata dia.

"Tapi ada juga teman saya yang maharnya cukup besar sampai puluhan juta. Ditambah diberi banyak barang-barang dari pasangan kawin kontraknya itu," tambahnya.

Namun kini Bunga menyesal dan kini sudah lelah menjalani praktik kawin kontrak. Apalagi wisatawan asal Timur Tengah dikenal kasar saat berhubungan.

Terlebih, pada praktiknya kawin kontrak tersebut hanya settingan atau tidak lain merupakan prostitusi terselubung. Pasalnya dalam perkawinan tersebut wali dan saksi hanya sewaan dari perantara atau muncikari.

"Menyesal, bukan hanya berhubungan tanpa dasar kasih sayang, tapi kalau kawin kontrak itu sering juga jadi bahan cemooh tetangga dan lingkungan. Apalagi kenyataannya saya dikawinkan tanpa wali yang benar. Kalau tidak kuat pasti sudah setres. Dan kalau bukan karena desakan ekonomi pasti sudah berhenti," ungkapnya.

Tidak hanya itu, barang-barang yang sempat dibelikan pasangan kawin kontraknya ternyata tak menjadi milik Bunga. "Saya sempat dibelikan sepeda motor. Tapi setelah berakhir sepeda motornya diambil lagi. Jadi omongan akan senang kalau kawin kontrak itu malah tidak benar. Menyesal pada akhirnya," tuturnya.

Hingga kini, pihak Polres Cianjur masih mendalami kasus TPPO berkedok kawin kontrak tersebut. Jumlah korban terungkap tercatat sebanyak 6 orang, namun diperkirakan jumlahnya lebih banyak mengingat bisnis haram ini telah berlangsung sejak tahun 2019.

(aau/yum)


Hide Ads