Puasa merupakan salah satu ibadah yang memiliki kedudukan penting dalam ajaran Islam. Ibadah ini tidak hanya menuntut kesungguhan dalam menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya, tetapi juga harus dilakukan sesuai rukun dan ketentuan yang telah dijelaskan dalam Al-Qur'an.
Menurut buku Rukun Islam karya Slamet Mulyono, puasa secara bahasa berarti menahan diri. Adapun secara istilah, puasa adalah menahan diri dari makan, minum, serta hal-hal yang membatalkannya sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.
Menahan diri di sini mencakup tidak makan dan minum, serta tidak melakukan perbuatan tercela seperti berkata kotor, berbohong, bertengkar, atau mencuri, karena hal-hal tersebut dapat merusak dan membatalkan nilai puasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Puasa sendiri telah tercantum dalam perintah Allah SWT, tepatnya dalam Surah Al-Baqarah ayat 183 yang menjelaskan perintah berpuasa bagi orang beriman. Ayat tersebut menegaskan bahwa kewajiban puasa memiliki tujuan mulia, yaitu membentuk pribadi yang bertakwa.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Latin: Yā ayyuhal-lażīna āmanū kutiba 'alaikumuṣ-ṣiyāmu kamā kutiba 'alal-lażīna min qablikum la'allakum tattaqūn(a).
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Al-Baqarah [2]:183)
Rukun Puasa
Rukun puasa, sebagaimana dijelaskan dalam buku Memantaskan Diri Menyambut Bulan Ramadhan karya Abu Maryam Kautsar Amru, merupakan hal-hal pokok yang harus dipenuhi agar ibadah puasa dianggap sah. Rukun-rukun inilah yang menjadi dasar pelaksanaan puasa sesuai tuntunan syariat. Rukun puasa adalah sebagai berikut:
1. Niat Puasa
Niat puasa harus dilakukan pada malam hari sebelum pelaksanaan puasa, dan ketentuan ini khusus berlaku untuk puasa wajib seperti puasa Ramadan.
Sementara itu, puasa sunnah tidak mensyaratkan niat sejak malam sebelumnya. Seseorang boleh berniat puasa sunnah di siang hari selama ia belum makan, minum, atau melakukan hubungan suami istri sejak pagi.
Adapun terkait niat puasa Ramadan, terdapat beberapa hadits yang menjadi dasar anjuran untuk menetapkan niat sebelum berpuasa. Di antaranya adalah hadits yang berbunyi:
من لمْ يُجِيع الصيامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
"Barangsiapa yang tidak niat untuk melakukan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya" [Hadits Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa'i, dan At-Tirmidzi]
2. Menahan Diri
Menahan diri untuk tidak makan, tidak minum, tidak berhubungan suami istri, dan juga menahan diri dari pembatal-pembatal puasa lainnya; sejak dari munculnya Fajar shidiq (waktu subuh) hingga terbenamnya matahari (waktu maghrib).
Ketentuan ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam QS. Al-Baqarah ayat 187. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عٰكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ
Latin: Uḥilla lakum lailataṣ-ṣiyāmir-rafaṡu ilā nisā'ikum, hunna libāsul lakum wa antum libāsul lahunn(a), 'alimallāhu annakum kuntum takhtānūna anfusakum fatāba 'alaikum wa 'afā 'ankum, fal-āna bāsyirūhunna wabtagū mā kataballāhu lakum, wa kulū wasyrabū ḥattā yatabayyana lakumul-khaiṭul-abyaḍu minal-khaiṭil-aswadi minal-fajr(i), ṡumma atimmuṣ-ṣiyāma ilal-lail(i), wa lā tubāsyirūhunna wa antum 'ākifūna fil-masājid(i) tilka ḥudūdullāhi falā taqrabūhā, każālika yubayyinullāhu āyātihī lin-nāsi la'allahum yattaqūn(a).
Artinya: Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Akan tetapi, jangan campuri mereka ketika kamu (dalam keadaan) beriktikaf di masjid. Itulah batas-batas (ketentuan) Allah. Maka, janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa. (Al-Baqarah [2]:187)
Syarat Wajib dan Syarat Sah Puasa
Syarat wajib dan syarat sah puasa, sebagaimana dijelaskan dalam buku Rukun Islam karya Slamet Mulyono, mencakup ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi seseorang sebelum ia dikenai kewajiban berpuasa.
Syarat Wajib Puasa:
- Beragama Islam.
- Balig (cukup umur).
- Berakal sehat, artinya sehat akalnya, bukan gila.
- Mampu (kuat menjalankan).
Syarat Sah Puasa:
- Islam.
- Mumayyiz (dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk).
- Suci dari haid dan nifas.
Dengan memahami rukun puasa dan ketentuan puasa lainnya, seorang muslim dapat menjalankan ibadah ini dengan benar sesuai tuntunan syariat.
(inf/inf)












































Komentar Terbanyak
7 Adab terhadap Guru Menurut Ajaran Rasulullah dan Cara Menghormatinya
Hukum Memelihara Anjing di Rumah Menurut Hadits dan Pendapat 4 Mazhab
Hukum Memakan Balut bagi Muslim, Halal atau Haram?