Di tengah teriknya matahari Bandung di siang hari, terlihat dua orang yang menjaga perlintasan kereta api tanpa palang otomatis. Sebuah perlintasan kereta api di Cisaranten Kulon dibuka tutup secara manual oleh warga sekitar yang menjadi relawan ketika akan ada kereta api melintas.
Salah satu penjaga perlintasan bernama Iden Kurnia (53) atau yang akrab disapa Kopral bercerita perjalanannya sebagai penjaga perlintasan kereta api di Cisaranten Kulon. Kopral mulai menjaga palang perlintasan kereta api sejak Desember tahun 1989, terhitung sudah 33 tahun.
"Desember akhir tahun 89 bapak mulai di sini, berarti sekitar 33 tahun dari 90an awal sudah mulai dijaga sama Hansip tapi cuma bertiga. Ke sini-sini sampai sekarang ini udah ada 8 orang yang jaganya, yang dulu sudah tua dan pensiun, sekarang banyaknya yang muda," ujar Kopral ketika memulai perbincangan dengan detikJabar.
Petugas penjaga perlintasan kereta api di Cisaranten Kulon selalu siap siaga setiap waktu selama 24 jam. Kopral memulai pekerjaannya sebagai penjaga perlintasan mulai dari jam setengah tujuh pagi hingga empat sore.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya mulai pagi dari jam setengah tujuh sampai jam empat, nanti gantian sama yang jadwal malam dari sore sampai jam 12 malam. Terus dilanjut jam 12 malam sampai setengah tujuh lagi, gitu aja setiap hari," ucapnya.
Kopral juga membagikan kejadian tragis yang pernah ia alami ketika awal-awal menjaga perlintasan kereta api. Dirinya pernah tertabrak kereta yang melintas saat malam hari hingga mengalami patah tulang dan luka sobek di beberapa bagian tubuhnya.
"Nih lihat, ini bekas dulu saya pernah ketabrak kereta waktu lagi jaga di sini. Kalau dulu kan kejadiannya malam gelap, terus kereta juga lampunya tidak terang seperti sekarang, jadinya ga sadar kalau dekat saya ada kereta peti kemas," kata Kopral sembari menunjukan bekas luka di tubuhnya.
Tak hanya sendiri, Kopral juga dibantu oleh rekannya bernama Iman Solihin (39) yang bertugas mengatur lalu lintas di perlintasan kereta api dan menutup palang rel arah barat jika akan ada kereta melintas. Sementara itu, tugas Kopral menutup palang rel sebrangnya sembari mengumpulkan uang dari pengendara yang melintas.
Iman menceritakan kisah dirinya selama menjalani pekerjaan sebagai penjaga lintasan rel kereta api tanpa palang otomatis. Walaupun terbilang relawan, tetapi Iman berharap ada pengendara yang berempati memberikan kontribusi seikhlasnya untuk penjaga keamanan jalur lintasan kereta api.
"Lihat aja sekarang banyak mobil mewah lewat, tapi yang ngasih (uang) paling cuma satu mobil dan sisanya paling cuma lewat gitu aja. Kita juga ngga maksa minta-minta, cuma ini seikhlasnya aja kalau ada yang lewat, karena kita juga seperti ini ya jadi relawan sekalian kerja," ujar Iman
Berbagai watak pengemudi juga sering Iman temui, mulai dari pengemudi yang ramah hingga ngeyel ketika palang pembatas sudah ditutup. Tetapi, Iman dan penjaga lintasan tetap sabar untuk menjaga keselamatan pengendara yang melintasi rel kereta api di Cisaranten Kulon.
"Namanya juga manusia, sudah disuruh berhenti sama yang jaga juga tetep aja ngeyel mau terobos. Malahan ada juga yang marah-marah, padahal kita juga seperti ini buat keselamatan dia dan orang lain," ungkapnya.
"Tapi petugas yang jaga di sini juga harus tegas, kadang kita bentak juga kalau ada orang yang ngeyel seperti itu. Kita bentak 'mau mati kamu?'," tambah Iman.
Uniknya penjaga jalur perlintasan rel kereta api di Cisaranten Kulon sudah hafal kapan kereta akan melintas tanpa melihat waktu atau jadwal. Kopral hanya menggunakan instingnya untuk mengetahui kapan kereta akan lewat.
"Ya seperti ini saja pakai feeling. Kalau feeling-nya sudah kuat ini seperti tadi aja enggak usah lihat waktu tau kalau itu kereta Turangga. Jadi, walaupun belum keliatan kereta nya, tapi feeling udah tau (kereta) mau lewat, ya cepat-cepat ditutup jalannya," tutur Kopral.
(yum/yum)