Sosok Mayor SL Tobing, Pejuang yang Gugur Akibat Kebiadaban DI/TII

Tasikmalaya

Sosok Mayor SL Tobing, Pejuang yang Gugur Akibat Kebiadaban DI/TII

Faizal Amiruddin - detikJabar
Jumat, 10 Nov 2023 16:00 WIB
Salah satu sudut Jalan Mayor SL Tobing Kota Tasikmalaya, nama jalan yang didedikasikan untuk mengenang pengorbanan sosok pejuang di Tasikmalaya.
Salah satu sudut Jalan Mayor SL Tobing Kota Tasikmalaya, nama jalan yang didedikasikan untuk mengenang pengorbanan sosok pejuang di Tasikmalaya. (Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar)
Tasikmalaya -

Pemberontakan Darul IsIam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan Kartosuwiryo di wilayah Priangan Timur Jawa Barat menyisakan catatan kelam dalam sejarah pasca kemerdekaan.

Tasikmalaya sebagai kawasan sentral di Priangan Timur, seakan menjadi zona merah pergerakan upaya membentuk negara Islam itu. Setidaknya ada dua nama perwira tentara Indonesia yang menjadi korban kebiadaban gerombolan DI/TII, yakni Mayor Utarya dan Mayor SL Tobing. Kini kedua nama perwira korban DI/TII diabadikan menjadi nama jalan.

Jalan Mayor SL Tobing sendiri termasuk jalan protokol yang berada di pusat Kota Tasikmalaya. Jalan ini membentang dari Simpang Empat Jalan HZ Mustofa hingga ke Simpang Empat Jalan Ir Djuanda. Ini adalah akses jalan utama dari Kota Tasikmalaya menuju Singaparna. Meski saat disusuri pada Jumat (10/11/2023), tak ditemukan adanya plang nama jalan di ruas jalan itu, namun masyarakat Tasikmalaya sudah mengetahuinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di balik nama jalan ini ternyata ada kisah hebat tentang seorang prajurit bernama Simon Lumban (SL) Tobing. Dia adalah mahasiswa ITB yang menjadi polisi istimewa dan menjadi Komandan Batalyon Pelopor 33. Merujuk sejumlah literatur batalyon ini menjadi cikal bakal terbentuknya Brimob Polri.

Kiprah perjuangan SL Tobing sendiri tercatat dalam banyak buku sejarah. Namanya tercatat dalam berbagai pertempuran melawan Belanda dengan hasil yang gemilang. Namun akhir kiprah perjuangan SL Tobing terjadi ketika dirinya diperbantukan ke jajaran Brigade XII atau Brigade A Divisi Siliwangi untuk bertugas di wilayah Priangan Timur. Pertimbangan SL Tobing dikirim ke wilayah ini, karena pada masa perang kemerdekaan yang pertama, SL Tobing pernah bergerilya di daerah Singaparna.

ADVERTISEMENT

"Ternyata Priangan Timur keadaannya sudah berubah. Sudah menjadi daerah pusat DI-TII/SMK (Sekarmadji Kartosuwiryo)," tulis buku Siliwangi dari Masa ke Masa terbitan Kodam III Siliwangi.

Rombongan SL Tobing ini kemudian bertemu dengan Adah Jaelani, salah seorang petinggi DI/TII. Adah Jaelani meminta agar pasukan ini bergabung dengan DI/TII.

"Dengan sendirinya permintaan tersebut ditolak dengan tegas oleh Komandan Brigade XII , bahkan menganjurkan agar DI-TII/SMK menggabung saja kepada TNI," tulis buku Siliwangi dari Masa ke Masa.

Akibat perbedaan pendapat itu, pihak DI/TII mengeluarkan ancaman terhadap rombongan Brigade XII yang tidak mau bergabung dengan DI-TII. Saat itu kedua belah pihak masih bisa menahan diri.

Rombongan Mayor SL Tobing juga akhirnya memilih meninggalkan tempat itu dan bergeser ke Kampung Cigalugur, sekitar beberapa kilometer dari Jalan Raya Singaparna - Garut. Mereka kemudian bermalam di kampung tersebut dan disambut hangat oleh masyarakat setempat.

Tiba-tiba sekitar pukul 03.00 WIB, terdengar teriakan yang memberitahukan kedatangan Belanda. Kekacauan terjadi di rumah yang ditempati pasukan.

"Pada malam itu , Mayor S.L. Tobing menginap di satu rumah bersama dengan Letnan Mokh Marcel, Lily Sumantri dan Bai serta dua orang pengawal. Begitu mendengar teriakan "Belanda!", maka Letnan Marcel, Lily dan Bai segera memadamkan lampu cempor terus menyelamatkan diri melalui pintu belakang menerobos ke luar desa. Sementara Mayor SL Tobing beserta dua orang pengawalnya ke luar rumah melalui pintu depan," tulis buku Siliwangi dari Masa ke Masa.

Saat hari sudah siang Letnan Marcel yang menyelamatkan diri ke belakang rumah melakukan pengamatan terhadap kampung itu. Tapi Mayor SL Tobing dan dua pengawalnya tidak ditemukan. Hingga akhirnya Mayor SL Tobing dan dua pengawalnya dinyatakan hilang.

Hingga pada akhir tahun 1950 dilakukan upaya pencarian oleh bawahan-bawahan SL Tobing, diantaranya Kapten Suripto, Letnan Lukito dan lainnya.

Akhirnya ditemukan seorang saksi yang mengetahui aksi keji yang menimpa SL Tobing dan dua pengawalnya yang bernama Ujang dan Iskandar.

Saksi itu bisa menunjukkan kuburan atau lubang dimana ketiga prajurit pejuang itu dimakamkan. Ketika jenazah ketiga orang itu digali, ternyata kondisinya sudah tanpa kepala. Jenazah akhirnya dibawa ke Bandung.

"Demikianlah antara lain sekedar beberapa contoh, dimana jelaslah duka derita yang dialami Divisi Siliwangi sebagai akibat perbuatan DI-TII yakni pada saat-saat mana Divisi Siliwangi tidak mempunyai pikiran yang buruk maupun kecurigaan sedikit pun juga terhadap DI-TII," tulis buku tersebut.

Dijelaskan pula pada saat itu keadaan Divisi Siliwangi masih dalam keadaan "berantakan", karena baru saja mencapai ujung long march dari Jawa Tengah dan belum mempunyai kesempatan untuk konsolidasi.




(dir/dir)


Hide Ads