Kisah Tsaniah Sang Atlet Dayung yang Kini Bertugas di Basarnas

Kisah Tsaniah Sang Atlet Dayung yang Kini Bertugas di Basarnas

Yuga Hassani - detikJabar
Rabu, 12 Okt 2022 07:00 WIB
Itsnah Tsaniah.
Itsnah Tsaniah. (Foto: Yuga Hassani/detikJabar)
Bandung -

Tak pernah terpikirkan bagi dara asal Jakarta, Itsnah Tsaniah bisa melabuhkan hatinya di Basarnas. Apalagi sejak kecil ia aktif sebagai atlet dayung.

Wanita yang kerap disapa Tsaniah itu ternyata sejak kecil telah dikenalkan olahraga dayung oleh keluarganya. Hal itulah yang membuatnya menjadi atlet dayung andal.

Tsaniah mengawali karier sebagai atlet dayung pada tahun 2006 silam, saat dirinya masuk SMP di Pusat Pelatihan dan Latihan Pelajar (PPLP) DKI Jakarta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi dulu ada adiknya mama kebetulan kepala pelatih di dayung itu, terus saya ikut aja. Kemudian latihan-latihan, terus alhamdulillah ada perkembangan dan berprestasi," ujar Tsaniah kepada detikJabar beberapa waktu lalu.

Dalam kesehariannya selama sekolah, Tsaniah tinggal di satu asrama dengan teman-teman lainnya. Ia hanya memiliki waktu bersama keluarga pada akhir pekan.

ADVERTISEMENT

"Dulu pusat sekolahnya di Ancol. Latihan juga di situ. Jadi latihan di Ancol setiap hari. Jadi kita di situ asrama. Paling libur itu hari Kamis dan Minggu. Sekolah juga dari sana. Jadi kita dibiayai dari APBD daerah Jakarta," katanya.

Pada masa itu, pendidikan dan olahraga dayung seakan terpola dan seirama. Setiap hari dirinya menjalani latihan pagi dan sore hari.

"Jadi kita itu jam 5 pagi turun air latihan, terus setelah itu kita dijemput ke sekolah, pulang sekolah jam 3. Terus dijemput lagi, jam 4 habis solat ashar kita latihan lagi. Ritme kayak gitu pasti setiap hari. Jadi memang kegiatan kita ya latihan, sekolah, terus aja gitu, itu kayak gitu sampai SMA," jelasnya.

"Itu terus kayak gitu, tidak dibekali handphone, tidak dibekali kendaraan, jadi terus aja di situ. Tapi memang ada momen-momen habis bertanding terus libur. Jadi memang ada waktu recovery, tapi memang agak lama," tambahnya.

Itsnah Tsaniah.Itsnah Tsaniah. Foto: Yuga Hassani/detikJabar

Mengenyam latihan dayung dengan ulet, membuat dirinya mulai mengikuti kompetisi pelajar. Ia pun sering mendapatkan gelar juara pada beragam kompetisi tersebut.

"Kita awalnya di kelas pelajar daerah dulu, terus kejurnas daerah, terus masuk Popnas, kejurnas senior, terus ada PON. Setelah itu ada seleksi pelatnas, kemudian bisa ikut-ikut internasional. Kompetisi awal untuk kategori pelajar itu tahun 2009 di Sultra, Kendari," ucapnya.

Berkat prestasinya, Tsaniah bisa bisa masuk Pelatnas pada tahun 2011. "Masuk pelatnas 2011 waktu indonesia tuan rumah sea games di Palembang. Pada kompetisi itu alhamdulillah saya dapat satu perak dan dua perunggu," ungkapnya.

"Ketika mendapatkan medali perasaannya ya luar biasa. Soalnya kita membela Indonesia kan," tuturnya.

"Terus setelah itu makin semangat lagi buat latihan, karena tidak bisa dipungkiri selain dapet medali, kita juga dapet bonus. Jadi makin semangat, dan makin tahu kalau juara ya dapet hasil," lanjutnya.

Tsaniah menjelaskan lulus SMA pada tahun 2013. Setelah itu memutuskan untuk kuliah di salah satu universitas di Jakarta. Namun pada tahun 2014 dirinya mencoba mengikuti tes CPNS dengan tujuan masuk ke Basarnas.

Ia kemudian lolos seleksi Basarnas. Kemudian akhirnya masuk Basarnas pada tahun 2015.

"Saya masuk Basarnas tahun 2015, pendaftaran tahun 2014, terus diangkat tahun 2015. Jadi sampai sekadang itu udah 7 tahun. Iyah saya dulu daftar CPNS nya jalur biasa aja kayak orang-orang, jadi bukan lewat jalur atlet. Alhamdulillah keterima," ucap Tsaniah.

Tsaniah mengungkapkan sebetulnya pada tahun 2015 silam dirinya masih TC alias pemusatan latihan SEA Games bersama pelatnas dayung. Namun Basarnas masih memberikannya kompensasi.

"Pada tahun 2015 itu saya masih TC SEA Games padahal. Namun baiknya Basarnas masih memberikan saya dispensasi untuk mengikuti sea games dulu pada tahun 2015. Kemudian tahun 2015 bulan Juli saya selesai sea games, baru saya masuk Basarnas," ungkapnya.

Besarnya dukungan keluarga. Simak di halaman selanjutnya.

Ia sendiri mengatakan perjalanan menuju Basarnas tidak pernah terlepas dari peran keluarganya. Dukungan dari mereka sangat luar biasa untuk kariernya saat ini.

"Alhamdulillah orang tua mendukung, saudara-saudara juga sama mendukung sekali. Sampai saya masuk kerja dukungan orang tua selalu support, salah satunya saya ambil keputusan kerja di basarnas ini ya dukungan orang tua," katanya.

Tsaniah mengaku sempat ragu saat masuk dan bekerja di Basarnas. Pasalnya ia terbiasa hidup sebagai atlet pada tahun-tahun sebelumnya.

"Soalnya kan biasa kita menjadi atlet itu kan kita yang dilayani, setelah masuk basarnas kita yang harus melayani masyarakat. Kita yang dulu sudah diatur polanya saat jadi atlet, di Basarnas kita nggak tahu mau musibah datengnya kapan. Sedang libur tiba-tiba dipanggil," paparnya.

"Jujur saya sempat bilang ke ibu saya nggak mau balik lagi ke kantor, karena memang dunia kerja keras, bukan hanya di Basarnas aja. Soalnya awalnya saya belum terbiasa dengan dunia kerja, padahal kan dunia kerja kayak gini," kata Tsaniah.

"Mungkin dulu kan masih awal-awal, umur juga dulu masih 20 tahun. Tapi orang tua menyadarkan saya, bahwa di luar sana orang cari kerja itu susah, coba dipikir-pikir lagi, dan akhirnya saya sampai sekarang di sini," jelasnya.

Itsnah Tsaniah.Itsnah Tsaniah. Foto: Yuga Hassani/detikJabar

Setelah masuk Basarnas, Tsaniah tidak langsung terjun ke lapangan sebagai penolong. Ia mengaku harus mengalami dulu masa orientasi selama hampir satu tahun.

"Jadi kita orientasi 6 bulan, latdas dulu 3 bulan, kemudian ada pendidikan-pendidikan lanjutan. Baru kita turun ke lapangan, ya ada lah satu tahun. Tapi nggak semuanya sama, setiap angkatan kan beda-beda, ada yang lebih lama lagi untuk bisa turun ke lapangan. Jadi tahun 2016 lah kalau saya baru turun ke lapangan," ucapnya.

Pada tahun tersebut dirinya langsung terlibat dalam berbagai operasi SAR di beberapa wilayah. Di antaranya, bencana waduk Jatigede, kemudian banjir bandang Cimanuk Garut, peristiwa jatuhnya Lion Air, hingga bencana tsunami di Banten

"Pertama kali pas operasi di Jatigede saya jujur gemeteran ngelihat kayak gitu. Soalnya kan nggak pernah ngelihat jenazah dalam bentuk yang sudah lama atau yang bentuknya sudah nggak bagus lah," tutur Tsaniah.

Meski begitu, Tsaniah mengaku operasi SAR yang paling berkesan adalah saat bencana banjir bandang di Cimanuk Garut. Menurutnya penanganan bencana begitu menguras keringat dan sangat emosional.

"Karena kan banyak yang ilang, terus banyak juga keluarga yang mempertanyakan keluarganya yang hilang. Itu membuat saya turut prihatin dan tersentuh sih. Terus saya juga memikirkan kalau ada di posisi kaya gitu gimana," kata Tsaniah.

"Pada saat itu ya mau nggak mau kita nyatakan hilang. Soalnya kita cari-cari udah beberapa hari juga, apalagi kalau jenazah di air kan nggak melulu mengambang, kalau sudah pecah pasti turun ke bawah. Jadi mau diselami juga nggak mungkin. Jadi banjir bandang itu paling berkesan buat saya. Soalnya paling emosional," tambahnya.

Tsaniah menambahkan keahliannya dalam mendayung bisa terpakai saat melakukan pertolongan. Apalagi operasinya ketika berhubungan dengan air.

"Jadi keahlian saya di dayung itu sangat kepakai sekali. Kalau operasi di air kan kita suka pakai perahu karet, nah itu teknik-tekniknya sama juga kan. Kalau saya memang passionnya di air kan, jadi bisa berenang, dayung," imbuhnya.

Tsaniah mengungkapkan saat ini telah berkarier di Basarnas selama tujuh tahun. Tak hanya itu bahkan dirinya saat ini telah menetap di Cimanggung, Kabupaten Sumedang.

"Saya udah berkeluarga dan punya anak satu. Kemudian alhamdulillah sudah tinggal di daerah Cimanggung juga," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(orb/orb)


Hide Ads