Kedahsyatan erupsi gunung Galunggung Kabupaten Tasikmalaya pada 5 April 1982 menyimpan banyak kenangan di kepala Heri Supartono, mantan ketua pos pengamatan gunung api Galunggung.
Bahkan saat Galunggung mengamuk di 1982 itu, Heri bertahan di pos dan menyaksikan erupsi yang berlangsung sekitar 9 bulan tersebut.
"Pas erupsi pertama itu tanah yang saya pijak terasa goyang, seperti sedang naik perahu digoyang ombak. Abu letusan berbentuk jamur, seperti bom atom," kata Heri, dihubungi via sambungan telepon, Jumat (4/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menceritakan kronologis beberapa hari sebelum letusan pertama itu terjadi. Sebagai petugas badan vulkanologi, dia ingat jasa seorang warga yang rela berangkat ke Bandung untuk memberitahu apa yang terjadi di Galunggung.
"Warga itu bernama Dandi, dia berangkat ke Bandung untuk memberi tahu kami di kantor vulkanologi Bandung. Dia melaporkan Galunggung berasap dan sering bergetar," kata Heri.
Heri memaparkan pengamatan Galunggung ketika itu tidak dilakukan setiap hari. Pengamatan dilakukan secara periodik, setiap tiga bulan sekali. Pos pengamatan itu berupa rumah warga yang disewa itu terletak di Kampung Cikasasah, sekitar 6 kilometer dari Galunggung.
"Nah warga bernama Dandi itu awalnya porter petugas pengamat. Tapi kalau petugas sudah balik ke Bandung, kita suka bilang ke dia kalau ada apa-apa beritahu kami, ya walau pun saat itu tak ada telepon," kata Heri.
Beberapa hari sebelum erupsi, rupanya Dandi resah melihat dan merasakan perubahan yang terjadi pada Galunggung, sementara jadwal pengamatan rutin belum tiba.
"Beruntung dia segera memutuskan menyusul ke Bandung dan melaporkan apa yang terjadi. Besoknya tim dari Bandung bertolak ke Galunggung, dipimpin oleh Prof Adjat Sudrajat. Setelah itu ada juga peneliti dari Hawaii, lupa saya namanya," kata Heri.
Baca juga: Menguak Dahsyatnya Letusan Gunung Galunggung |
Heri sendiri saat itu baru saja jadi pegawai vulkanologi, saat itu perannya adalah petugas pengamat. Dia terus berada di dekat seismograf.
"Begitu tiba kami langsung pasang teledin portable (alat pengamatan), itu tanggal 5 April dini hari. Ternyata Galunggung sudah mau erupsi," kata Heri.
Seismograf yang dia pegang menunjukan indikator getaran maksimal. "Wah itu jarum seismograf full, pergerakan material dari perut bumi sebelum erupsi begitu terasa di alat pemantau. Tremor terus terjadi. Setelah itu getaran berhenti sesaat, kemudian terjadilah letusan," kata Heri.
Terkait upaya mitigasi yang dilakukan, Heri mengatakan sejak tiba di Tasikmalaya pimpinan tim sudah merekomendasikan agar masyarakat di seluruh kaki Galunggung evakuasi.
"Kalau peringatan evakuasi dari awal kami datang sudah dilakukan, ketika tremor sudah terasa rekomendasi kami evakuasi masyarakat," kata Heri.
Saat Galunggung mengamuk, Heri dan timnya bergeming. Dari jarak 6 kilometer, pemantauan terus dilakukan. Berdasarkan perhitungan titik itu aman dari lahar panas dan awan panas. Kalau pun ada ancaman itu adalah batu berapi alias bom vulkanik.
"Itulah pengalaman saya melihat gunung erupsi. Tapi saya juga manusia ada rasa takut, di rumah itu kami berlindung sambil terus melakukan pengamatan. Tapi mobil sudah diparkirkan dalam posisi siap kabur. Saya ingat itu mobil dinas hardtop (jip) yang masih baru," kata Heri.
Sejak letusan pertama itu hingga awal tahun 1983, hari-hari Heri disibukkan dengan melakukan pengamatan dan membuat laporan.
"Berapa kali erupsi terjadi tidak terhitung, karena dalam 9 bulan itu, selang beberapa hari erupsi lagi, besoknya tenang, lusanya erupsi. Terus saja begitu, kita pun tak bisa memprediksi kapan itu akan berakhir," kata Heri.
![]() |
Seakan terikat takdir, sejak saat itu Heri kemudian ditunjuk menjadi ketua pos pengamatan Galunggung hingga dia purna bakti tahun 2018 silam.
"Penugasan saya terus di Galunggung sampai pensiun. Ya walau pun kalau ada erupsi gunung di Indonesia saya sering diterjunkan ke sana," kata Heri.
Tidur Sunyi Bangun Mengamuk
Sebagai sosok yang mengabdikan masa kerjanya di gunung Galunggung, Heri Supartono tentu paham betul gunung api dengan ketinggian 2.168 mdpl itu.
Menurut Heri, Galunggung memiliki karakteristik yang khas. Tidurnya sunyi tapi jika sewaktu-waktu erupsi dampaknya sangat dahsyat.
Tidur sunyi yang dimaksud Heri adalah Galunggung tidak menunjukan aktivitas seperti gunung api pada umumnya. Misalnya kemunculan asap di kawah atau warga air kawah yang berbau menyengat.
"Jarang ada asap putih di Galunggung, berbeda dengan Tangkuban Perahu atau gunung lainnya. Kemudian air kawahnya juga jernih, bahkan ikan pun bisa hidup," kata Heri.
Asap putih di gunung api itu menurut Heri merupakan hasil reaksi antara gas panas yang menyelinap keluar dari perut bumi dengan air kawah.
"Kalau asap putih itu dari air, kalau asap hitam itu bebatuan yang terbakar. Galunggung tak pernah atau jarang sekali terjadi aktivitas itu," kata Heri.
Namun "ketenangan perilaku" Galunggung ini, sebenarnya menyimpan ancaman. Sebuah kekuatan di perut bumi yang jarang atau tak pernah dikeluarkan dalam skala kecil, maka sekali mencapai titik jenuh otomatis erupsinya akan dahsyat.
"Ya itu kan prinsip sederhana, sebuah energi yang tertahan tanpa pernah ada pelepasan maka ketika mencapai jenuh akan erupsi dahsyat," kata Heri.
![]() |
Karakter Galunggung yang tenang namun berbahaya itulah yang kemudian disikapi oleh pemerintah dengan membuat saluran atau tunnel pembuang air. Terowongan pembuang ini dimaksudkan untuk mengurangi debit air kawah, sehingga ketika erupsi air yang "dididihkan" oleh gunung tidak terlalu banyak dan volume lahar panas pun bisa ditekan.
"Iya tahun 1997 selesai dibangun tunnel outlet air kawah. Itu untuk mengurangi debit air dan dampak erupsi," kata Heri.
Mengingat potensi erupsi yang dahsyat itu, maka Heri berharap upaya mitigasi yang dilakukan pemerintah harus konsisten. Salah satunya adalah dengan memelihara daerah aliran sungai (DAS) yang berhulu di kawah Galunggung.
"Kalau sekarang kita lihat dua sungai utama yang berhulu di Galunggung itu adalah sungai Cikunir dan Cibanjaran. Sekarang kondisinya sudah dangkal dan terjadi penyempitan. Padahal seharusnya semakin hilir, lebar sungai semakin besar. Saya kira itu yang harus diperhatikan oleh pemerintah," kata Heri.
Apalagi kondisi itu diperparah pula oleh aktivitas penambangan pasir yang dilakukan secara serampangan. Artinya banyak tanggul-tanggul yang dirusak, tak ada penahan.
"Buktinya beberapa pekan lalu, wilayah Sukaratu dilanda banjir. Itu jadi penanda bahwa ada hal buruk yang terjadi di kaki Galunggung," kata Heri.
Jika saluran tak ditata dan dijaga dengan baik, maka kelak jika ditakdirkan Galunggung erupsi lagi, aliran lahar atau material letusan akan bergerak liar menghantam pemukiman.
Di sisi lain pembukaan jalan lingkar Cisinga (Ciawi - Singaparna) yang membentang di wilayah kaki Galunggung saat ini memacu perkembangan kehidupan sosial masyarakat. Dalam beberapa tahun ke depan, wilayah kaki Galunggung akan berubah menjadi lebih padat penduduk seiring dengan perkembangan zaman.
"Kita tentu tak ingin letusan Galunggung di tahun 1882 yang memakan 4.000 korban jiwa terulang di masa yang akan datang," kata Heri.
(yum/yum)