Achmad Jais merupakan salah satu tokoh pergerakan pada masa pra kemerdekaan. Ia terlibat dalam pendirian Indonesische Studiclub (IS) hingga Partai Bangsa Indonesia (PBI) bersama dr. Soetomo dan beberapa tokoh lainnya.
Nama Achmad Jais kini diabadikan menjadi nama jalan yang membentang dari jembatan Genteng Kali hingga ke Jembatan Peneleh. Panjangnya kurang lebih 1 kilometer.
Namun siapa sangka ternyata sebelum diabadikan menjadi nama jalan untuk mengenang perjuangannya, Achmad Jais hanya dikenal sebagai seorang penjahit rumahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pascakemerdekaan nama Achmad Jais hilang. Ironisnya orang-orang di sekitar Plampitan itu kalau ditanya Achmad Jais hanya mengenal sebagai penjahit, karena dulu dia memang seorang penjahit," ujar pegiat sejarah dari Begandring Soerabaia Kuncarsono Prasetyo kepada detikJatim, Kamis (29/8/2024).
Bahkan banyak masyarakat di sekitar tempat tinggal Achmad Jais dahulu, yakni di Plampitan Gang VIII mengatakan bahwa ia dulunya merupakan penjahit baju orang-orang Belanda.
"Banyak yang menyebut dia menjahit baju orang Belanda. Tapi lebih dari itu dia adalah pendiri Indonesische Studiclub (IS) bersama dr. Soetomo dan beberapa orang yang kemudian juga mendirikan GNI. Dia grupnya dr. Soetomo, dia juga seorang aktivis Muhammadiyah," ungkap Kuncar.
Bersama dr. Soetomo dan beberapa tokoh lainnya, Achmad Jais juga terlibat dalam mendirikan Partai Bangsa Indonesia (PBI) pada 4 Januari 1931. PBI memiliki tujuan meningkatkan martabat hidup bangsa melalui program yang tidak sekedar mengutamakan aktivitas politik, namun juga di dalam bidang sosial dan ekonomi.
Berdirinya PBI tersebut juga tidak dapat dipisahkan dari sejarah panjang aktivisme Studieclub yang didirikan bersama dr. Soetomo pada tahun 1924.
"Para pendiri PBI namanya diabadikan menjadi nama-nama Jalan di Peneleh sejak sekitar 15 tahun lalu. Orang selama ini mungkin mengenal dr. Soetomo dan GNI, padahal ada 6 orang pendirinya. Akhirnya orang menjadi sadar setelah nama Achmad Jais dipasang," jelas Kuncar.
Dikenalnya Jalan Achmad Jais tidak luput dari peran Roeslan Abdul Gani yang berupaya untuk mengabadikan tokoh pergerakan asli Plampitan Surabaya tersebut.
Roeslan yang merupakan politisi dan tokoh pergerakan kebangsaan, sekaligus pemimpin pemuda sepanjang periode revolusi Indonesia di Surabaya mengusulkan ide pengubahan nama jalan kepada Wali Kota Surabaya.
"Sekitar tahun 2002 Roeslan Abdul Gani meminta ke Walikota Surabaya untuk membuat Jalan Plampitan sebagai Jalan Achmad Jais. Ia resah tidak banyak orang yang tahu soal aktivisme dan perjuangan Achmad Jais," tutur Kuncar.
Akhirnya nama Achmad Jais pun berhasil diabadikan. Kini di sekitar kawasan Jalan Achmad Jais masih banyak ditemukan bangunan lama era kolonial yang saat ini digunakan sebagai rumah warga.
(irb/iwd)