Gadis berusia belasan tahun di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat kerap menjadi korban trafficking berkedok kawin kontrak. Ekonomi dan gaya hidup jadi alasan gadis Kota Santri terbujuk rayuan praktik yang dilarang tersebut.
Ketua Harian Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lidya Indayani Umar, mengatakan dari total tiga kasus yang masuk selama tiga tahun terakhir, tercatat korban dari praktik kawin kontrak tersebut masih berusia belasan tahun.
"Usianya rata-rata 17-19 tahun. Bahkan ada yang masih statusnya pelajar," kata dia, Kamis (18/4/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Lidya, banyak gadis yang terjebak dalam praktik tindak pidana perdagangan orang terselubung itu lantaran faktor ekonomi.
Lidya yang juga Ketua Harian DPP Perkumpulan Pengacara Peduli perempuan Anak dan Keluarga (P4AK) itu menyebut bagi gadis dari keluarga kalangan tidak mampu, pernikahan dengan pria asing diharapkan dapat membantu perekonomian keluarga.
"Jadi awalnya dijebak seolah pernikahannya akan dilangsungkan secara benar, tapi faktanya ternyata kawin kontrak. Tujuan utamanya karena adanya mahar yang besar dan harapan jaminan hidup untuk keluarga," kata dia.
![]() |
Namun untuk gadis dari kalangan keluarga sederhana atau ekonomi berkecukupan, mereka menjadi korban kawin kontrak demi gaya hidup.
"Untuk yang ekonomi berkecukupan atas pas-pasan, biasanya melihat gaya hidup temannya yang hedon dan memikirkan barang-barang mewah. Akhirnya ditawari untuk ikut, dan ternyata kawin kontrak. Karena mendapatkan uangnya cukup besar, jadi bisa membeli barang yang juga mewah. Daya beli dan gaya hidup yang mendorong mereka jadi korban kawin kontrak," kata dia.
Dia menyebut Pemkab Cianjur sebenarnya sudah mengambil langkah baik dengan membuat aturan berupa Perbup. "Aturan ini harus dimaksimalkan meski tak ada sanksi hukum, tapi minimalnya menjadi sarana untuk gencar melakukan sosialisasi," ucapnya.
Sementara itu, Bupati Cianjur Herman Suherman, mengatakan Pemkab Cianjur melakukan langkah antisipasi melalui sosialisasi berdasarkan Perbup larangan kawin kontrak yang diluncurkan pada 2021 lalu.
"Kita memang sudah ada Perbup soal larangan kawin kontrak. Dan itu jadi dasar untuk antisipasi," kata dia.
Namun, Herman mengungkapkan jika aturan tersebut hanya bersifat anjuran dan imbauan. Menurutnya tidak ada sanksi, sebab belum ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur kawin kontrak.
Herman berdalih, Pemkab belum bisa mengeluarkan Perda dan menerapkan sanksi lantaran belum ada aturan di tingkat pusat.
"Kita ingin ada sanksi dan jadi landasan hukum yang kuat. Tapi kan Perda belum bisa dibuat, karena di pusatnya juga belum ada aturan serupa. Sempat dari kementerian akan mengusulkan aturan soal larangan kawin kontrak, tapi sampai sekarang belum ada. Jadi kamu hanya bisa maksimalkan Perbup untuk sosialisasi," kita dia.
(yum/yum)