- Golongan yang Berhak Menerima Daging Kurban 1. Orang yang Berkurban 2. Kerabat Dekat 3. Tetangga 4. Fakir Miskin dan Orang yang Membutuhkan 5. Orang Nonmuslim dalam Kondisi Tertentu
- Larangan yang Berlaku untuk Daging Kurban 1. Memberikan Daging Kurban sebagai Imbalan kepada Penyembelih 2. Menjual Bagian dari Hewan Kurban, Termasuk Kulitnya
Ibadah kurban tidak hanya menandai bentuk ketaatan kepada Allah, tetapi juga menjadi sarana mempererat ikatan sosial di tengah masyarakat. Salah satu aspek penting dalam pelaksanaannya adalah memahami golongan yang berhak menerima daging kurban, agar pembagian dilakukan secara tepat dan sesuai tuntunan syariat.
Dalam buku Cara Berkurban karya Abdul Muta'al Al-Jabry, dijelaskan bahwa penyembelihan hewan kurban menurut ketentuan syariat Islam hanya dapat dilakukan setelah pelaksanaan sholat Idul Adha. Waktu yang diperbolehkan untuk menyembelih berlangsung selama empat hari, yaitu tanggal 10 Dzulhijjah (hari raya) dan tiga hari tasyriq setelahnya.
Adapun batas terakhir yang dibolehkan untuk penyembelihan adalah sebelum terbenamnya Matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah. Apabila kurban disembelih setelah lewat waktu tersebut, maka penyembelihan tersebut tidak dianggap sah sebagai ibadah kurban.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, siapa saja yang dapat menerima pembagian daging kurban? Mari kita simak penjelasan lengkap berikut ini untuk mendapatkan jawabannya!
Golongan yang Berhak Menerima Daging Kurban
Setidaknya terdapat 5 golongan yang memiliki hak untuk menerima daging sembelihan hewan kurban.
1. Orang yang Berkurban
Orang yang menyembelih hewan kurban dan keluarganya sendiri termasuk pihak yang diperbolehkan mengambil bagian dari daging kurban. Bahkan, mayoritas ulama menyarankan agar sepertiga dari daging kurban dikonsumsi oleh pihak yang berkurban. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW:
كُلُوا، وَأَطْعِمُوا، وَادْخِرُوا
"Makanlah, berikanlah, dan simpanlah." (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Daud)
Dalam Fikih Sunnah Jilid 5 karya Sayyid Sabiq, dijelaskan bahwa membagi daging menjadi tiga bagian, untuk dimakan sendiri, dihadiahkan, dan disedekahkan, merupakan bentuk pelaksanaan kurban yang paling utama. Rasulullah sendiri mencontohkan agar orang yang berkurban menikmati sebagian hasil sembelihannya sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat ibadah tersebut.
Namun, khusus untuk kurban nadzar, ada ketentuan berbeda. Orang yang bernadzar tidak diperbolehkan memakan sedikit pun dari daging hewan kurban tersebut, termasuk orang-orang yang menjadi tanggungannya. Ini karena kurban nadzar sepenuhnya dianggap sebagai harta yang disedekahkan.
Penjelasan ini terdapat dalam buku 33 Tanya Jawab Seputar Qurban oleh Abdul Somad, yang menekankan bahwa kurban nadzar wajib dibagikan seluruhnya kepada selain pihak yang berkurban. Hal ini untuk menjaga keikhlasan dan memenuhi janji ibadah yang sebelumnya telah dinyatakan.
2. Kerabat Dekat
Kerabat dekat menjadi golongan yang sangat dianjurkan untuk diberikan daging kurban, terlebih apabila mereka termasuk golongan yang membutuhkan. Ini sejalan dengan semangat mempererat tali silaturahmi dan menjaga keharmonisan keluarga. Allah SWT berfirman:
وَأُولُوا الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ
"Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya di dalam Kitab Allah." (QS. Al-Anfal [8]: 75)
Abdul Muta'al Al-Jabry dalam bukunya Cara Berkurban menegaskan bahwa mendahulukan pemberian kepada keluarga merupakan salah satu bentuk amal saleh yang bernilai tinggi karena mendatangkan dua manfaat sekaligus, yaitu silaturahmi dan sedekah.
3. Tetangga
Selain keluarga, tetangga juga menjadi prioritas dalam distribusi daging kurban. Ini merupakan manifestasi dari ajaran Rasulullah SAW yang menganjurkan untuk memulai segala kebaikan dari lingkungan terdekat. Nabi SAW bersabda:
ابْدَأَ بِنَفْسِكَ ثُمَّ مَنْ تَعُولُ
"Mulailah dari dirimu, kemudian orang yang ada dalam tanggunganmu." (HR. Muslim)
Mendahulukan tetangga juga sejalan dengan prinsip solidaritas dalam Islam. Dalam masyarakat, pembagian kurban kepada tetangga dapat memperkuat hubungan sosial dan mencegah kecemburuan.
4. Fakir Miskin dan Orang yang Membutuhkan
Golongan ini merupakan penerima utama dalam ibadah kurban. Memberikan daging kepada fakir miskin bertujuan untuk mendistribusikan kebahagiaan hari raya kepada mereka yang kurang mampu. Dalil yang menjelaskan hal ini terdapat dalam Al-Quran:
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
"Maka makanlah sebahagian daripadanya dan berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir." (QS. Al-Hajj [22]: 28)
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW membagi daging kurban menjadi tiga, yaitu sepertiga untuk keluarga, sepertiga untuk fakir miskin, dan sepertiga untuk orang yang membutuhkan. Penjelasan ini juga termuat dalam Cara Berkurban karya Abdul Muta'al Al-Jabry. Bahkan disebutkan bahwa penyaluran dapat dilakukan ke luar desa jika kondisi mengharuskan, untuk menjangkau lebih banyak penerima manfaat.
5. Orang Nonmuslim dalam Kondisi Tertentu
Meskipun bukan bagian dari umat Islam, dalam kondisi tertentu, nonmuslim tetap dapat menerima daging kurban. Hal ini berlaku khusus untuk kurban sunnah, bukan nadzar, karena nadzar memiliki ikatan niat dan peruntukan khusus.
Dalam buku Cara Berkurban, Abdul Muta'al Al-Jabry menyebutkan bahwa dalam mazhab Hanbali, daging kurban boleh diberikan kepada dzimmi (nonmuslim yang hidup dalam perlindungan negara Islam). Hal ini karena kurban sunnah digolongkan sebagai shadaqah tathawwu, yang penerimanya bisa lebih fleksibel dibanding sedekah wajib seperti zakat.
Ini juga dikuatkan oleh sabda Nabi SAW yang menyatakan:
صَدَقَةٌ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
"Shadaqah itu diambil dari orang-orang kaya untuk orang-orang miskin yang ada di antara kamu (kaum muslim)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan batasan pada sedekah wajib, bukan sedekah sunnah, yang mana daging kurban termasuk di dalamnya.
Larangan yang Berlaku untuk Daging Kurban
Selain memahami siapa saja yang berhak menerima daging kurban, shohibul qurban juga wajib menghindari dua larangan berikut ini.
1. Memberikan Daging Kurban sebagai Imbalan kepada Penyembelih
Dalam buku 1001 Kesalahan Dalam Ibadah dan Muamalah karya Mushtofa Murod, dijelaskan bahwa salah satu kesalahan yang kerap terjadi adalah memberikan sebagian dari hewan kurban, baik daging, kepala, maupun kulit, kepada tukang potong sebagai bentuk imbalan. Praktik semacam ini secara tegas dilarang dalam syariat karena mengandung unsur pemanfaatan ibadah untuk tujuan duniawi.
Larangan ini bertujuan menjaga keikhlasan dalam berkurban. Jika penyembelih memang membutuhkan atau tergolong fakir, maka ia boleh diberi bagian dari daging kurban atas dasar sedekah, bukan sebagai upah atas jasa menyembelih. Upah untuk jasa tersebut tetap harus diberikan dari sumber dana lain yang terpisah dari hewan kurban itu sendiri.
Ketegasan ini sesuai dengan prinsip umum dalam ibadah kurban, bahwa segala bentuk imbalan atas hewan kurban harus dihindari karena dapat merusak nilai ibadahnya. Rasulullah SAW bahkan melarang memberikan bagian kurban sebagai upah tukang potong dan bersabda:
"Barang siapa menjadikan sebagian dari kurbannya sebagai bayaran kepada penyembelih, maka tidak ada kurban baginya." (HR. Al-Baihaqi)
2. Menjual Bagian dari Hewan Kurban, Termasuk Kulitnya
Larangan kedua adalah memperjualbelikan bagian apa pun dari hewan kurban, termasuk kulit. Dalam Fikih Sunnah Jilid 5 karya Sayyid Sabiq, dijelaskan bahwa menjual kulit kurban atau memanfaatkannya untuk keuntungan pribadi sangat tidak dibenarkan. Bahkan, kulit tidak boleh digunakan sebagai alat tukar atau dijadikan sebagai hadiah untuk mengganti jasa orang lain.
Sayyid Sabiq menegaskan bahwa semua bagian dari hewan kurban adalah bagian dari ibadah, sehingga tidak semestinya dipindahkan dari ranah ibadah ke ranah transaksi komersial. Apabila ada kebutuhan untuk mengelola kulit, maka harus dengan niat dan tujuan yang tetap berada dalam bingkai amal kebajikan, bukan keuntungan.
Namun, dalam pandangan Imam Abu Hanifah, terdapat kelonggaran terbatas. Ia memperbolehkan kulit kurban dijual, dengan syarat hasil penjualannya digunakan untuk sedekah atau untuk kebutuhan rumah tangga yang bermanfaat, bukan untuk keuntungan pribadi. Meskipun demikian, pandangan ini tetap dibatasi oleh prinsip bahwa nilai ibadah harus diutamakan dan tidak boleh diganti dengan nilai ekonomi murni.
Jadi, sudah paham tentang golongan yang berhak menerima daging kurban, detikers? Semoga penjelasan di atas bermanfaat!
(sto/apu)