Sa'id bin Amir RA merupakan seorang mukmin yang memiliki kesabaran, keimanan mendalam, serta selalu mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Tetapi meski begitu beliau pernah dihadapkan oleh tuduhan serius yang mencoreng nama baiknya.
Mengutip buku Mukjizat Sabar Syukur Ikhlas karya Badrul Munier Buchori, Sa'id bin Amir RA merupakan sahabat yang memeluk Islam sebelum pembebasan Khaibar. Lalu pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA, Said diangkat menjadi Gubernur Syam yang berpusat di Hims.
Sa'id bin Amir RA Gemar Sedekah
Pada awal perjalanannya, Umar bin Khattab membekali dirinya dengan sejumlah harta supaya dia dan keluarga bisa mencukupi kehidupannya nanti saat di Hims. Istrinya bermaksud menggunakan modal pemberian Khalifah untuk keperluan hidup, dan sebagiannya disimpan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ternyata Sa'id bin Amir RA mempunyai rencana lain untuk penggunaan harta yang diberikan kepadanya, dirinya bermaksud menjadikan harta itu sebagai modal, supaya mereka bisa berkembang di Hims.
Setelah beberapa waktu, istrinya menyadari bahwa harta tersebut tidak dijadikan sebagai modal, melainkan telah digunakan semuanya oleh suaminya untuk disedekahkan. Menurutnya investasi terbaik adalah berdagang dengan Allah SWT.
Kisah Sa'id bin Amir RA Diprotes Rakyatnya
Mengutip buku Sirah 60 Sahabat Nabi Muhammad saw karya Ummu Ayesha, ketika penduduk Hims protes kepada Khalifah Umar bin Khattab RA terkait kinerja Sa'id bin Amir RA.
"Kami mengeluhkan empat perkara, yang pertama, karena dia baru keluar siang hari untuk menemui rakyatnya. Kedua, dia tidak melayani siapapun di malam hari. Ketiga, setiap bulan ada dua hari di mana dia tidak melayani rakyat-nya dan kami tidak bisa menemuinya sama sekali. Dan yang keempat adalah, kami sering melihatnya tiba-tiba pingsan. Sungguh ini membuat kami khawatir walau itu tidak mengganggu kami," ujar seorang pria yang mewakili masyarakat kota Hims.
Saat itu Khalifah hanya menunduk, dia berbisik pelan, "Ya Allah, aku tahu dia adalah hamba-Mu yang terbaik. Maka, semoga firasatku ini tidak salah."
Setelah pernyataan itu, giliran Sa'id bin Amir RA melakukan pembelaannya, meski tidak ingin menyampaikannya, dia tetap melakukannya atas perintah Khalifah.
"Mengenai keluarnya aku saat hari sudah siang, hmm... sebenarnya aku tidak ingin menyebutkannya. Kami tidak punya pembantu, maka akulah yang membuat roti untuk keluargaku. Dari mulai mengaduk adonan hingga roti itu siap dimakan. Setelah itu aku berwudhu untuk salat Dhuha. Barulah aku keluar menemui mereka." Ujarnya.
Wajah Umar terlihat gembira, "Lalu yang kedua?"
"Demi Allah, aku benci mengatakan ini dihadapan manusia. Tapi, baiklah. Siang hari aku sudah mengurusi mereka sebagai bagian dari amanahku. Maka, malam hari aku gunakan untuk Allah. Itulah alasanku tidak mau melayani mereka saat malam hari." Ucapnya lagi.
Umar terlihat makin senang. Wajahnya makin berseri.
"Mengenai dua hari dalam sebulan itu, karena aku tidak memiliki pembantu untuk mencuci pakaianku sementara aku pun tidak memiliki pakaian yang banyak hingga bisa gonta- ganti sesuka hati. Karena itulah aku mencuci dan menunggu pakaianku hingga kering. Hingga aku bisa menemui mereka di sore harinya."
"Sedang keluhan mereka yang keempat, adalah karena ingatanku pada saat aku belum beriman. Dulu aku melihat Khubaib Al-Anshari tewas di tangan orang musyrik dan aku tidak bergerak sedikit pun menolongnya. Sungguh aku takut akan siksa Allah kelak, hingga aku pun pingsan."
Khalifah yang mendengar penjelasan Sa'id bin Amir tak bisa menahan keharuan yang terpancar dari matanya. "Alhamdulillah, firasatku tidak meleset," seru Khalifah dengan suara bergetar. Khalifah pun memberikan 1.000 dinar pada Sa'id bin Amir, "Pergunakan uang itu untuk menunjang tugas-tugasmu."
Lagi-lagi Sa'id menunjukkan kecemerlangan jiwanya. Saat istrinya bermaksud membelanjakan uang itu untuk membeli beberapa baju yang layak dan perabotan rumah tangga, Sa'id malah mengusulkan rencana yang lebih baik. Sa'id menawarkan investasi yang tidak pernah mengenal kata rugi pada istrinya. "Lebih baik harta ini kita titipkan pada seseorang yang bisa membuatnya berkembang dan bertambah."
"Betulkah? Apa dia tidak akan membawa kita pada kerugian?" Istrinya terlihat masih ragu.
"Tenanglah, aku jamin tidak akan rugi," Sa'id kembali meyakinkan istrinya.
Sa'id pun pergi ke pasar, membeli keperluan hidup yang dibutuhkan. Lalu sisa uang itu dibagikan kepada orang-orang miskin yang membutuhkan.
Demikianlah pembahasan mengenai kisah Sa'id bin Amir RA, gubernur yang memenuhi tugas dan tanggung jawabnya kepada rakyat dan Allah SWT. Serta mengajarkan kepada kita investasi terbaik ialah dengan melakukannya di jalan keimanan.
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana