Kisah Nabi Musa AS menerima wahyu di Gunung Sinai, Mesir, adalah salah satu peristiwa dahsyat dalam sejarah kenabian. Pertemuan ini tidak hanya menjadi bukti keagungan Allah SWT, tetapi juga mengajarkan tentang keterbatasan manusia dalam menghadapi kebesaran-Nya.
Peristiwa ini diceritakan secara jelas dalam Al-Qur'an dan kitab-kitab sejarah Islam. Bagaimana kisahnya? Mari kita bahas di bawah ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Permintaan Musa untuk Melihat Allah
Menurut Qashashul Anbiya karya Ibnu Katsir terjemahan Umar Mujtahid, Nabi Musa AS bisa berbicara langsung dengan Allah SWT dari balik tabir. Posisi ini merupakan kedudukan dan kehormatan yang sangat mulia bagi beliau.
Setelah mendengar firman Allah SWT, timbul keinginan kuat dalam diri Nabi Musa AS untuk melihat zat Allah SWT secara langsung. Beliau pun memohon, seperti yang dijelaskan dalam Surah Al-A'raf ayat 143:
وَكَلَّمَهٗ رَبُّهٗۙ قَالَ رَبِّ اَرِنِيْٓ اَنْظُرْ اِلَيْكَۗ
Artinya: "... dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, dia berkata, "Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau."
Penglihatan yang Tak Sanggup Dilihat Makhluk
Allah SWT pun menjawab permohonan Nabi Musa AS. Allah SWT menjelaskan bahwa Nabi Musa AS tidak akan sanggup melihat-Nya.
Untuk membuktikan hal itu, Allah SWT memberikan tantangan: "Engkau tidak akan (sanggup) melihat-Ku, namun lihatlah ke gunung itu. Jika ia tetap di tempatnya (seperti sediakala), niscaya engkau dapat melihat-Ku."
Penjelasan ini menegaskan bahwa gunung yang kokoh, teguh, dan jauh lebih kuat dari manusia, tidak akan mampu bertahan jika Allah SWT menampakkan diri-Nya. Kitab-kitab kuno menerangkan, tidak ada makhluk hidup yang mampu melihat Allah SWT tanpa mati, dan tidak ada benda mati yang bisa tetap tegak di hadapan-Nya.
Ibnu Abbas RA menyebutkan bahwa cahaya Allah SWT yang ditampakkan-Nya akan membuat segala sesuatu tidak bisa tegak berdiri.
Gunung Hancur dan Musa Pingsan
Kemudian, terjadilah momen dahsyat yang tak terbayangkan. Sesuai dengan firman-Nya dalam Surah Al-A'raf ayat 143:
فَلَمَّا تَجَلّٰى رَبُّهٗ لِلْجَبَلِ جَعَلَهٗ دَكًّا وَّخَرَّ مُوْسٰى صَعِقًاۚ
Artinya: "Maka, ketika Tuhannya menampakkan (keagungan-Nya) pada gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan."
Dalam tafsir Kemenag, dijelaskan bahwa gunung yang hancur itu sama rata dengan tanah. Nabi Musa pun jatuh pingsan ketika menyaksikan peristiwa dahsyat itu.
Setelah Nabi Musa sadar kembali, ia yakin bahwa tidak dapat melihat Allah SWT di dunia ini dengan cara apa pun. Musa pun berkata, "Mahasuci Engkau, lagi Maha Agung, aku bertobat kepada Engkau karena telah lancang meminta sesuatu yang tak Engkau izinkan, dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman, yang percaya bahwa Engkau tidak dapat dilihat seperti yang kumohonkan."
Menurut riwayat As-Suddi dari Ibnu Abbas RA, keagungan yang diperlihatkan Allah SWT saat itu sangatlah kecil, diibaratkan hanya seukuran jari kelingking. Namun, manifestasi keagungan yang begitu kecil itu sudah cukup untuk membuat gunung hancur luluh dan Nabi Musa AS langsung jatuh pingsan.
Setelah sadar dari pingsannya, Nabi Musa AS menyadari kesalahannya dan segera bertobat. Beliau berkata, "Mahasuci Engkau. Aku bertobat kepada-Mu dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman."
Peristiwa ini menjadi pelajaran berharga tentang keagungan Allah SWT yang tak terbatas dan keterbatasan manusia dalam memahami serta menanggung manifestasi kebesaran-Nya.
Wallahu a'lam.
(hnh/kri)
Komentar Terbanyak
Ketum PBNU Gus Yahya Minta Maaf Undang Peter Berkowitz Akademisi Pro-Israel
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
BPJPH Dorong Kesiapan Industri Nonpangan Sambut Kewajiban Sertifikasi Halal