Wali yang Mempunyai Pertalian Darah dengan Mempelai Wanita, Siapa Saja?

Wali yang Mempunyai Pertalian Darah dengan Mempelai Wanita, Siapa Saja?

Rahma Ambar Nabilah - detikHikmah
Selasa, 12 Des 2023 09:30 WIB
Muslim wedding ceremony. The marriage process for Indonesian Muslim bride-to-be is called Ijab Kabul in Akad Nikah. handshake between the groom and the brides father.
Wali nikah dalam Islam. Foto: Getty Images/Achmad Wahyudi
Jakarta -

Wali memiliki peran yang sangat penting dalam upacara pernikahan. Perwalian menjadi ketentuan syariat yang diberlakukan dalam pernikahan.

Merujuk pada buku Pendidikan Agama Islam untuk SMK Kelas II oleh Bachrul Ilmy, wali adalah orang yang menikahkan mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan. Wali merupakan orang yang berhak mengizinkan seorang perempuan dinikahi oleh seorang laki-laki.

Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Baihaqi dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ اذْنِ وَلِيْهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ

Artinya: "Barangsiapa di antara perempuan menikah tanpa izin walinya, pernikahannya tidak sah."

ADVERTISEMENT

Seorang perempuan boleh dinikahkan oleh walinya baik ayah maupun kerabat lain yang sah menurut syariat Islam. Wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahkan disebut wali nasab. Berikut penjelasannya.

Pengertian Wali Nasab

Wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahkan disebut wali nasab. Merujuk pada sumber sebelumnya, contoh dari wali nasab adalah bapak, kakak laki-laki kandung (seibu dan sebapak), kakak laki-laki sebapak, dan sebagainya.

Urutan Wali Nasab yang Berhak Menjadi Wali

Dirangkum dari buku Fiqh Keluarga Terlengkap oleh Rizem Aizid, Imam Malik berpendapat bahwa perwalian di dasarkan pada ke-'ashabah (orang yang menguasai harta waris karena ia menjadi ahli waris tunggal).

Wali yang paling berhak berdasarkan urutannya menurut Imam Malik yaitu:

  1. Anak laki-laki sampai ke bawah lebih utama
  2. Ayah sampai ke atas
  3. Saudara laki-laki seayah dan seibu
  4. Saudara laki-laki seayah saja
  5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah saja
  6. Kakek dari pihak ayah sampai ke atas
    Al-Mughni menyatakan bahwa kakek lebih utama daripada saudara laki-laki dan anaknya saudara laki-laki. Alasannya karena kakek adalah asal, kemudian paman-paman dari pihak ayah berdasarkan urutan saudara-saudara laki-laki sampai ke bawah, kemudian bekas tuan (al-maula), kemudian penguasa.

Menurut jumhur ulama, urutan wali nikah nasab yaitu sebagai berikut:

  1. Ayah
  2. Ayahnya ayah (kakek) terus ke atas
  3. Saudara laki-laki seayah dan seibu
  4. Saudara laki-laki seayah saja
  5. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah dan seibu
  6. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
  7. Anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah dan seibu
  8. Anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah
  9. Anak laki-laki pada point tujuh
  10. Anak laki-laki pada pont delapan dan seterusnya
  11. Saudara laki-laki ayah, seayah dan seibu
  12. Saudara laki-laki ayah, seayah saja
  13. Anak laki-laki pada point sebelas
  14. Anak laki-laki pada point dua belas
  15. Anak laki-laki pada point 13, dan seterusnya

Jenis Wali Nasab

Merujuk pada sumber sebelumnya, wali nasab terbagi menjadi dua jenis, yaitu wali aqrab (dekat) dan wali ab'ad (jauh). Wali aqrab adalah yang paling utama daripada wali ab'ad.

Wali ab'ad baru boleh menjadi wali jika wali aqrab tidak ada. Atau jika wali aqrab-nya berada dalam kondisi seperti non-muslim, fasik, belum dewasa, gila, dan bisu/tuli. Maka wali ab'an boleh menggantikannya.

Syarat Wali Nikah

Dirangkum dari buku Fiqh Sunnah, syarat orang yang menjadi wali dalam pernikahan adalah baligh, berakal, dan merdeka, baik apabila ia menjadi wali bagi orang muslim ataupun non-muslim. Sementara budak, orang gila, ataupun anak kecil, mereka tidak diperkenankan menjadi wali.

Syarat selanjutnya adalah wali nikah harus beragama Islam jika orang yang di bawah perwaliannya muslim. Sementara walinya orang yang tidak beragama islam, maka tidak diperkenankan menjadi wali seorang muslim.

Sebagai dasarnya pada firman Allah SWT yang termaktub dalam surah At Taubah ayat 71:

وَٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ ٱللَّهُ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Arab-Latin: Wal-mu`minụna wal-mu`minātu ba'ḍuhum auliyā`u ba'ḍ, ya`murụna bil-ma'rụfi wa yan-hauna 'anil-mungkari wa yuqīmụnaṣ-ṣalāta wa yu`tụnaz-zakāta wa yuṭī'ụnallāha wa rasụlah, ulā`ika sayar-ḥamuhumullāh, innallāha 'azīzun ḥakīm

Artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.




(lus/lus)

Hide Ads