Senada dengan gaya bangunannya, pemilik awalnya, Dominique Willem Berretty juga memiliki kisah hidup yang menarik. Siapa sebenarnya sosok Berretty?
Artikel ini merupakan karya jurnalisme warga dari Muhammad Fariz At Thariq, mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Masa Kecil Berrety: Diremehkan karena Berdarah Jawa-Italia
Foto: Kolase Berretty dan Villa Isola (Sumber foto Leiden Digital Collections)
|
Berretty lahir pada 20 November 1891 di Yogyakarta. Ia memiliki darah campuran Italia dan Jawa dari kedua orang tuanya.
Ayahnya merupakan seorang misionaris dan guru asal Italia bernama Dominique Auguste Leonardus Berretty. Ibunya adalah perempuan Jawa bernama Marie Salem.
"Ayahnya orang Italia, namanya Dominique Leonardus Berretty, Ibunya (Marie) Salem orang Jogja. Bapaknya datang ke sini sebagai misionaris. sebagai pengawas perkebunan juga. Bapaknya ngajar juga jadi guru. Ibunya orang lokal," ujar Rahmat Kurnia, penulis buku Villa Isola, Yang Bertahan Bersama Waktu, Kamis (14/12/2023).
![]() |
Berretty sempat mengenyam pendidikan di HBS (Sekolah Menengah Umum) Surabaya selama dua tahun, sebelum akhirnya dikeluarkan 'hanya' karena menyukai anak perempuan dari salah satu guru HBS tersebut. Guru yang merupakan orang tua anak gadis tersebut tidak menyukai Berretty karena half blood atau blasteran dari Italia dan Jawa.
Status half blood ini yang juga menjadi penghalang dalam interaksi sosialnya. Hal ini dikarenakan bahwa pada saat itu orang yang memiliki half blood seperti Berretty, yaitu orang yang bukan murni Eropa dan juga bukan asli pribumi, dipandang sebelah mata dalam kelas sosialnya. Hal ini pula yang membuat Berretty menjadi workaholic saat beranjak dewasa karena termotivasi untuk menggapai kesuksesan.
"Di Hindia Belanda pada saat itu half blood itu dipandang sebagai sebelah mata di kelas sosialnya. Dia (Berretty) maniak banget dengan kerja karena ada tekanan dari kelas sosial itu supaya dia bisa sukses atau bisa melebihi kesuksesan orang-orang di Hindia Belanda pada saat itu," ujar Rahmat Kurnia.
![]() |
Berretty kemudian melanjutkan pendidikannya di MULO (Sekolah Menengah Rendah) Yogyakarta. Ia kemudian lulus pada tahun 1908.
Menjadi Wartawan dan Mendirikan ANETA
Ilustrasi wartawan (Foto: iStock)
|
Bekal pengalamannya bekerja di kantor berita, Berretty mendirikan kantor berita koran bernama Algemeen Nieuws- en Telegraaf-Agentschap (ANETA) pada 1 April 1917 menggunakan uang pinjaman. ANETA memiliki dua kantor, di Batavia dan Den Haag.
![]() |
Dalam memproduksi berita, Berretty menjalankan ANETA dengan cara yang tidak konvensional. Pada umumnya, kantor berita di Hindia Belanda mengambil informasi yang ada di Eropa dari Singapura terlebih dahulu sebelum akhirnya dimuat di koran masing-masing. Namun, berkat ilmu yang didapat selama bekerja di kantor berita koran, Berretty mengambil informasi langsung dari kantor ANETA di Den Haag, Belanda.
"Segala informasi yang ada di Eropa, dia (Berretty) potong kompas dari Den Haag ke Batavia. Jadi tidak melalui Singapura dulu. Biasanya itu dari Singapura dulu, jadi informasi tuh lama ke Hindia Belanda. Makanya, dia buka kantor berita ANETA di Den Haag, supaya bisa langsung (mendapatkan informasi) karena dia ingin memonopoli berita. Di Den Haag dia punya ANETA, di Batavia dia punya ANETA. Jadi, sesama ANETA, tidak harus membayar ke orang lain untuk berita," tutur Rahmat Kurnia.
Bangun Vila Isola Jadi Ajang Pembuktian
Villa Isola sekitar tahun 1934-an (Foto: Leiden Digital Collections)
|
Berretty menghabiskan biaya sebesar 500 ribu Gulden untuk membangun Vila Isola. Sebagian besar biayanya ia pinjam dari bank dengan menjadikan ANETA sebagai jaminannya.
"Sebagian besar uang yang dibangun untuk Isola itu dia (Berretty) pinjam ke bank. Apa yang digadaikan? Ya ANETA nya itu sendiri, sebagai jaminan," tutur Rahmat Kurnia.
Konon, alasan Berretty membangun Vila Isola karena ingin mengasingkan diri atau menyendiri. Hal itu dilihat dari nama bangunannya yang merupakan falsafah bahasa Italia yaitu "M Isollo E Vivo" yang berarti "Aku mengasingkan diriku dan hidup dalam kesendirian"
Selain itu, Berretty juga terinspirasi dari sebuah pulau indah di Italia bernama Isola. Pulau Isola tersebut terpisah dari daratan utama Italia.
"Itu (Isola) falsafah bahasa Italia. Jadi, di Italia itu ada sebuah pulau yang terlepas dari daratan utama Italia. Pulaunya indah namanya pulau Isola. Jadi, Isola itu kayak menyendiri," ungkap Rahmat Kurnia.
![]() |
Namun, Rahmat Kurnia mengatakan alasan Berretty membangun Vila Isola bukan untuk menyendiri atau mengasingkan diri. Menurutnya, banyak kunjungan yang datang ke Vila Isola setelah diresmikan.
"Karena faktanya ketika dia (Berretty) selesai membangun ini, dia tidak merasa sepi, tidak merasa sendiri. Justru sebaliknya malah rame gitu. Tempat ini dibuka dan diresmikan oleh Berretty, justru malah rame, banyak kunjungan, banyak yang datang. Bahkan, menjadikan Vila Isola sebagai destinasi wisata," jelas Rahmat Kurnia.
![]() |
Menurut Rahmat Kurnia, alasan Berretty membangun Vila Isola adalah untuk pembuktian kepada orang-orang kelas Eropa saat itu. Sebab, Berretty selalu dipandang sebelah mata di Hindia Belanda secara kelas sosial karena memiliki half blood dari Italia dan Jawa.
"Jadi, saya lebih percaya dia (Berretty) ngebangun ini untuk pembuktian kepada kelas Eropa pada saat itu. Dia kan half blood Jawa-Italia. Di, Hindia Belanda pada saat itu half blood dipandang sebelah mata di kelas sosialnya. Bukan high class, bukan low class juga. Jadi dia ingin membuktikan dan mendobrak kelas sosial pada saat itu bahwa walaupun dia half blood tapi dia bisa lebih daripada kelas sosial atas Eropa pada saat itu," ungkap Rahmat Kurnia.
Villa Isola Sepeninggal Berretty: Hotel hingga Markas Militer
Villa Isola yang pernah dijadikan hotel sepeninggal Berrety (Foto: Leiden Digital Collections)
|
Setelah Berretty meninggal, kepemilikan Vila Isola berada di bawah Coquita, istri terakhirnya dan anak-anaknya Berretty. Sementara untuk kepengurusan diambil alih oleh sekretaris Berretty bernama Hans Dokkum.
"Untuk yang mengurus Vila Isola, itu diserahkan ke sekretarisnya (Berretty), kayak asisten pribadinya gitu, namanya Hans Dokkum. Tapi untuk kepemilikan tetap berada di bawah keluarganya Berretty, yaitu milik istri terakhirnya namanya Coquita dan juga anak-anaknya Berretty," ungkap Rahmat Kurnia.
Namun, karena belum melunasi utang kepada pihak bank, Vila Isola akhirnya disewakan kepada Rr. J. van Es, pemilik Hotel Homann pada tahun 1936. Dia kemudian menjadikan Vila Isola sebagai Hotel Homann.
"Cuman kan pada saat itu sedang hutang bangunan (Vila Isola) itu ke bank, akhirnya Vila Isola disewakan dan dijadikan sebagai hotel," jelas Rahmat Kurnia.
Menjelang perang dunia II, Vila Isola tidak lagi berfungsi sebagai hotel. Pasalnya, Belanda datang dan mengambil alih bangunan tersebut.
"Setelah dijadikan hotel, perang dunia (ke II) hampir pecah. Akhirnya dijadikan basis militer oleh Belanda," ujar Rahmat Kurnia.
Jepang kemudian mengambil alih bangunan tersebut ketika datang menjajah Indonesia. Ketika dikuasai Jepang, fungsi Vila Isola beberapa kali berubah, mulai dari markas militer Jepang hingga dijadikan sebagai Museum Peringatan Perang Jawa.
"Jepang datang, lalu diambil alih oleh mereka. Dijadiin markas mereka. Pernah juga dijadiin museum peringatan perang Jawa oleh pihak Jepang," tutur Rahmat Kurnia.
Ketika Jepang mundur dan Indonesia merdeka, Vila Isola sempat dijadikan sebagai basis pertahanan Pemuda Bandung Utara. Sayangnya, Belanda kembali mengambil alih bangunan tersebut ketika mereka melancarkan aksi agresi militernya.
"Sempat dijadikan basis pertahanan Pemuda Bandung Utara. Tapi diambil lagi oleh Belanda ketika agresi militer. Mereka (Belanda) bahkan mengibarkan bendera Belanda di Vila Isola," kata Rahmat Kurnia.
Setelah Belanda akhirnya mundur dari Indonesia, Vila Isola sempat terbengkalai. Akhirnya, pada tahun 1954, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan membeli Vila Isola ke keluarga Kofman, anak dari dari istri pertama Berretty seharga Rp 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
"Ketika terbengkalai, Vila Isola itu masih milik keluarga Berretty, pemerintah nggak mengambil begitu saja. Jadi bangunan itu dibeli ke keluarga Kofman, anak dari istri pertamanya Berretty," ujar Rahmat Kurnia.
Pada 20 Oktober 1954, Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan (PP&K) saat itu, Muhammad Yamin, akhirnya meresmikan Vila Isola sebagai lokasi lokasi Perguruan Tinggi Guru (PTPG) Bandung. Nama Vila Isola pun diganti menjadi Bumi Siliwangi dan dijadikan sebagai kantor rektorat serta ruang kelas PTPG Bandung.
Hingga saat ini, ketika terjadi perubahan lembaga dari PTPG menjadi IKIP Bandung dan kini menjadi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), "istana" bekas Berretty tersebut masih berfungsi sebagai gedung rektor dan sekretariat universitas.
Villa Isola Angker?
Foto: Kolase Berretty dan Villa Isola (Sumber foto Leiden Digital Collections)
|
Hal ini sering dikatikan dengan desas-desus mengenai salah seorang anak perempuan Berretty yang tewas bunuh diri dengan cara menggantungkan dirinya di salah satu pohon besar di halaman Vila Isola. Selain itu, channel youtube horor Jurnal Risa yang pernah membuat konten seram di Vila Isola membuat masyarakat menganggap Vila Isola sebagai tempat yang penuh mistis.
Namun, Rahmat Kurnia menyangkal semua gosip tersebut. Ia mengatakan semua gosip tersebut palsu, termasuk desas-desus bunuh diri seorang anak perempuan Berretty.
"Itu hanya buatan masyarakat aja. Orang jadi percaya kalau ada yang pernah meninggal di situ (Vila Isola)," ujarnya.
"Kalau kejadian tragis saya pikir pasti ada saat kejadian Agresi Militer. Cuman tidak di gedungnya juga, tapi disekitar Isola. Di jalan besar aja karena itu battlefield (medan pertempuran). Kalau soal bunuh diri itu, nggak ada yang di sini. Tidak ada itu," sambungnya.
![]() |
Terlepas dari berbagai mitos yang melekat, kerja keras Berretty dalam membangun ANETA patut dijadikan teladan. Cara yang tidak konvensional dalam mencari berita dengan mengambil informasi langsung dari Belanda menunjukkan inovasinya dalam dunia jurnalisme pada masa itu.
Kisah hidup Berretty dan pembangunan Vila Isola juga mencerminkan dorongan untuk membuktikan diri di tengah stereotip dan pandangan masyarakat yang mungkin merendahkan latar belakang campuran Italia-Jawa. Vila Isola dianggap sebagai bentuk konkrit dari usaha untuk mencapai kesuksesan dan mendobrak batasan kelas sosial.
Konspirasi dalam kisah hidup Berretty, terutama kematiannya dalam kecelakaan pesawat, menunjukkan bahwa kehidupan penuh dengan ketidakpastian dan peristiwa yang tidak dapat diprediksi. Munculnya teori konspirasi mengenai penyebab kecelakaan mencerminkan bahwa dalam sejarah, fakta seringkali tercampur dengan spekulasi.
Transformasi Vila Isola dari "istana pribadi" milik Berretty menjadi kantor rektor institusi pendidikan menunjukkan bahwa sebuah bangunan mengandung banyak cerita di dalamnya. Selain itu, mitos dan cerita angker mengenai Vila Isola juga menunjukkan bahwa cerita dan kepercayaan masyarakat dapat memberikan warna unik pada sejarah lokal.