Larangan tertawa berlebihan menjadi salah satu adab penting yang pernah Rasulullah SAW ajarkan kepada umatnya. Dalam beberapa riwayat, beliau mengingatkan bahwa tawa yang melampaui batas dapat mempengaruhi kebeningan hati dan kualitas seorang muslim dalam menjaga kesadaran diri.
Rasulullah SAW telah mengingatkan agar tidak banyak tertawa,
لا تكثر الضحك فإِنَّ كَثرَةَ الصَّحِكِ أُمِيتُ الْقَلْب
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Janganlah kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati." (HR. Tirmidzi)
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau berkata:
ما رأيْتُ رَسُولَ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْتَجْمعًا ضَاحِكًا حَتَّى أرَى مِنْهُ خَوَاتِهِ إِنَّمَا كَانَ يَنبَشِّمُ
"Saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan tenggorokan beliau, beliau biasanya hanya tersenyum." (HR. Bukhari dan Muslim).
Larangan ini bukan dimaksudkan untuk mengekang kebahagiaan seorang muslim. Rasulullah SAW hanya mengingatkan agar tawa tidak keluar dari batas kewajaran hingga membuat seseorang lalai dari ketenangan dan kejernihan hati.
Dengan memahami maksud ini, bahwa apa yang diajarkan Rasulullah SAW bukan sekadar jangan tertawa berlebihan, melainkan juga bagaimana seorang muslim tetap menjaga adab dan ketenangan dalam mengekspresikan kegembiraan.
Adab Bercanda dan Tertawa sesuai Teladan Rasulullah SAW
Berikut beberapa adab bercanda dan tertawa yang diajarkan melalui teladan Rasulullah SAW:
1. Tidak Membawa Nama Allah SWT
Dalam bercanda, seorang muslim dianjurkan untuk tidak melibatkan atau menyebut nama Allah SWT. Anjuran ini merujuk pada peringatan dalam Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 65, yang berbunyi:
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُۗ قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ
Latin: Wa la'in sa'altahum layaqūlunna innamā kunnā nakhūḍū wa nal'ab(u), qul abillāhi wa āyātihī wa rasūlihī kuntum tastahzi'ūn(a).
Artinya: Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, mereka pasti akan menjawab, "Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah, "Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" (At-Taubah [9]:65)
2. Tidak Berbohong
Berkata tidak jujur adalah perbuatan yang tercela. Rasulullah SAW telah menasihati umatnya agar menjauhi kebohongan dalam keadaan apa pun, termasuk saat bercanda.
Dalam hadis riwayat Abu Dawud disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Celakalah orang yang berkata-kata dan menyusun cerita dusta untuk membuat orang lain tertawa. Celaka baginya, celaka baginya."
3. Tidak Tertawa Berlebihan dan Terbahak-bahak dengan Suara Keras
Tertawa memang sesuatu yang alami dan membawa rasa gembira. Namun bila dilakukan secara berlebihan, tawa justru dapat berdampak kurang baik, termasuk mengurangi wibawa dan kesan yang terpancar dari diri seseorang.
Sangat dianjurkan bagi umat Muslim untuk mengontrol tawa agar tetap dalam batas yang wajar. Dalam hal ini, kita dapat mencontoh bagaimana Rasulullah SAW tertawa, dikutip dari buku Pelajaran Adab Islam 1 oleh Suhendri dan Ahmad Syukri, sebagaimana adab tertawa dijelaskan dalam hadits berikut:
Dari Aisyah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa dia berkata:
ما رأيتُ رَسُولَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْتَجْمِعًا صَاحِكًا حَتَّى أَرَى مِنْهُ لَهَوَائِهِ إِنَّمَا كَانَ يَتَبَسَّمُ
"Saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan tenggorokan beliau, beliau biasanya hanya tersenyum." (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Tidak Boleh Banyak Tertawa
Tertawa adalah tanda seseorang sedang merasakan kegembiraan. Hukumnya mubah dan tidak dilarang dalam Islam. Namun, terlalu banyak tertawa dapat membuat hati menjadi tertutup, sehingga semakin sering seseorang melakukannya, semakin sulit pula hati menerima hidayah.
Akibatnya, orang yang terbiasa banyak tertawa cenderung sulit menerima nasihat. Karena itu, Rasulullah SAW mengingatkan agar tidak berlebihan dalam tertawa.
لا تكثر الضحك فإِنَّ كَثرَة الصَّحِكِ أُمِيتُ الْقَلْب
"Janganlah kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati." (HR. Tirmidzi)
Baca juga: Benarkah Menguap Dilarang dalam Islam? |
Meneladani Cara Rasulullah SAW Tertawa
Rasulullah SAW dikenal sebagai teladan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal bergurau bersama para sahabat. Beliau tetap bercanda, namun tidak pernah melampaui batas atau bersikap kaku. Dalam Syarah Syama'il Nabi Muhammad, Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr menerangkan bahwa Rasulullah SAW memiliki kefasihan dan keindahan tutur kata yang mampu menyentuh hati banyak orang, bahkan mereka yang semula memusuhi beliau.
Adapun ketika tertawa, Rasulullah SAW lebih sering menampilkan senyuman. Beliau hanya tertawa lebih lepas bila ada sesuatu yang memang wajar ditertawakan, namun tetap tidak pernah tertawa terbahak-bahak.
Tawa Rasulullah SAW terdiri dari tiga jenis, yaitu:
- Tertawa karena kegembiraan
- Tertawa karena hal yang layak ditertawakan
- Tertawa karena amarah
Rasulullah SAW kerap bercanda sebagai bentuk keakraban dan untuk membahagiakan orang di sekitarnya, namun beliau tetap menegaskan larangan terhadap candaan yang mengandung unsur dusta atau kebohongan.
Seperti dikutip dari buku The Mirror Of Mohammed oleh Abdul Ghaffar Chodri, para sahabat kerap menjadi sasaran candaan lembut dari Rasulullah SAW. Anas bin Malik ra. pernah dipanggil dengan sebutan ringan "ya dzal udzunaini" (wahai yang memiliki dua telinga), sebagai bentuk keakraban. Candaan di zaman beliau pun tidak bersifat satu arah; para sahabat juga terkadang membalas gurauan Rasulullah SAW.
Salah satu contohnya terjadi pada seorang sahabat bernama Zahir, penduduk pedalaman yang terkenal berwajah kurang menarik namun memiliki kepribadian yang baik. Suatu hari Rasulullah SAW memeluknya dari belakang tanpa memberi tahu identitas beliau. Ketika Zahir mengetahui bahwa yang memeluknya adalah Rasulullah SAW, ia pun membalas dengan memegang tangan beliau agar pelukan itu tidak terlepas.
Rasulullah SAW kemudian bergurau dengan berkata, "Siapa yang mau membeli budak ini?" Zahir menanggapi dengan merendahkan dirinya, dan Rasulullah SAW pun menghiburnya dengan sabda penuh kasih: "Engkau di sisi Allah SWT sangatlah berharga."
Dengan memahami hikmah dari tuntunan ini, kita dapat menjadikan adab dalam tertawa sebagai cara untuk menjaga kejernihan hati sekaligus meneladani akhlak Rasulullah SAW.
Kegembiraan tetap boleh diekspresikan, namun dengan cara yang proporsional dan tidak melalaikan. Inilah yang membuat tawa seorang muslim tetap membawa kebaikan dan mendekatkannya kepada Allah.
(inf/inf)












































Komentar Terbanyak
Penjelasan Kemenag soal Penetapan Waktu Subuh di Indonesia
Adab Menuntut Ilmu dalam Islam, Awali dengan Niat
Kisah Kaum Muslim Menangkan Perang Khandaq dengan Strategi Parit