Jerit Sopir Angkot di Kota Bandung Alami Pailit Berkepanjangan

Rifat Alhamidi - detikJabar
Sabtu, 27 Agu 2022 08:00 WIB
Sopir angkot di Bandung (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar).
Bandung -

Industri angkutan umum, khususnya angkot di Kota Bandung, kini mulai ditinggalkan publik. Moda transportasi ini dianggap sudah terlalu jadul untuk mengikuti perkembangan zaman, apalagi ditambah dengan tumbuh suburnya transportasi online yang telah menjamur di wilayah Ibu Kota Jawa Barat.

Akibat kondisi ini, banyak sopir angkot yang kini kebingungan dan hanya bisa pasrah terhadap keadaan. Ibarat pribahasa maju kena mundur kena, para sopir angkot hanya bisa menerima nasib saat ini dibanding harus meninggalkan profesi yang telah mereka geluti sejak puluhan tahun lalu. Alasannya, mereka sudah tak mampu lagi mencari pekerjaan lain lantaran sudah berumur.

Kondisi tersebut salah satunya dirasakan Agus (50). Dia merupakan sopir angkot untuk trayek St Hall-Ciumbuleuit dan telah bergelut dengan profesinya selama 20 tahun. Saat ditemui detikJabar, Agus turut mengungkapkan keluh kesahnya dengan kondisi industri angkot yang kini mulai sepi ditinggalkan penumpang.

"Nggak nentu sekarang mah pemasukannya. Kadang-kadang bawa uang ke rumah, tapi kebanyakannya nombok setoran, tekor terus," katanya ditemui saat menunggu penumpang di Terminal St Hall, belum lama ini.

Agus tak bisa menutupi perasaan was-wasnya jika harus mengingat bagaimana nasib industri angkot saat ini. Ia beberapa kali bahkan terlihat uring-uringan, lantaran bingung menghadapi keadaan yang tak menentu itu.

Padahal kata Agus, angkot dulu pernah mengalami masa keemasannya. Sekitaran awal tahun 2000 hingga 2010-an, angkot masih menjadi primadona transportasi warga Kota Bandung. Namun setelah transportasi online mulai menjamur, tepatnya pada tahun 2015an, angkot perlahan ditinggalkan penumpang.

"Dulu mah rame terus, penumpang juga penuh. Pas zaman itu, lumayan ada aja (uang) buat dibawa pulang mah. Sekarang mah boro-boro, semenjak ada (transportasi) online jadi sepi. Ditambah kan udah pada banyak punya kendaraan pribadi, jadi berat sekarang mah. Ngejar setoran juga susah," ungkapnya.

Pada masa-masa itu, Agus masih ingat ia harus menyetor uang kepada pemilik angkot yang dibawanya dengan nominal Rp 150 per hari. Dari setoran itu, Agus bisa membawa uang ke rumah Rp 200-300 ribu untuk 4 rit (8 kali pulang pergi trayek St Hall-Ciumbuleuit) setiap harinya.

Namun kini, kondisinya dirasakan Agus sudah serba susah. Jangan berharap jika angkot penuh disesaki penumpang. Sebab bisa mendapatkan 2-3 penumpang saja, itu sudah dirasa lumayan oleh Agus.

"Sekarang setoran Rp 70 ribu, tapi pemasukan juga enggaknentu. Kadang-kadang bawa uang ke rumah, tapi kebanyakannya nombok setoran. Paling yangkebawa ke rumah Rp 50 ribu. Soalnya sepi penumpangnya, narik palingandapet 3 doang penumpang. Paling banyak juga 8 orang,"tuturnya.




(ral/mso)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork