Mengenal Abu Nawas, Pembuat Syair Rayuan Tuhan yang Jenaka

Mengenal Abu Nawas, Pembuat Syair Rayuan Tuhan yang Jenaka

Anisa Rizki Febriani - detikHikmah
Sabtu, 18 Feb 2023 16:30 WIB
Detail shot of an old and historic Islamic scientist is working in his studio writing, reading and exploring.
Ilustrasi sosok Abu Nawas, pembuat syair rayuan Tuhan yang jenaka. (Foto: Getty Images/iStockphoto/HStocks)
Jakarta -

Pernah dengar tentang Abu Nawas? Pria yang memiliki nama Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami itu merupakan seorang sufi yang cerdas sekaligus pujangga sastra Arab klasik.

Julukan Abu Nawas ia peroleh semasa remaja di Basrah, Irak Selatan, tempat di mana dirinya dibesarkan. Penamaan Abu Nawas akibat rambutnya yang ikal dan panjang sebahu.

Dalam buku Kisah 1001 Malam Abu Nawas Sang Penggeli Hati tulisan Rahimsyah, dikatakan Abu Nawas pernah merayu Tuhan melalui syair.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas, bagaimana sosok Abu Nawas?

Profil Singkat Abu Nawas

Abu Nawas sekitar tahun 757 M di Provinsi Ahwaz, Khuzistan atau sebelah barat daya Persia. Namun, para ulama berbeda pendapat terkait tahun kelahirannya, seperti dikutip dari buku Abu Nawas: Sufi dan Penyair Ulung yang Jenaka oleh Muhammad Ali Fakih.

ADVERTISEMENT

Sang ayah wafat saat Abu Nawas masih kecil. Setelahnya, ibu dari Abu Nawas membawa putranya itu ke Kota Basrah, Irak karena alasan ekonomi. Abu Nawas kepada seseorang bernama Attar untuk melakukan pekerjaan yang bisa dilakukan anak kecil.

Walau begitu, Abu Nawas mendapat perlakuan baik dari Attar. Ia disekolahkan di sekolah Al-Qur'an hingga berhasil menjadi hafiz. Pengetahuannya terhadap kalam Allah SWT inilah yang kelak menjadi karakter linguistik syair-syair yang ia lahirkan.

Kecerdasan Abu Nawas

Abu Usamah bin al-Hubab al-Asadi, seorang penyair Kufah keturunan persia tertarik dengan kecerdasan Abu Nawas. Setelahnya, Abu Nawas diangkat menjadi muridnya.

Karya-karya Walibah begitu terkenal karena puisinya yang homoerotik, tidak bermoral, tetapi ia sangat fasih dan terampil menggunakan diksi-diksi yang ringan, tajam, dan jenaka. Kemampuannya inilah yang kemudian mewarnai ciri puisi karya Abu Nawas.

Pada buku Biografi Tokoh Sastra karya Ulinuha Rosyadi dikatakan bahwa kelihaian Abu Nawas di dunia sastra semakin bersinar setelah berhasil menarik perhatian Khalifah Harun al-Rasyid.

Melalui musikus istana, Ishaq al-Wawsuli, Abu Nawas kemudian diangkat menjadi penyair istana (syai'rul bilad) yang bertugas mengubah puisi puji-pujian untuk khalifah.

Mulanya, syair-syair Abu Nawas berisi keglamoran. Seiring berjalannya waktu, lambat laun karya Abu Nawas justru condong kepada nuansa religi dan kepasrahan kepada Allah, sebagaimana disebutkan oleh Siti Nur Aidah dalam bukunya yang bertajuk 25 Kisah Pilihan Tokoh Sufi Dunia.

Syair Al I'tiraf Karya Abu Nawas

Terdapat salah satu syair Abu Nawas yang cukup populer. Syair tersebut berisi mengenai dirinya yang tidak pantas menjadi penghuni surga, namun ia juga takut masuk neraka.

Syair itu dikenal dengan sebutan syair Al I'tiraf atau syair untuk merayu Tuhan. Berikut bunyinya:

Ilahi lastu lil firdausi ahla
Wala aqwa ala naril jahimi
Fahab li taubatan waghfir dzunubi
Fainnka ghafiruz dzambil adzimi

Artinya:

Tuhanku, tidaklah pantas hamba menjadi penghuni surga
Namun hamba juga tidak kuat menahan panas api neraka
Maha beri hamba tobat dan ampunilah hamba atas dosa-dosa hamba
Karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Agung

Kisah Lucu Abu Nawas dan Keledainya

Semasa hidupnya, Abu Nawas banyak memperlihatkan tingkahnya yang menjengkelkan tapi jenaka. Cerita Abu Nawas banyak dibaca untuk menghibur diri dan memperoleh pesan-pesan penuh makna. Berikut ini merupakan cerita Abu Nawas bersama keledainya sebagaimana dikutip dari laman NU Online.

Abu Nawas memiliki seekor keledai yang setia menemaninya. Ketika saat-saat genting menghadapi Baginda Raja, keledai tersebut dimanfaatkan Abu Nawas sebagai solusi.

Sebagai contoh, ketika Abu Nawas diusir keluar kampung karena menurut penasihat raja, Abu Nawas akan mendatangkan musibah. Hal itu disadarkan atas mimpi sang raja yang diputuskan oleh penasihat.

Salah satu hukuman Abu Nawas ialah dilarang kembali ke kampung dengan menaiki keledai. Jika melanggar, maka Abu Nawas akan kena hukuman berat.

Singkatnya, masyarakat gembira Abu Nawas telah kembali ke kampung. Begitu juga dengan sang raja dan punggawa istana.

Namun, rasa senang yang dirasakan oleh orang-orang istana dikarenakan mereka akan menghukum Abu Nawas. Sayangnya, kegembiraan orang-orang istana buyar, karena Abu Nawas kembali ke kampung tidak menaiki keledai, melainkan bergelantungan di bawah perut hewan tersebut.

Dengan demikian, Abu Nawas tidak bisa dikatakan menaiki keledai. Ia lantas selamat dari hukuman raja.

Pernah juga pada satu waktu, Abu Nawas kesal terhadap keledainya. Ia kemudian memukuli keledainya di tempat terpencil.

Perlakuan Abu Nawas terhadap keledainya dilihat oleh seorang pria. Pria tersebut bertanya kepada Abu Nawas, "Mengapa anda memukuli binatang yang lemah?"

Berseloroh, Abu Nawas lantas melontarkan jawaban sebagai berikut, "Maaf, apakah dia anggota keluarga Anda?"




(aeb/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads