Gedung Isola yang terletak di Jl Setiabudi, Kota Bandung menjadi salah satu bangunan cagar budaya yang kini berdiri di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Kota Bandung.
Vila itu didirikan oleh Dominique Willem Berretty, seorang wartawan dan pemilik kantor berita Algemeen Nieuws- en Telegraaf-Agentschap atau disingkat ANETA. Lelaki kelahiran 20 November 1891 di Yogyakarta itu, membangun Villa Isola dengan menunjuk Wolff Schoemaker sebagai arsiteknya pada Oktober 1932.
Konon, alasan Berretty membangun Villa Isola karena ingin mengasingkan diri atau menyendiri. Hal itu dilihat dari nama bangunannya yang merupakan falsafah bahasa Italia yaitu "M Isollo E Vivo" yang berarti "Aku mengasingkan diriku dan hidup dalam kesendirian"
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, muncul alasan lain Berretty membangun Villa Isola bukan untuk menyendiri atau mengasingkan diri semata. yakni untuk pembuktian kepada orang-orang kelas Eropa saat itu. Sebab, Berretty selalu dipandang sebelah mata di Hindia Belanda secara kelas sosial karena memiliki half blood dari Italia dan Jawa.
Sayangnya, Berretty tidak bisa menikmati megahnya Villa Isola dalam waktu yang lama. Pasalnya, pada 20 Desember 1934 atau kurang dari dua tahun Villa Isola selesai dibangun, Berretty tewas dalam kecelakaan pesawat di Rutba, Irak, dekat perbatasan Suriah.
Saat itu, Berretty sedang pergi ke Den Haag, Belanda, untuk menjual kantor berita ANETA miliknya. Hasil penjualan ANETA rencananya akan digunakan Berretty untuk menutupi uutangnya ke bank.
"Dia (Berretty) itu lagi nawarin ANETA untuk dijual ke Den Haag, Belanda. Dia nawarin kantor berita ANETA-nya itu untuk dijual. Untuk menutupi utang. karena dia berutang ke bank. Karena pada saat itu resesi dan kantor ANETA mulai goyah karena menuju perang dunia ke II," ujar Rahmat Kurnia, penulis buku Villa Isola, Yang Bertahan Bersama Waktu, Kamis (14/12/2023).
![]() |
Namun, dalam perjalanan pulang menuju Batavia, pesawat Douglas DC-2 Uiver dari KLM yang ditumpanginya jatuh di Rutba. Jatuhnya pesawat tersebut menewaskan ketujuh penumpangnya termasuk Berretty.
Konspirasi Kematian Berretty
Jatuhnya pesawat yang ditumpangi Berretty memunculkan banyak perdebatan. Laporan resmi mengumumkan bahwa pesawat jatuh karena tersambar petir.
Namun, beredar konspirasi bahwa pesawat tersebut jatuh karena ditembak oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Cornelis de Jonge. Konon, ia menembak pesawat tersebut karena Berretty dianggap sebagai mata-mata Jepang.
Selain itu, ia juga tidak suka dengan monopoli yang dijalankannya di ANETA. Terlebih lagi, Berretty pernah menjalin hubungan asmara dengan anaknya sebelum akhirnya kandas karena tidak merestuinya.
Menurut Rahmat Kurnia, konspirasi mengenai jatuhnya pesawat yang ditumpangi Berretty karena ditembak hanya buah pikiran saja. Sebab, tidak ada satupun fakta atau bukti nyata yang menunjukkan pesawat tersebut jatuh karena ditembak.
"Tidak ada fakta yang mendukung ke arah sana (pesawat ditembak). Berdasarkan penyelidikan memang tidak ada bukti bahwa pesawat ditembak. Pembuktiannya adalah pesawat itu kecelakaan kemungkinan besar terkena petir karena pada saat itu sedang badai. Apakah dipesawat ditemukan peluru? Kan tidak, tidak ada. Orang bisa berpikir kemana saja tapi kan faktanya tidak ada (bukti pesawat ditembak)," ungkap Rahmat Kurnia.
Rahmat Kurnia juga menyangkal perihal Berretty dianggap sebagai mata-mata Jepang. Menurutnya, itu hanya asumsi orang-orang saja.
"Orang memang berasumsi dia (Berretty) mata-mata Jepang. Jadi, dia itu orangnya oportunis. Ada kesempatan baik, dia ambil. Kalau menguntungkan untuk dia, ambil aja. Jadi bukan dia garis keras berpihak kepada siapa. Lebih ke businessman saja, menguntungkan nggak nih. Walaupun kadang-kadang pada akhirnya dianggap sebagai mata-mata a atau mata-mata b. Padahal, memang murni bisnis aja," tutur Rahmat Kurnia.
Baca juga: Renovasi Gedung Isola UPI Dipersoalkan |
Selain itu, kabar mengenai adanya hubungan Berretty dengan anak Gubernur Jenderal Hindia Belanda juga tidak benar. Hal itu dipastikan oleh Rahmat Kurnia melalui risetnya.
"Kan aku mah based on riset yah (soal rumor hubungan Berretty dengan anak Gubernur Jenderal Hindia Belanda), bukan based on "katanya" atau "rumornya", ujarnya.
"Jadi, bisa dipastikan itu mah gosip karena tidak ada buktinya," sambungnya.
Berretty akhirnya dimakamkan di sekitar Baghdad, Irak. Sayangnya, makamnya hancur tak bersisa karena Perang Teluk yang terjadi di sana.
"Ditemukan (jasad Berretty), lalu dimakamkan di sekitar Baghdad, Irak. Cuman sayangnya ketika perang teluk terjadi, pemakaman itu hancur habis dan tidak bersisa," kata Rahmat Kurnia.
Tulisan ini merupakan artikel jurnalisme warga dari Muhammad Fariz Ath Thariq, mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia, Kota Bandung.
(yum/yum)