Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam memiliki cara yang khas dalam mengajarkan santri-santrinya tentang ilmu agama. Metode yang paling populer dan sudah menjadi tradisi dalam kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren adalah ngaji Sorogan dan Bandungan.
Hingga kini, kegiatan belajar mengajar melalui dua metode itu masih dilakukan di lingkungan pondok pesantren. Terutama pondok pesantren tradisional yang identik dengan pengajian kitab kuning.
Salah satu pondok pesantren yang masih mempertahankan tradisi ngaji sorogan dan bandungan ini adalah Pesantren Buntet Cirebon, Jawa Barat. Di pondok pesantren ini, dua metode itu masih digunakan dalam proses belajar mengajar sehari-hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Bidang Kepesantrenan Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Pesantren Buntet Cirebon, KH Mohammad Luthfi mengatakan jika ngaji sorogan dan bandungan merupakan dua metode belajar mengajar khas pesantren yang sudah ada sejak lama.
Hingga kini, kata dia, kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan dua metode itu masih tetap dipertahankan di lingkungan pondok pesantren. Termasuk di Pesantren Buntet Cirebon.
Kang Luthfi, begitu dia disapa menjelaskan jika ngaji Sorogan merupakan metode belajar mengajar yang dilakukan secara individual. Dengan metode ini, maka setiap santri akan mendapat kesempatan untuk belajar secara langsung dengan kiai atau ustaz.
"kalau sorogan itu si santri menghadap langsung ke Kiai mengaji. Jadi (dengan ngaji sorogan), kemampuan santri itu benar-benar bisa terasah karena dibimbing secara langsung oleh kiai atau ustaz," kata Kang Luthfi saat berbincang dengan detikJabar, baru-baru ini.
"Kalau yang ngaji sorogan, biasanya yang dipelajari itu kitab Nahwu, kitab Sorof, kitab Fiqih dan beberapa kitab lainnya," kata dia menambahkan.
Selain ngaji sorogan, metode yang masih digunakan dalam proses belajar mengajar di pondok pesantren adalah ngaji bandungan. Dengan metode ini, maka para santri akan melakukan proses belajar mengajar atau mengaji secara bersama-sama kepada seorang kiai atau ustaz.
Dalam pengajian dengan menggunakan metode ini, seorang kiai atau ustaz akan membacakan kitab, menerjemahkan, sekaligus menerangkannya. Sementara para santri mendengarkan, menyimak sekaligus mencatat setiap terjemahan dan keterangan yang disampaikan kiai atau ustaz.
"Berbeda dengan sorogan, kalau ngaji bandungan ini, para santri ngajinya itu bersama-sama kepada seorang kiai atau ustaz. Kalau ngaji bandungan, yang dipelajari itu biasanya kitab tarikh (sejarah), kitab Hadis, maupun beberapa kitab lainnya," ucap dia.
Hingga kini, ngaji sorogan dan bandungan masih menjadi dua metode belajar mengajar yang kerap digunakan di lingkungan pondok pesantren Buntet Cirebon.
Menurutnya, pondok pesantren Buntet yang telah beralamat di Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon itu merupakan lembaga pendidikan yang menerapkan sistem pendidikan salaf-modern.
Oleh karenanya, meski telah menghadirkan fasilitas pendidikan modern berupa sekolah formal, namun pondok pesantren ini tidak menghilangkan tradisi-tradisi lama dengan tetap mempertahankan pengajian kitab kuning. Termasuk masih menerapkan metode belajar mengajar melalui ngaji sorogan dan bandungan.
"Pesantren Buntet ini tergolong ke dalam pesantren yang salaf-modern. Jadi selain mempertahankan tradisi lama dengan kitab kuningnya, tapi tidak menutup diri terhadap modernitas," kata dia.
(tya/tey)