Nabi Ibrahim AS adalah rasul ulul azmi yang mempunyai kisah hidup yang luar biasa apalagi selama masa kenabiannya. Kisah Nabi Ibrahim AS ini turut diceritakan dalam Al-Qur'an, salah satunya ketika ia berdebat dengan kaumnya.
Sosok Nabi Ibrahim
Dikutip dari Qashash Al-Anbiyaa tulisan Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa nama Nabi Ibrahim AS adalah Ibrahim bin Tarikh. Ia berasal dan keluarga Nahur, Sarugh, Raghu, Faligh, 'Abir, Syalih, Arfakhsyadz, Sam, dan Nuh. Informasi ini didapatkan dari penjelasan Ahli Kitab dalam kitab mereka.
Al-Hafizh Ibnu Asakir, dalam kitab Tarikh-nya, menceritakan tentang biografi Nabi Ibrahim Khalilullah. Ia merujuk pada Ishaq bin Basyar al-Khalili, penulis kitab Al-Mubtada, yang menyebutkan bahwa nama ibunda Ibrahim adalah Amilah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Siapa Putra Nabi Ibrahim yang Dikurbankan? |
Al-Kalabi juga menyebutkan bahwa nama ibunda Nabi Ibrahim AS adalah Buna binti Karbita bin Kartsi, yang berasal dari Bani Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh. Ibnu Asakir juga meriwayatkan melalui jalur riwayat lain dari Ikrimah, yang mengatakan bahwa Nabi Ibrahim AS memiliki gelar Abu adh-Dhaifan.
Beberapa orang berpendapat bahwa saat Tarikh berusia 75 tahun, Ibrahim, Nahur, dan Haran dilahirkan. Kemudian Haran memiliki seorang putra bernama Luth.
Ada juga pendapat bahwa Nabi Ibrahim AS sebenarnya adalah al-Ausath, sementara Haran meninggal di tanah kelahirannya saat ayah mereka masih hidup. Tanah kelahiran mereka berada di wilayah Kaldaniyyun, di kawasan Babilonia.
Pendapat terakhir ini lebih diterima dan populer di kalangan ahli sejarah dan ahli biografi. Ibnu Asakir membenarkan pendapat ini setelah meriwayatkannya melalui jalur riwayat Hisyam bin Imar, al-Walid, Sa'id bin Abdul Aziz, Makhul, dan Ibnu Abbas. Mereka mengatakan bahwa Ibrahim dilahirkan di Ghauthah, Damaskus, di sebuah desa yang disebut Barzah, yang terletak di Gunung Qasiyun.
Selanjutnya, Ibnu Abbas berkata, "(Pendapat) yang benar adalah Ibrahim dilahirkan bertepat di Babilonia. Dinisbatkannya Babilonia sebagai tempat kelahiran Ibrahim adalah dari dalih bahwa beliau pernah mengerjakan shalat di sana ketika beliau mengunjungi Luth (keponakannya)."
Kisah Nabi Ibrahim Berdebat dengan Kaumnya
Perihal kisah ini diceritakan dalam Al-Qur'an, tepatnya pada surah Al-An'am. Allah SWT berfirman,
"Demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.
Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, "Inilah Tuhanku." Maka, ketika bintang itu terbenam dia berkata, "Aku tidak suka kepada yang terbenam."
Kemudian, ketika dia melihat bulan terbit dia berkata (kepada kaumnya), "Inilah Tuhanku." Akan tetapi, ketika bulan itu terbenam dia berkata, "Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk kaum yang sesat."
Kemudian, ketika dia melihat matahari terbit dia berkata (lagi kepada kaumnya), "Inilah Tuhanku. Ini lebih besar." Akan tetapi, ketika matahari terbenam dia berkata, "Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari yang kamu persekutukan."
Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku (hanya) kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan (mengikuti) agama yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.
Kaumnya membantah. Dia (Ibrahim) berkata, "Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada yang kamu persekutukan dengan-Nya, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?"
Bagaimana mungkin aku takut kepada yang kamu sekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut menyekutukan sesuatu dengan Allah yang Dia (sendiri) tidak pernah menurunkan kepadamu alasan apa pun. Maka, golongan yang manakah dari keduanya yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka) jika kamu mengetahui?"
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), merekalah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mendapat petunjuk.
Itulah keterangan yang Kami anugerahkan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan orang yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui." (QS Al An'am: 75-83)
Dijelaskan lebih lanjut oleh Ibnu Katsir bahwa dialog di atas adalah sanggahan yang diajukan oleh Nabi Ibrahim AS kepada kaumnya. Dalam dialog tersebut, Nabi Ibrahim AS menyanggah keyakinan kaumnya yang menyembah benda-benda langit seperti bintang-bintang.
Nabi Ibrahim AS menjelaskan bahwa benda-benda langit tersebut tidak layak dijadikan sebagai Tuhan, karena mereka adalah makhluk yang diciptakan, diatur, dan ditundukkan oleh Tuhan yang menciptakannya. Meskipun benda-benda langit tersebut muncul dan tenggelam, lenyap dari alam ini, Tuhan tetap kekal dan abadi. Tidak ada Tuhan selain Allah dan tidak ada yang pantas disembah kecuali Dia.
Pertama-tama, Nabi Ibrahim AS menjelaskan kepada kaumnya bahwa bintang-bintang tidak mungkin dijadikan sebagai Tuhan. Ada yang menyebutkan bahwa bintang yang dimaksud adalah Lucifer (Bintang Fajar).
Selanjutnya, Nabi Ibrahim AS meningkatkan penjelasannya kepada bulan yang memiliki cahaya yang lebih besar daripada bintang. Kemudian, penjelasan Ibrahim semakin meningkat pada matahari yang memiliki sinar paling terang di antara benda langit lainnya.
Nabi Ibrahim AS menjelaskan bahwa semua benda tersebut tunduk, digerakkan, dan dikuasai berdasarkan kehendak Tuhan, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah SWT,
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah menyembah matahari maupun bulan, tetapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika hanya Dia yang pantas untuk disembah." (QS Fushshilat: 37)
Karenanya, Allah berfirman,
"Kemudian, ketika dia melihat matahari terbit dia berkata (lagi kepada kaumnya), "Inilah Tuhanku. Ini lebih besar." Akan tetapi, ketika matahari terbenam dia berkata, "Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari yang kamu persekutukan."
Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku (hanya) kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan (mengikuti) agama yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.
Kaumnya membantah. Dia (Ibrahim) berkata, "Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada yang kamu persekutukan dengan-Nya, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?" (QS. Al-An'am: 78-80)
Menurut Tafsir Ibnu Katsir, dalam ayat tersebut Nabi Ibrahim AS menyampaikan bahwa ia tidak mempedulikan tuhan-tuhan yang kaumnya sembah selain Allah. Ia menjelaskan bahwa semua tuhan sembahan mereka tidak memiliki manfaat sedikit pun, tidak dapat mendengar, dan tidak memiliki akal. Mereka hanyalah benda-benda yang diatur dan dikendalikan oleh Tuhan, seperti bintang-bintang dan benda-benda langit lainnya.
Hal tersebut juga merupakan sanggahan terhadap pendapat yang mengatakan bahwa Nabi Ibrahim AS mengungkapkan hal itu ketika ia keluar dari sebuah lorong saat masih kecil, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Ishaq dan lainnya berdasarkan kabar-kabar israiliyat yang tidak dapat dipercaya dan bertentangan dengan kebenaran.
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Ustaz Khalid Basalamah Buka Suara Usai Dipanggil KPK
Naudzubillah! Ini Ciri-ciri Wanita yang Jadi Pengikut Dajjal pada Akhir Zaman
Kemenag Imbau Masyarakat Tak Usir Anak-Anak yang Berisik di Masjid