Menyusuri Jalur Mudik Purwakarta-Sumedang via Rancakalong

Menyusuri Jalur Mudik Purwakarta-Sumedang via Rancakalong

Dian Nugraha Ramdani - detikJabar
Jumat, 29 Mar 2024 11:30 WIB
Jalur Mudik Purwakarta-Sumedang via Rancakalong
Jalur Mudik Purwakarta-Sumedang via Rancakalong. (Foto: Dian Nugraha Ramdani/detikJabar)
Sumedang -

Mudik dengan melintasi jalur Purwakarta hingga Sumedang via Rancakalong bisa menjadi salah satu pilihan untuk menyongsong hari lebaran Idul Fitri di kampung halaman.

Jalur ini relatif lebih lengang dengan suguhan pemandangan di kiri-kanan jalan yang notabene hijau-hijau dedaunan. Ada daun-daun pada rumpun bambu, pada hamparan kebun teh, pada rumput tebing-tebing, pada tegakan-tegakan pohon, hingga pada perkebunan sawit.

Karena masih banyak area hijau di sepanjang jalur ini, maka udara pun terasa lebih sejuk. Namun, untuk menggunakan jalur ini, perlu keuletan dalam mengemudi kendaraan, sebab jalurnya berkelok-kelok dan pada beberapa bagian, ada yang menyempit karena aktivitas pasar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari Purwakarta ke Wanayasa

Pemudik yang telah menentukan untuk menggunakan jalur Purwakarta-Sumedang via Rancakalong, bisa masuk ke Purwakarta dengan cara keluar dari Tol Jatiluhur dan masuk ke pusat kota Kabupaten Purwakarta, di Kecamatan Purwakarta. Pemudik dengan sepeda motor, bisa langsung pasang peta ponsel dan tentukan arah ke Wanayasa.

Di area kota, memang ada sedikit kemacetan di sana-sini, apalagi lebaran semakin dekat, toko-toko di pinggiran jalan arteri, banyak diserbu warga yang berbelanja. Pemudik juga harus lebih bersabar karena di area kota akan berbagi jalan dengan pengemudi angkutan kota (angkot).

ADVERTISEMENT

Namun, terpantau detikJabar, Kamis (28/3/2024), meski padat kendaraan, arus lalu lintas di pusat kota Purwakarta cenderung tertib. Petugas Dinas Perhubungan (Dishub) dan anggota Polisi Lalu Lintas (Polantas) mudah ditemukan di titik-titik macet untuk mengurai.

Peta akan mengarahkan pemudik ke jalur Pasawahan-Wanasaya. Maka setelah lepas dari kemacetan kota, jalanan yang lengang siap dilintasi. Jalur Pasawahan-Wanayasa bisa ditempuh dengan kecepatan normal 60-70 kilometer per jam.

Soal udara, memang Purwakarta terkenal panas sebagai dampak dari adanya bendungan terbesar di Indonesia, Waduk Jatiluhur. Waduk ini memiliki luas 8.300 hektare. Namun, semakin mendekati Wanayasa, udara berangsur sejuk.

Sebelum pasar Wanayasa dari arah Purwakarta, pemudik bisa beristirahat sambil meredakan lelah pasca berkendara. Di tempat ini, ada Situ Kahuripan Wanayasa, sebuah danau cukup luas di pinggir jalan. Danau ini sudah dikelola sebagai tempat wisata, sehingga fasilitas seperti tempat duduk dan berteduh telah tersedia.

Serangpanjang-Tanjungsiang

Jalur Mudik Purwakarta-Sumedang via RancakalongJalur Mudik Purwakarta-Sumedang via Rancakalong Foto: Dian Nugraha Ramdani/detikJabar

Selesai dari Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, pemudik akan masuk ke wilayah Kabupaten Subang, mulai dari Serangpanjang hingga ke Jalan Cagak, dilanjutkan dari Jalan Cagak ke Tanjungsiang. Melintasi Serangpanjang, jalanan beraspal mulus dan cenderung menurun, dengan turunan yang landai-landai.

Di kiri-kanan jalan, jika kebetulan habis bahan bakar, terdapat SPBU kecil maupun besar yang jaraknya tidak begitu berjauhan di sepanjang jalur tersebut. Tempat berteduh jika hujan juga banyak ditemukan.

Akan sampailah pemudik di Sagalaherang, lalu ke Jalan Cagak. Di jalan Cagak ada persimpangan yang perlu ketelitian agar jangan salah belok kendaraan. Pada gapura keluar dari jalur itu, belok ke kanan berarti ke Tangkuban Parahu-Lembang, Bandung. Ke kiri berarti ke Subang.

Untuk menggunakan jalur Rancakalong, dari gapura jalur Sagalaherang pemudik hanya perlu sedikit lurus ke arah Subang, sekitar 200 meter akan ada bundaran. Dari bundaran itu, belok kiri ke Subang, berputar di bundaran lalu ke kanan berarti ke Rancakalong.

Ambil kanan, pemudik langsung disuguhi hamparan kebun teh. Namun, pada area perkebunan teh ini, jalan yang dilintasi merupakan beton, bukan aspal. Konturnya bergelombang. Pemudik perlu hati-hati, kendaraan dengan tekanan angin pada ban yang tinggi akan cenderung tergoncang-goncang saat melintasi jalur ini dengan kecepatan tinggi.

Ada baiknya jalur ini dilintasi dengan pelan, atau sebentar menepi untuk buang angin pada ban. Jalur dengan benotisasi ini hanya pada area perkebunan teh, panjangnya sekitar 1 kilometer. Setelah itu, jalan kembali beraspal.

Pemudik akan masuk ke wilayah Kecamatan Cisalak. Jalannya mulus dan di kiri-kanan jalan sudah ramai rumah-rumah penduduk. Melintasi jalur ini, meski sejuk dan banyak pepohonan, tetap ada pula area perkampungannya.

Di Cisalak, ada hulu Sungai Cipunagara dengan hulu sungai berbentuk danau alam bernama Situ Pabeasan. Sungai Cipunagara mengalir melintasi Subang, Sumedang, Indramayu, lalu bermuara ke laut Jawa.

Sungai Cipunagara ini disebut-sebut dalam catatan perjalanan Bujangga Manik, Pangeran dari Kerajaan Sunda bergelar Prabu Jaya Pakuan, pada akhir abad ke-15 M, sebagaimana dikutip dari Naskah Bujangga Manik:

Ku ngaing geus kaleu(m)pangan, leu(m)pang aing nyangwetankeun, meu(n)tasing di Cilamaya, meu(n)tas di Cipunagara, lurah / Medang Kahiangan, / ngalalar ka To(m)po Omas, meu(n)tas aing di Cimanuk, ngalalar ka Pada Beunghar, meu(n)tas di Cijeruk-Manis.

(Telah aku lalui, lalu berbelok menuju timur, menyeberangi Sungai Cilamaya, menyeberangi Sungai Cipunagara, dalam wilayah Medang Kahiangan, berjalan melewati Gunung Tampomas, menyeberangi Sungai Cimanuk, pergi melalui Pada Beunghar, menyeberangi Sungai Cijeruk-Manis.)

Golok Barlen Tanjungsiang

Sebelum lepas dari Subang, pemudik akan melintasi Tanjungsiang, kecamatan ujung sebelum memasuki Tanjungmedar, Kabupaten Sumedang. Di Tanjungsiang, jalannya mulus, tapi di Tanjungmedar bergelombang. Aspal penuh tambalan di mana-mana. Beruntung, jalur bergelombang karena tambalan itu tidak panjang.

Di Tanjungsiang ada sebuah desa bernama Desa Cibeureum. Banyak warga di desa ini yang berprofesi sebagai pengrajin golok. Perhatikanlah, setelah Pasar Tanjungsiang ke arah Sumedang, di sebelah kanan ada Tugu Golok berwarna merah di sebelah kanan jalan. Tugu tersebut menandakan itu Desa Cibeureum. Dalam bahasa Sunda, beureum adalah merah, warna yang disematkan pada warna tugu.

Di sekitar tugu, ada toko-toko yang memajang golok. Yang khas dari golok buatan desa ini adalah "Golok Barlen", yaitu golok dengan lilitan alumunium putih pada sarungnya. Kumpulan esai berjudul "Kujang, Bedog, dan Topeng" seri Sundalana No.7 terbitan Pusat Studi Sunda menyebutkan kata "Barlen" merujuk pada ornamen berupa garis atau titik-titik putih pada golok.

Dari segi bahan, tidak ada beda dengan golok-golok lain yang kebanyakan memanfaatkan baja bekas per mobil. Selain kandungan karbon yang tinggi, golok dari bahan tersebut lebih awet karena sifat kekerasan baja yang telah mengalami sepuhan tidak getas sehingga lebih awet.

Beda misalnya dengan menggunakan baja dari bekas roler atau bearing, hasilnya memang tajam, tetapi getas dan membuat golok mudah patah atau gompal jika dipakai untuk menetak.

Dalam bentuk bilah, sangat umum ditemukan Golok Barlen punya bilah berbentuk "jangjang walet" (seperti sayap burung walet sedang mengepak) atau "beuteung siraru" (seperti perut laron) yang pada keduanya, area tajam golok melengkung (cembung) dengan tenaga tetak berada di tengah.

Penampilan golok setelah dihiaslah yang membedakan Golok Barlen dari golok-golok lainnya di Jawa Barat. Golok Barlen umumnya menggunakan gagang tanduk sapi atau kerbau. Soal ketahanan, jangan ditanya. Petani-petani "berkelas", biasanya menjadikan Golok Barlen sebagai kojo atau andalan untuk bekerja, bahkan untuk bergaya.

Juragan-juragan domba tangkas jika ada turnamen, di pinggangnya terjurai Golok Barlen yang jika tersapu sinar matahari, lilitan alumunium pada sarungnya akan memantulkan cahaya. Golok Barlen jenis ini harganya kisaran Rp 250 ribu hingga Rp 700 ribu.

Tanjungmedar-Rancakalong

Tibalah pemudik di Tanjungmedar. Ini sudah masuk wilayah Kabupaten Sumedang. Sebuah gapura selamat datang akan menyambut pemudik di perbatasan. Melimtasi wilayah ini, tebing-tebing yang di atasnya bertumbuhan pohon-pohon kayu akan memanjakan mata. Jika kebetulan kemarau, pemudik akan mendapati sore yang memukau di kawasan ini.

Di area jalan yang hutan ini, jangan khawatir sendirian. Ada pula warga-warga lokal membuka warung di lokasi yang relatif sepi. Jika disergap hujan, bangunan warung-warung itu bisa dipakai untuk singgah dan berteduh.

Namun, jangan berlama-lama berada di daerah ini, papan peringatan bahaya longsor terpasang di beberapa titik di Tanjungmedar. Melihat tebing-tebing yang indah di sisi kanan jalan itu, memang membuat betah. Namun jangan sampai lupa akan potensi bahaya yang menyertainya.

Tiba di Rancakalong, ada pertigaan yang akan mengarahkan pemudik ke Tanjungsari dan ke Sumedang Kota. Singgah sebentar ke Desa Nagarawangi di sekitar kantor Kecamatan Rancakalong tidak ada salahnya. Di sekitar ini ada kopi khas Rancakalong, di antara yang terkenal adalah "Kopi Boehoen Nagarawangi", kopi arabika yang ditanam petani lokal dan diolah hingga menjadi kopi siap seduh sebagai oleh-oleh pemudik.

(iqk/iqk)


Hide Ads