Kisah dari Nyalindung, Dilewati Pejabat Sukabumi tapi Tak Dilirik

Kisah dari Nyalindung, Dilewati Pejabat Sukabumi tapi Tak Dilirik

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Kamis, 22 Sep 2022 11:27 WIB
Potret rumah rusak akibat pergerakan tanah di Pasirsuren, Palabuhanratu, Sukabumi
Potret rumah rusak akibat pergerakan tanah di Pasirsuren, Palabuhanratu, Sukabumi (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)
Sukabumi -

Bencana pergerakan tanah terjadi di Kampung Nyalindung, Desa Pasirsuren, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi pada Maret 2021 silam. Informasi dihimpun, bencana itu membuat puluhan rumah warga rusak, belasan diantaranya rusak berat. Hingga kini bayangan bencana masih menghantui warga.

Sikap warga beragam, ada yang memilih bertahan dan dihantui bayangan bencana hingga mengungsi dan menempati rumah kontrakan berbayar setiap bulannya. Mereka mengaku belum mendapat solusi kongkrit untuk kelanjutan hidup mereka ke depannya.

Lokasi bencana pergerakan tanah itu berada di pinggir jalur propinsi lintasan dari Cibadak, Sukabumi ke Palabuhanratu pusat pemerintahan Kabupaten Sukabumi. Sejak tanggap bencana ditutup beberapa waktu lalu, belum ada keputusan kapan mereka menempati Hunian Sementara atau Huntara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami memohon kami di sini di pinggir jalan loh, Kampung Nyalindung ini jalan protokol propinsi, kalau bapak-bapak pejabat lewat ke kantor pemda atau kantor DPR boleh lihat kami ke sini karena setiap hari dilintasi, kalau misalkan tempat kejadian jauh tidak bisa dijangkau dengan motor atau mobil saya maklumi. Ini saya di pinggir jalan jadi tolong bapak-bapak tengok kami," kata Enung Nuraeni (43) warga setempat kepada detikJabar, Kamia (22/9/2022).

Enung adalah tenaga pendidik honorer, ia sempat memantik perhatian karena status media sosialnya menohok kebijakan pemerintah saat mempertunjukkan kemeriahan Hari Jadi Kabupaten Sukabumi ke 152. Ia mengaku sengaja melontarkan kritikan demi mendapat perhatian dari para pemangku kebijakan.

ADVERTISEMENT

"Takut lupa kami mengingatkan kembali kami di sini korban pergerakan tanah sudah mau setahun. Kami ngontrak tidak ada bantuan, bisa terbayang gaji honorer itu berapa. Belum untuk keluarga," imbuh Enung.

Enung mengontrak sudah selama 1 tahun, perbulan dia merogoh kocek hampir Rp 1 juta untuk membayar kontrakan. Ia juga menyebut selain menjadi korban bencana, warga juga menjadi korban dari Pemberi Harapan Palsu (PHP) karena selama ini menurutnya banyak survei dilakukan namun tanpa tindak lanjut yang jelas.

Potret rumah rusak akibat pergerakan tanah di Pasirsuren, Palabuhanratu, SukabumiPotret rumah rusak akibat pergerakan tanah di Pasirsuren, Palabuhanratu, Sukabumi Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar

"Saya ingin menyampaikan harapan kepada pemerintah kepada yang di atas sana. Kami di sini sudah mau 1 tahun jadi korban pergerakan tanah. Sampai hari ini nasib kami masih abu-abu. Yang kami inginkan tidak PHP kapan kami akan direlokasi, jangan hanya di survei di foto, di Survey di foto. Kemarin sempat ada kumpulan kita akan relokasi dimana, sampai saat ini kumpulannya bubar," ujar dia.

"Saya curhat di medsos, karena tergerak untuk kembali bersuara. Karena jangan sampai terlelap tidur terlalu lama. Kalau memang kami harus terus ngontrak tolong belas kasihannya kepada kami, kami mendapatkan beras mie instan, sabun mandi, sabun cuci tangan, handsanitiser, kemudian dari Dinsos baju tidur dan kasur. Cuma itu, uang enggak ada hanya dari donatur saja kalau dari pemerintah tidak ada," ujar Enung.

Enung mengaku senang dengan kemeriahan hari jadi Kabupaten Sukabumi beberapa waktu lalu, namun menurutnya kesenangan itu kontras dengan nasib warga di tempatnya tinggal. Ia berharap para pejabat itu mampir dan melihat kondisi mereka.

"Kami senang melihat ulang tahun begitu meriah, pejabat bupati datang, kami senang sebagai warga Kabupaten Sukabumi, namun kami sedih perayaan ulang tahun begitu meriah, banyak kendaraan pejabat melewati tempat bencana kami, kami di pinggir jalan. Bisakah bapak bupati menyempatkan bertemu dengan kami. Hal seperti saya mereka pasti sama pak, apalagi saya emak-emak, semua emak-emak di sini ingin menyuarakan soal kondisi kami di sini," ujarnya.

Ironi serupa juga dirasakan Siti Mayangsari, ibu dua anak itu mengaku tempat tinggalnya di Kampung Nyalindung sudah tidak bisa dihuni lagi. Perlahan tapi terjadi, rumahnya mulai roboh di berbagai tempat hingga tidak lagi bisa dihuni.

"Kemarin ada roboh lagi karena hujan lebat dua hari yang lalu. Untung karena selama ini kan mengungsi di rumah orang tua karena kondisi rumah di sini ambruk. Ini roboh, plafon sudah turun lalu kemudian kamar mandi ambruk, kamar mandi plafon kamar juga temboknya ambruk kamar belakang," ujar Siti.

Potret rumah rusak akibat pergerakan tanah di Pasirsuren, Palabuhanratu, SukabumiPotret rumah rusak akibat pergerakan tanah di Pasirsuren, Palabuhanratu, Sukabumi Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar

Siti mengais sejumlah barang yang bisa dia selamatkan, sejak kejadian beberapa bagian bangunan roboh pada 2021 silam ia tinggal bersama orang tuanya. Ketika siang, dia kembali ke rumah untuk merapikan barang-barang miliknya.

"Setiap hari juga apalagi kalau hujan besar saya enggak berani ke sini takut ada kejadian lagi kalau siang saya ke rumah sini beberes. Kalau siang saja, malam saya ke orangtua," ungkap Siti.

Ia berharap solusi dari pemerintah, ia mendengar kabar soal relokasi ke Huntara namun hingga kini kabar soal itu belum juga direalisasikan "Mau dibangun Huntara tapi enggak tahu kapan, belum ada sampai sekarang juga, belum ada kejelasan lagi. Harapannya mudah-mudahan dapat bantuan secepatnya, Huntara atau ada kebijakan apa, enggak tinggal disini makin lama makin berbahaya banyak retakan baru," ujar Siti.

(sya/yum)


Hide Ads