Bolehkah Menjadi Makelar dalam Islam?

Bolehkah Menjadi Makelar dalam Islam?

Hanif Hawari - detikHikmah
Rabu, 10 Des 2025 20:00 WIB
Bolehkah Menjadi Makelar dalam Islam?
Ilustrasi makelar (Foto: Pixabay/Gabrielle Papalia)
Jakarta -

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai orang yang berperan sebagai makelar atau broker dalam berbagai transaksi. Mulai dari properti hingga jual-beli kendaraan. Peran ini hadir untuk membantu mempertemukan penjual dan pembeli agar transaksi berjalan lancar.

Menurut buku Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VII karya Waluyo dkk., makelar adalah pihak yang bertugas menjadi perantara untuk mencarikan barang bagi pembeli atau membantu menjualkan barang. Dengan kata lain, makelar berperan sebagai pihak yang menerima kuasa untuk mewakili orang lain dalam suatu transaksi.

Namun, sebagian orang masih bertanya-tanya tentang bolehkah menjadi makelar dalam Islam?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hukum Makelar dalam Islam

Seorang makelar atau broker berperan menghubungkan penjual dan pembeli agar transaksi dapat terjadi. Sebagai imbalan atas jasanya, ia menerima komisi ketika penjualan berhasil dilakukan.

Dikutip dari buku Terjemah Shahih Bukhari oleh Ahmad Sunarto, dkk, Imam Bukhari Rahimahullah menjelaskan,

ADVERTISEMENT

ولم ير ابن سيرين، وعطاء، وإبراهيم، والحسن بأجر السمسار بأسًا، وقال ابن عباس: "لا بأس أن يقول: بع هذا الثوب، فما زاد على كذا وكذا، فهو لك"، وقال ابن سيرين: "إذا قال: بعه بكذا، فما كان من ربح فهو لك، أو بيني وبينك، فلا بأس به"، وقال النبي صلى الله عليه وسلم: (المسلمون عند شروطهم)

"Ibnu Sirin, Atha, Ibrahim, al-Hasan tidak mempermasalahkan komisi broker. Ibnu Abbas menyatakan, 'Tidak mengapa jika seorang mengucapkan pada orang lain, 'Juallah baju ini. Apa yang melebihi dari harga sekian, maka itu untukmu.' Ibnu Sirin mengatakan, 'Tidak mengapa apabila seorang mengatakan, 'Juallah barang ini dengan harga sekian. Keuntungan yang melebihi harga tersebut adalah untukmu atau kita rundingkan dahulu.' Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Kaum muslimin terikat pada persyaratan yang ditetapkan bersama'"

Seperti yang dijelaskan oleh Imam Bukhari, para ulama seperti Ibnu Sirin, Atha, Ibrahim, dan al-Hasan tidak mempermasalahkan komisi yang diterima seorang makelar. Artinya, praktik perantara dalam jual-beli diperbolehkan selama sesuai dengan syariat.

Ibnu Abbas pun menegaskan bahwa pemilik barang boleh memberikan kelebihan harga kepada makelar sebagai bentuk komisi. Hal ini didukung sabda Nabi bahwa kaum muslimin terikat dengan syarat yang mereka sepakati, sehingga akad dan komisi makelar sah selama tidak mengandung unsur yang diharamkan.

Maksud dari sesuai syariat dan tidak mengandung unsur haram adalah bahwa kegiatan makelar ini hanya boleh dilakukan pada objek transaksi yang halal atau bersifat mubah. Dengan demikian, seorang perantara tidak diperkenankan menjembatani aktivitas perdagangan barang-barang yang statusnya jelas terlarang.

Termasuk di antaranya adalah transaksi minuman keras, babi, serta praktik ribawi. Semua bentuk perantara pada hal-hal tersebut tidak dibolehkan dalam Islam.

Jika seorang makelar tetap menjadi mediator dalam transaksi semacam itu, maka komisi yang ia terima juga berstatus haram. Hal ini karena upah tersebut menjadi bagian dari aktivitas yang membantu perbuatan maksiat atau kemungkaran.

Hal yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Makelar

Seorang makelar boleh menerima imbalan dari pihak yang mempekerjakannya tanpa harus mengungkapkan hal tersebut kepada pihak lain. Hal ini diperbolehkan selama tambahan biaya tersebut tidak berlebihan sehingga tidak merugikan pembeli atau penjual.

Para ahli fikih juga menjelaskan bahwa komisi makelar dapat dimasukkan sebagai bagian dari harga barang, sebagaimana dalam transaksi murabahah. Praktik ini dibolehkan karena makelar bekerja berdasarkan amanah untuk membantu proses informasi harga.

Di sisi lain, makelar tidak boleh bersekongkol dengan pihak lain untuk menaikkan atau menurunkan harga demi keuntungan pribadi. Tindakan seperti itu termasuk penipuan yang merusak kepercayaan dalam transaksi.

Apabila makelar diberi hak untuk melaksanakan akad, maka statusnya berubah menjadi wakil bagi pihak yang memberikannya kuasa. Dalam kondisi ini, setiap keuntungan yang muncul dari proses transaksi wajib dikembalikan kepada pihak yang diwakilinya.

Makelar juga tidak boleh memanfaatkan posisinya untuk mengambil keuntungan ganda yang tidak disepakati. Tugasnya adalah menjaga amanah, membantu transaksi secara jujur, dan tidak merugikan salah satu pihak.

Wallahu a'lam.




(hnh/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads