- Nikah Siri Sudah Ada Sejak Zaman Umar bin Khattab RA
- Kerugian Nikah Siri bagi Istri Siri dan Anaknya 1. Perkawinan Tidak Diakui Negara 2. Anak Hanya Diakui secara Perdata oleh Ibu 3. Istri dan Anak Tidak Berhak atas Nafkah atau Warisan
- Kerugian Nikah Siri bagi Istri Sah
- Pentingnya Mengumumkan Pernikahan
Pernikahan adalah ibadah yang memiliki aturan jelas menurut syariat Islam. Menikah bukan sekadar penyatuan dua orang yang saling mencintai, tetapi juga bernilai ibadah.
Terdapat banyak dalil tentang pernikahan, salah satunya dalam surah Ar-Rum ayat 21, Allah SWT berfirman,
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: "Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir."
Ayat ini menegaskan bahwa pernikahan harus dibangun dengan ketenangan, kejelasan, dan tanggung jawab. Selain itu, anjuran mempunyai keluarga dari jalur pernikahan diperkuat juga oleh hadits Nabi Muhammad SAW.
Dari Anas bin Malik RA, ia berkata, "Dahulu Rasulullah SAW selalu memerintahkan kami untuk menikah dan beliau sangat melarang kami membujang." Beliau bersabda, "Nikahilah oleh kalian wanita yang penuh kasih sayang dan subur, sesungguhnya aku pada hari kiamat akan bangga di hadapan para nabi dengan jumlah umatku yang banyak." (HR Abu Dawud, dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Jami: 5251)
Islam mengenal adanya pernikahan siri. Pernikahan jenis ini sah secara agama jika memenuhi rukun dan syarat tapi tidak tercatat dalam hukum negara. Meski sah, banyak yang melarang nikah siri karena dinilai merugikan perempuan.
Nikah Siri Sudah Ada Sejak Zaman Umar bin Khattab RA
Mengutip buku Nikah Siri: Menjawab Semua Pertanyaan tentang Nikah Siri karya Yani C. Lesar, nikah siri adalah pernikahan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau rahasia.
Nikah siri yang dikenal oleh masyarakat Indonesia saat ini adalah pernikahan yang dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat yang ditetapkan agama, tapi tidak dilakukan pencatatan oleh Kantor Urusan Agama bagi yang beragama Islam atau di Kantor Catatan Sipil bagi yang non Islam, sehingga tidak mempunyai Akta Nikah yang dikeluarkan pemerintah.
Sebenarnya, istilah nikah siri sudah ada sejak zaman sahabat, Umar bin Khattab RA. Pada saat itu, Umar memberi tahu telah terjadi pernikahan yang tidak dihadiri saksi, kecuali hanya seorang laki-laki dan perempuan. Dalam sebuah riwayat, Umar bin Khattab RA berkata,
"Ini adalah nikah siri, saya tidak membolehkannya. Sekiranya saya menemukannya, niscaya saya akan merajamnya." (HR Imam Malik)
Umar bin Khattab RA menegaskan larangan melakukan nikah siri. Pandangan ini juga sejalan dengan para ulama besar seperti Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafi'i yang sama-sama tidak membolehkan praktik tersebut. Apabila pernikahan siri terlanjur dilakukan, maka akad tersebut perlu difasakh atau dibatalkan.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda, "Pelacur adalah wanita yang mengawinkan dirinya tanpa (ada) bukti." (HR Tirmidzi)
Hadits tersebut menunjukkan betapa pentingnya kehadiran saksi sebagai bukti sahnya sebuah pernikahan. Pernikahan yang dilakukan tanpa saksi diibaratkan seperti perbuatan zina yang dilakukan seorang perempuan.
Melangsungkan akad tanpa kehadiran saksi berarti pernikahan tersebut tidak dianggap sah. Dalam sebuah riwayat, Ibnu Abbas RA berkata, "Pernikahan itu tidak sah tanpa adanya bukti."
Kerugian Nikah Siri bagi Istri Siri dan Anaknya
Nikah siri sering dipilih karena berbagai alasan. Namun, pilihan ini justru dapat memunculkan banyak masalah, terutama bagi perempuan dan anak yang lahir dari pernikahan tersebut. Mengacu sumber sebelumnya, berikut beberapa dampak negatifnya:
1. Perkawinan Tidak Diakui Negara
Nikah siri sah menurut agama, tetapi tidak sah menurut negara karena tidak dicatatkan di KUA. Akibatnya, pernikahan ini tidak memiliki kekuatan hukum.
2. Anak Hanya Diakui secara Perdata oleh Ibu
Dalam nikah siri, anak hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Anak tidak dapat menuntut hak-haknya kepada ayah secara hukum.
Selain itu, anak berisiko tidak mendapatkan akta kelahiran karena pernikahan orang tuanya tidak tercatat, dan hal ini melanggar hak-hak dasar anak. Secara hukum, anak dari nikah siri termasuk kategori anak di luar nikah.
3. Istri dan Anak Tidak Berhak atas Nafkah atau Warisan
Karena pernikahan tidak tercatat, istri dan anak tidak memiliki dasar hukum untuk meminta nafkah atau mendapatkan warisan dari ayah biologis. Secara hukum, kondisi ini disamakan dengan hidup bersama tanpa ikatan pernikahan yang sah, sehingga sangat merugikan perempuan.
Anak yang lahir dari hubungan semacam ini hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya dan secara yuridis dianggap tidak memiliki ayah. Anak hanya akn mendapat warisan jika sang ayah memberinya wasiat atau hibah saja.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun telah menetapkan bahwa nikah siri tetap sah selama memenuhi syarat dan rukun pernikahan. Namun, praktik ini dihukumi haram karena dinilai membawa banyak mudarat, terutama bagi perempuan.
Selain itu, secara sosial, istri akan kesulitan bersosialisasi karena perempuan yang menikah siri kerap dipandang seolah tinggal serumah tanpa ikatan sah, bahkan dianggap sebagai istri simpanan.
Kerugian Nikah Siri bagi Istri Sah
Pernikahan siri yang dilakukan suami menjadi sumber penderitaan besar bagi istri pertama. Selain menimbulkan luka batin, kondisi ini juga memicu berbagai persoalan hukum yang panjang dan melelahkan.
Istri pertama terjebak dalam situasi penuh kebohongan, kecurigaan, dan pengkhianatan yang merusak ketenangan jiwanya. Keadaan seperti ini termasuk bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) secara psikis sebagaimana diatur dalam UU No 23 Tahun 2004.
Di sisi lain, istri sah sulit menuntut suami atas perbuatan zina karena secara agama sebagian pihak menganggap suami sudah menikah lagi. Jika pernikahan berakhir dengan perceraian, pembagian harta gono-gini pun menjadi rumit karena muncul klaim dari pihak ketiga, meskipun tidak kuat secara hukum.
Pentingnya Mengumumkan Pernikahan
Dikutip dari buku Fikih Sunnah 3 karya Sayyid Sabiq, Islam telah menganjurkan kepada umatnya agar melangsungkan pernikahan dengan berbagai anjuran. Menikah adalah sunnah para nabi dan petunjuk para rasul yang harus dijadikan teladan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Ar-Rad ayat 38,
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ اَزْوَاجًا وَّذُرِّيَّةً ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗلِكُلِّ اَجَلٍ كِتَابٌ
Artinya: "Sungguh Kami benar-benar telah mengutus para rasul sebelum engkau (Nabi Muhammad) dan Kami berikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. Tidak mungkin bagi seorang rasul mendatangkan sesuatu bukti (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Untuk setiap masa ada ketentuannya."
Menikah juga bagian dari karunia dan nikmat yang Allah SWT berikan kepada hamba-Nya. Hal ini tertuang dalam surah An-Nahl ayat 72,
وَاللّٰهُ جَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا وَّجَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَزْوَاجِكُمْ بَنِيْنَ وَحَفَدَةً وَّرَزَقَكُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِۗ اَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُوْنَ وَبِنِعْمَتِ اللّٰهِ هُمْ يَكْفُرُوْنَۙ
Artinya: "Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri, menjadikan bagimu dari pasanganmu anak-anak dan cucu-cucu, serta menganugerahi kamu rezeki yang baik-baik. Mengapa terhadap yang batil mereka beriman, sedangkan terhadap nikmat Allah mereka ingkar?"
Pernikahan seharusnya menjadi kabar bahagia yang diumumkan, bukan disembunyikan. Rasulullah SAW pun menganjurkan agar pernikahan diberitakan kepada orang lain.
Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda, "Umumkanlah pernikahan ini, laksanakanlah di masjid dan tabuhlah rebana." (HR Tirmidzi)
Hadits ini menegaskan bahwa pernikahan bukan hanya urusan dua orang, tetapi peristiwa yang perlu diketahui masyarakat agar tidak menimbulkan fitnah maupun kesalahpahaman. Dengan mengumumkan pernikahan, hak dan kedudukan pasangan menjadi jelas, serta hubungan mereka diakui secara sosial maupun agama.
Baca juga: MUI: Nikah Siri Sah tapi Haram |
(kri/kri)












































Komentar Terbanyak
Penjelasan Kemenag soal Penetapan Waktu Subuh di Indonesia
Hukum Memelihara Anjing di Rumah Menurut Hadits dan Pendapat 4 Mazhab
Eks Sekjen Kemenag Kritik Kemenhaj soal Skema Daftar Tunggu Antrean Haji