Nabi Muhammad SAW adalah manusia pilihan Allah SWT yang sejak kecil telah diuji dengan berbagai cobaan hidup. Masa kecil Nabi Muhammad SAW diasuh oleh sang kakek.
Rasulullah SAW lahir dalam keadaan yatim, karena sang ayah, Abdullah bin Abdul Muthalib, wafat ketika beliau masih dalam kandungan. Tidak lama setelah itu, ibundanya, Aminah binti Wahab, juga meninggal dunia saat Nabi SAW berusia enam tahun.
Kehilangan kedua orang tua membuat Nabi Muhammad SAW tumbuh sebagai seorang yatim piatu. Namun, kasih sayang Allah SWT tidak pernah putus. Beliau kemudian dirawat dengan penuh cinta oleh kakeknya, seorang pemimpin Quraisy yang sangat dihormati, yaitu Abdul Muthalib.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nabi Muhammad SAW Diasuh oleh Abdul Mutalib
Dikutip dari buku Sejarah Keteladanan Nabi Muhammad SAW: Memahami Kemuliaan Rasulullah Berdasarkan Tafsir Mukjizat Al-Qur'an karya Yoli Hemdi, Abdul Muthalib memiliki nama asli Syaibah bin Hasyim bin Abdi Manaf. Sejak kecil ia dipanggil Syaibah karena rambutnya sudah beruban.
Ia lahir di Madinah dan dibesarkan oleh ibunya, Salma binti Amr, hingga kemudian dibawa ke Makkah oleh pamannya, Al-Muthalib. Orang-orang Quraisy sempat menyangka bahwa ia adalah budak milik pamannya, sehingga ia dijuluki Abdul Muthalib, sebuah nama yang kemudian melekat hingga akhir hayatnya.
Sebagai pemimpin Quraisy, Abdul Muthalib dikenal sebagai sosok yang berwibawa, bijaksana, dan sangat dihormati. Ia adalah penjaga Ka'bah dan pemegang urusan sumur Zamzam. Kewibawaannya membuat seluruh masyarakat Quraisy segan kepadanya. Meskipun hidup di tengah masyarakat jahiliah, Abdul Muthalib menolak banyak kebiasaan buruk kaumnya. Ia tidak menyukai minum khamr, tidak menyetujui zina, dan selalu menjaga kehormatan Ka'bah dengan penuh kesungguhan.
Prof. Dr. H. Faisal Ismail dalam bukunya yang berjudul Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XII M) menceritakan, ketika Aminah wafat, Abdul Muthalib mengambil tanggung jawab penuh untuk mengasuh cucunya. Sang kakek mengasuh, menjaga dan memelihara cucunya dengan penuh kasih sayang dan cinta.
Kasih sayang yang ia curahkan begitu besar. Ia sering mendudukkan Muhammad kecil di tempat duduk kehormatan yang biasanya hanya diperuntukkan baginya di dekat Ka'bah. Para paman Nabi SAW kadang mencoba melarang karena menganggap cucu kecil itu tidak pantas berada di sana.
Perhatian Abdul Muthalib kepada Nabi SAW begitu besar. Ia tidak memperlakukan Muhammad kecil seperti cucu biasa, melainkan seperti anak yang sangat istimewa.
Orang-orang Quraisy yang melihat kedekatan itu sering merasakan betapa besar cinta Abdul Muthalib pada cucunya. Tidak jarang ia membela Muhammad kecil ketika ada yang ingin menjauhkan atau mengusiknya.
Kasih sayang itu tidak hanya tampak dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam perlindungan dan doa. Abdul Muthalib percaya bahwa cucunya membawa tanda-tanda kebesaran. Sebagai seorang yang sangat dekat dengan Ka'bah, ia sering bermunajat kepada Allah dan berharap agar cucunya kelak menjadi orang besar yang bermanfaat bagi banyak orang. Keyakinan ini kelak terbukti, karena dari seorang anak yatim piatu yang penuh kasih sayang kakeknya, lahirlah seorang Rasul yang membawa cahaya Islam ke seluruh dunia.
Namun, masa kebersamaan itu tidak berlangsung lama. Ketika Nabi berusia sekitar delapan tahun, Abdul Muthalib jatuh sakit dan meninggal dunia di usia 80 tahun.
Perpisahan itu tentu meninggalkan duka mendalam bagi Muhammad kecil yang baru saja kehilangan ibunya. Sebelum wafat, Abdul Muthalib berpesan agar cucunya diasuh oleh putranya, Abu Thalib. Abu Thalib pun merawat Nabi dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang hingga beliau dewasa.
(dvs/inf)
Komentar Terbanyak
Ketum PBNU Gus Yahya Minta Maaf Undang Peter Berkowitz Akademisi Pro-Israel
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
BPJPH Dorong Kesiapan Industri Nonpangan Sambut Kewajiban Sertifikasi Halal