Seorang pengajar di Pondok Pesantren Darurrohman, Kabupaten Cirebon, Wildan Suwardi, harus berhadapan dengan hukum setelah aksinya mencabuli santri terbongkar. Kasus ini terungkap setelah orang tua korban melaporkan peristiwa tersebut ke Polresta Cirebon.
Kasat Reskrim Polresta Cirebon, AKP I Putu Prabawa, mengatakan pelaku telah ditahan sejak 13 Februari 2025.
"Pelaku berinisial W yang merupakan seorang pengajar di pesantren tersebut. Sudah dilakukan penahanan sejak 13 Februari 2025," ujarnya kepada detikJabar, Rabu (26/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak kepolisian menerima laporan terkait dugaan tindak pidana kejahatan perlindungan anak berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan PERPU No 1 Tahun 2016 perubahan kedua atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E UU 17/2016.
Menurut polisi, pencabulan terjadi pada Kamis, 7 November 2024, sekitar pukul 05.00 WIB di ruang istirahat pelaku. "Iya benar, pelaku merupakan seorang pengajar di pesantren tersebut," ujar AKP Putu Prabawa.
Ia menyampaikan bahwa korban berinisial RP, seorang anak berusia 12 tahun yang merupakan santri di pesantren tersebut. Kejadian pertama terjadi pada 7 November 2024 sekitar pukul 05.00 WIB di dalam kamar pelaku.
"Pelaku melakukan aksi pencabulan terhadap korban sebanyak dua kali, yakni dimulai pada tanggal 7 dan 15 November 2024," katanya. "Pelapor, yakni orang tua korban, tidak terima dan melaporkan kejadian tersebut ke Polresta Cirebon guna pengusutan lebih lanjut pada bulan November 2024," lanjutnya. Saat ini, kepolisian masih melakukan pendalaman terkait kasus tersebut dan meminta waktu untuk pemberkasan lebih lanjut.
Pihak Pesantren Angkat Bicara
Pondok Pesantren Darurrohman Kabupaten Cirebon merespons kasus pencabulan yang melibatkan pengajarnya. Pimpinan pesantren, Warso Winata, mengatakan
Wildan Suwardi telah diberhentikan sejak November 2024 setelah perbuatannya terbongkar.
"Kami sangat mendukung upaya hukum yang dilakukan polisi terhadap pelaku yang telah mencoreng nama baik pesantren dan melukai salah satu santri," kata Warso, Rabu (26/2/2025).
Warso menyatakan bahwa pihak pesantren langsung mengambil tindakan setelah mendapat informasi mengenai kasus ini. "Begitu kami mengetahui kasus ini, pelaku langsung dikeluarkan. Apa yang dia lakukan jelas bertentangan dengan prinsip pesantren," ujarnya.
Wildan Suwardi sebelumnya dikenal sebagai penghapal Al-Qur'an dan juara Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) tingkat Jawa Barat. Pihak pesantren tidak menyangka bahwa ia memiliki perilaku menyimpang.
"Kami tidak pernah mendapat informasi buruk tentangnya sebelumnya. Tidak ada yang menyangka dia tega melakukan tindakan sekeji ini," ungkapnya.
Setelah kejadian ini, pesantren melakukan pendampingan psikologis kepada para santri yang terdampak serta asesmen ketat terhadap seluruh guru dan calon guru.
"Penting bagi kami untuk memastikan seluruh pengajar di pesantren benar-benar memiliki akhlak yang baik. Ke depan, kami akan lebih memperketat seleksi guru agar tidak ada lagi oknum seperti ini," ujar Warso.
Ia juga menegaskan bahwa pesantren akan terus berbenah dan terbuka terhadap kritik serta masukan demi menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih baik dan aman bagi para santri.
"Kami sangat terbuka terhadap kritik dan saran agar pesantren ini bisa terus berkembang menjadi tempat belajar yang lebih aman dan nyaman bagi semua santri," pungkasnya.
Muncul Korban Baru
Kasus ini berkembang setelah muncul laporan dari seorang ibu yang mengungkapkan bahwa anaknya, seorang santri berusia 13 tahun, juga menjadi korban pencabulan Wildan Suwardi pada Mei-Juni 2024.
"Kejadiannya sehari sebelum acara wisuda kelulusan anak saya di sana (Pesantren Darurrohmah). Anak saya disuruh buat pijitin pelaku, terus anak saya disuruh memegang kelamin pelaku," ungkapnya, Jumat (28/2/2025).
Ia menjelaskan bahwa sebelum kejadian, anaknya bersama teman-temannya beberapa kali diminta untuk memijat Wildan di salah satu ruangan di pesantren tersebut.
"Sebelum kejadian anak saya sama teman-temannya memang suka disuruh pijitin pelaku. Kata anak saya selama pijitin memang suka diputerin film kartun sama pelaku," ujarnya.
"Kejadian yang menimpa anak saya satu kali sebelum wisuda itu saja," sambungnya.
Ia menambahkan bahwa anaknya tidak berani bersuara karena diiming-imingi jas untuk acara wisuda. "Dari pengakuan anak saya sih enggak ada ancaman dari pelaku, cuma pelaku iming-imingi dipinjemin jas buat acara wisuda jadi anak saya diam enggak cerita ke saya," ujarnya.
Awal Terungkapnya Kasus
Ia mengetahui kejadian ini setelah mendengar informasi dari orang tua santri lainnya. "Awalnya saya tahu dari orang tua santri lainnya, saya sangat kaget," katanya.
Setelah mendengar kabar tersebut, ia langsung bertanya kepada anaknya dan mendapatkan pengakuan bahwa Wildan memang melakukan tindakan cabul terhadapnya.
"Setelah saya dapat kabar itu saya langsung tanya sama anak saya. Setelah ngajak ngobrol, anak saya baru cerita dan benar kejadian itu menimpa anak saya," jelasnya.
Korban sempat menempuh pendidikan di pesantren tersebut selama dua tahun, dari kelas 5 hingga kelas 6 sekolah dasar. Saat ini, ia tidak melanjutkan pendidikan di pesantren karena merasa tidak nyaman.
"Selama di pesantren anak saya suka ngerasa capek karena harus ikut membantu proses pembangunan pesantren. Jadi itu juga yang membuat anak saya tidak betah di sana," katanya.
Saat ini, kondisi korban mengalami perubahan psikologis yang tidak stabil. Ia lebih emosional dan sempat tertangkap basah menonton film dewasa.
"Setelah kejadian itu, saya juga sempat pergok anak saya nonton film dewasa," katanya.
Ia sudah melaporkan kasus ini ke kepolisian dengan bantuan orang tua santri lainnya. "Harapan saya pelaku dihukum seberat-beratnya dan kalau bisa sampai dihukum kebiri," ujarnya.
Ekspos Kasus di Polresta Cirebon
Kapolresta Cirebon, Kombes Sumarni, mengatakan bahwa pengungkapan kasus ini berdasarkan laporan yang diterima pada 12 Februari 2025.
"Kasus ini terungkap setelah kami menerima laporan dari salah satu keluarga korban pada tanggal 12 Februari 2025," ujarnya. TKP pencabulan terjadi di salah satu pesantren yang berada di Desa Kertasari, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon.
Polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya satu stel baju seragam, satu peci, satu sarung, dan kasur busa.
"Modus yang dilakukan pelaku meminta korban untuk memijat kemudian diperintah untuk memegang bagian vital pelaku," ujarnya.
Pelaku dijerat Pasal 76E UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
"Karena sebagai tenaga pendidikan, ada tambahan hukuman sepertiga bagi pelaku," pungkasnya.
(sya/orb)