Ketentuan Akikah: Hukum, Waktu, Jumlah Hewan dan Hikmahnya

Ketentuan Akikah: Hukum, Waktu, Jumlah Hewan dan Hikmahnya

Salsa Dila Fitria Oktavianti - detikHikmah
Senin, 01 Des 2025 14:45 WIB
Ilustrasi Aqiqah Anak
Ilustrasi akikah. (Foto: iStock)
Jakarta -

Umat Islam yang hendak menggelar akikah perlu memperhatikan sejumlah hal penting sebagaimana syariat Nabi SAW. Ketentuan akikah meliputi waktu yang dianjurkan hingga jumlah hewan yang disembelih untuk anak laki-laki dan perempuan.

Semua aturan akikah bersumber dari hadits Nabi. Ada pula hadits yang disandarkan kepada ucapan/qaul Rasulullah SAW yang memerintahkan melaksanakan akikah bagi bayi yang baru lahir. Sebagaimana hadits yang diterima dari Samurah RA:

وَعَنْ سَمَرَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ كُلُّ غُلَامٍ رَهَيْنَةً بِعَقِيقَتِهِ تَذَ بَحَ عَنْهُ يَوْمَ سَابَعَهِ وَ يُسَمَى فِيه ويحلق رأسه (روه الخمسة وصحه الترمذى )

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Artinya: "Dari Samurah ia berkata: Rasulullah SAW telah bersabda, 'Setiap bayi yang terlahir tergadai dengan akikahnya, oleh karena itu sembelihlah akikah untuknya di hari ketujuh dari kelahirannya, berikan namanya, dan potongkan rambutnya'." (HR Khamsah dan dishahihkan oleh at-Tirmidzi)

Karena itu, sebelum melaksanakan akikah, orang tua harus memahami aturan dasarnya, apa yang diwajibkan, apa yang sekadar sunnah, serta bagaimana teknis pelaksanaannya. Dengan memahami ketentuannya, akikah bisa dilakukan sesuai tuntunan syariat dan membawa keberkahan bagi anak dan keluarganya.

ADVERTISEMENT

Hukum Melaksanakan Akikah

Berdasarkan buku Sejarah Ibadah karya Syahruddin El-Fikri, jumhur (mayoritas) ulama berpendapat, akikah hukumnya sunnah muakkadah. Demikian pendapat Imam Malik, ulama Madinah, Imam Syafii serta para pengikutnya, Imam Ahmad bin Hanbal, Ishaq, Abu Saur, dan segolongan besar ahli fikih dan mujtahid (ahli ijtihad).

Pendapat ini didasarkan pada sabda Nabi SAW, "Siapa saja yang di antara kamu ingin bersedekah buat anaknya, bolehlah ia berbuat." (HR Ahmad, Abu Dawud, dan an-Nasai)

Sementara itu, para fukaha (ahli fikih) pengikut Abu Hanifah (Imam Hanafi) berpendapat bahwa akikah tidak wajib dan tidak pula sunah melainkan ibadah tathawwu' (sukarela). Pendapat ini dilandaskan kepada hadits Nabi SAW:

"Aku tidak suka sembelih-sembelihan (akikah). Akan tetapi, siapa saja yang dianugerahi seorang anak, lalu dia hendak menyembelih hewan untuk anaknya itu, dia dipersilakan melakukannya." (HR al-Baihaqi)

Waktu Pelaksanaan Akikah

Mayoritas (jumhur) ulama bersepakat bahwa pelaksanaan akikah adalah hari ketujuh dari kelahiran. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW, yang artinya, "Setiap anak itu tergadai dengan hewan akikahnya, disembelih darinya pada hari ketujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama." (HR Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh Tirmidzi)

Namun demikian, menurut pandangan para ulama, apabila terlewat dan tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh, akikah tersebut dapat dilaksanakan pada hari ke-14. Apabila masih tidak bisa dilaksanakan, dapat dilaksanakan pada hari ke-21.

Pendapat tersebut didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Hewan akikah itu disembelih pada hari ketujuh, atau keempat belas, atau kedua puluh satunya." (HR Baihaqi dan Thabrani)

Namun, setelah tiga minggu masih tidak mampu, maka kapan saja pelaksanaannya boleh dilakukan di saat sudah mampu. Sebab, pelaksanaan pada hari-hari ke-7, ke-14, dan ke-21 sifatnya sunnah dan paling utama bukan wajib. Boleh juga melaksanakannya sebelum hari ke-7.

Sementara untuk bayi yang meninggal dunia sebelum hari ke-7 disunahkan juga untuk disembelihkan akikahnya. Aturan ini, menurut beberapa ulama, juga berlaku bagi calon bayi yang meninggal saat masih berada di dalam kandungan ibunya dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan.

Ketentuan Jumlah Hewan Berdasarkan Jenis Kelamin Anak

Mayoritas ulama fikih berpendapat hewan untuk akikah mengikuti jenis hewan kurban, yaitu delapan macam hewan (empat pasang), baik jantan maupun betina. Imam Malik memandang domba lebih diutamakan sesuai pendapatnya dalam masalah kurban.

Adapun sebagian fukaha lainnya menilai bahwa urutan keutamaannya adalah unta, kemudian sapi, lalu domba. Perbedaan pandangan ini muncul karena adanya perbedaan pemahaman antara hadits-hadits akikah dan penggunaan kias.

Terkait jumlah hewan sembelihan, jumhur ulama menyatakan akikah minimalnya satu ekor untuk anak laki-laki maupun perempuan. Namun, yang dianggap lebih afdhal adalah dua ekor untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan.

Ketentuan jenis dan jumlah hewan ini dijelaskan dalam beberapa hadits. Dari Ummu Kurz al-Ka'biyah, ia bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai akikah. Beliau menjawab, "Ya, untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor kambing. Tidak menyusahkanmu baik kambing itu jantan maupun betina." (HR Ahmad dan Tirmidzi, dishahihkan dalam Nailul Authar)

Hadits lain yang menguatkan ketentuan tersebut adalah riwayat Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bayi laki-laki diakikahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing." (HR Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah SAW bersabda, "Siapa saja di antara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran bayi maka hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang sama dan untuk perempuan satu kambing." (HR Abu Dawud, Nasai, dan Ahmad)

Secara qiyas, karena akikah termasuk ibadah yang dilakukan melalui penyembelihan hewan, sebagian ulama menilai bahwa hewan yang lebih besar lebih utama, sebab diserupakan dengan hewan sembelihan al-hadyu (kurban).

Dalam hal ini, Imam Malik menjelaskan akikah memiliki keserupaan dengan nusuk (sembelihan denda larangan haji) maupun udh-hiyah (kurban), sehingga hewan yang digunakan tidak boleh memiliki cacat seperti buta sebelah, terlalu kurus, patah tulang, atau sedang sakit. Sedangkan Imam Syafi'i berpendapat hewan akikah juga harus terhindar dari semua jenis cacat yang tidak diperbolehkan dalam hewan kurban.

Hikmah Pelaksanaan Akikah

Menurut Syekh Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam dikutip dari Buku Sejarah Ibadah oleh Syahruddin El-Fikri, akikah memiliki beberapa hikmah.

1. Menghidupkan Sunnah Nabi

Pertama, menghidupkan sunnah Nabi Muhammad SAW dalam meneladani Nabi Ibrahim AS tatkala Allah SWT menebus putra Ibrahim yang tercinta Ismail AS

2. Melindungi Anak dari Gangguan Setan

Kedua, dalam akikah mengandung unsur perlindungan dari setan yang dapat mengganggu anak yang terlahir itu. Hal ini sesuai dengan makna hadits, yang artinya, "Setiap anak itu tergadai dengan akikahnya."

Sehingga, anak yang telah ditunaikan akikahnya insyaallah lebih terlindung dari gangguan syaitan yang sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah "bahwa lepasnya dia dari setan tergadai oleh akikahnya".

3. Tebusan Anak untuk Memberi Syafaat Orang Tua

Ketiga, akikah merupakan tebusan bagi anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari akhir, sebagaimana Imam Ahmad mengatakan, "Dia tergadai dari memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan akikahnya)."

4. Bentuk Pendekatan Diri kepada Allah SWT

Akikah merupakan bentuk pendekatan diri kepada Allah SWT sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah SWT dengan lahirnya sang anak.

5. Sarana Menampakkan Rasa Gembira Melaksanakan Syariat Islam

Kelima, akikah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syariat Islam dan bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari kiamat.

6. Memperkuat Ukhuwah di Masyarakat

Akikah dapat memperkuat ukhuwah (persaudaraan) di antara masyarakat. Selain itu, akikah merupakan sarana untuk merealisasikan prinsip-prinsip keadilan sosial dan menghapuskan gejala kemiskinan di dalam masyarakat. Misalnya, dengan adanya daging yang dikirim kepada fakir miskin.




(kri/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads